Tak Berkategori

Cafe Jual Miras di Banjarmasin Bak Kebal Hukum, Buntut Izin Pusat?

apahabar.com, BANJARMASIN – Tumpang tindih aturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dicap melemahkan pengawasan terhadap penjualan…

Petugas menyita ratusan miras berbagai merk di sejumlah warung makan atau kafe di Banjarmasin. Foto: Dok.apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Tumpang tindih aturan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dicap melemahkan pengawasan terhadap penjualan minuman keras di Kota Baiman – sebutan Banjarmasin.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan (Mendag) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran, dan Penjualan Minuman Beralkohol, minimarket dilarang menjual minuman alkohol (minol) golongan A seperti bir.

Hal itu dilakukan agar dapat mempersempit ruang gerak penjualan minuman keras di lingkungan yang dekat dengan anak-anak.

Banjarmasin sejatinya memiliki Perda pengawasan bernomor 10 Tahun 2017. Nyatanya, masih ada saja kafe yang menjual miras. Di kawasan Veteran, Banjarmasin Tengah, misalnya. Kedoknya, membuka warung makan.

Tak cuma satu, melainkan dua. Dari pantauan media ini, kedua kafe tersebut buka hingga dini hari. Salah satu kafe tersebut bahkan ada yang hanya berjarak selemparan batu dari rumah ibadah.

Lain lagi di kawasan Jalan Ahmad Yani, Banjarmasin Timur. Sebuah kafe menjual miras dengan kedok pencucian mobil, dan restoran di sana. Sementara di kawasan S Parman, Banjarmasin sebuah warung makan terpantau ikut menjual miras.

Tak hanya bir, mereka juga menjual miras golongan B dengan kadar alkohol sampai 30 persen.

Pemerintah Kota Banjarmasin seolah dibuat tak berdaya. Para pengelola kafe tersebut umumnya berdalih sudah dapat izin dari pemerintah pusat melalui OSS.

OSS kependekan dari one single submission (OSS). Layanan perizinan satu pintu itu milik Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Dalam kepengurusannya, hanya perlu mendapatkan nomor induk berusaha (NIB) yang dikeluarkan pemerintah pusat. Mereka menganggap tak lagi memerlukan Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUP-MB) dari pemerintah kota Banjarmasin.

Fenomena itu menuai reaksi wakil rakyat daerah. Wakil Ketua Komisi I DPRD Banjarmasin Mathari meminta pemerintah pusat mempertimbangkan kebijakan daerah lewat Perda yang sudah ada.

Mathari kemudian mempertanyakan kontribusi yang masuk ke pemerintah daerah. Sehingga para pengusaha dapat leluasa beraktivitas menjual minol di ibu kota Kalsel yang dikenal agamais lewat aturan pusat tersebut.

Mathari meminta pemerintah pusat memperhatikan kultur sosial masyarakat setempat dengan tidak mengindahkan kebijakan lokal melalui peraturan daerah yang sudah ada.

“Sebenarnya Perda bukan belum disahkan. Beberapa tahun lalu, Perda untuk pengaturan minol sudah disahkan. Hanya kemudian bagaimana Pemkot Banjarmasin menindaklanjuti itu. Nah sekarang pengusaha begitu leluasa karena dapat izin dari pusat. Lantas apa yang didapat pemerintah daerah? Ini pertanyaan besarnya,” katanya.

“Pusat ujuk-ujuk memberi izin tanpa pertimbangan kebijakan lokal. Kemudian juga tanpa mempertimbangkan bagaimana kultur masyarakat kita,” tambahnya.

Menurutnya, apa pun yang menjadi aturan atau kultur sosial suatu daerah harus dipertimbangkan.

“Harapannya, hal ini harus dibicarakan dulu. Walaupun ada izin pusat, peraturan harus tetap melekat pada aturan yang ada di Pemda. Yang boleh atau tidak boleh tetap harus dijaga,” ujarnya.

Perda 10 tahun 2017 mengatur tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol.

Hanya saja, perda terkait retribusinya masih gantung. Tak kunjung disahkan. Sehingga, Pemkot Banjarmasin dalam hal ini diminta tegas soal penerapan payung hukum pengendalian miras.

“Sekarang minol terkesan beredar di kafe. Kami juga dengan Pemkot berharap, salah satu benteng peredaran minol adalah melalui perda yang tertunda, kalau disahkan harus segera, kalo dibatalkan juga harus diparipurnakan,” tambah Wakil Ketua DPRD Banjarmasin, Matnor Ali.

Katanya, perda itu juga penting diwujudkan untuk mengatur peredaran minol.

“Dalam undang-undang, membolehkan dengan kadar 0 hingga 2 persen. Dalam Permendag mempersilakan pemda mengatur. Dalam perda minol kota, ada atur waktu yang boleh dijual di supermarket, mulai pukul 22.00, kalau tidak ada pembatasan berarti jam berapa pun dan bisa dibawa ke mana pun. Ini untuk membatasi,” ujarnya.

Cafe Disulap Pub Pakai Izin Cuci Mobil, Pemkot Banjarmasin Kecolongan?

Terkait pengawasan, Kasat Pol PP Banjarmasin Fahruraji tak menampik sejumlah kafe mengantongi izin dari OSS.

“Mereka memang mengantongi izin dari online atau OSS. Artinya mereka bisa menjual saja, atau minum di tempat. Tapi hanya untuk yang golongan A atau berkadar alkohol di bawah 5 persen,” ujar dihubungi via seluler.

Jadi secara intens mereka memang mempunyai izin dari pusat yang memungkinkan mereka untuk menjual

Namun bukan berarti para pemilik kafe bisa leluasa menjual miras. Ada lagi ketentuan di Perda Banjarmasin.

“Antaranya, ketentuan izin penjualan, kemudian ketentuan soal kriteria pembeli, ini yang sedang kita monitoring. Jadi kalau mereka tidak tertib, akan kita tindak,” ujarnya.

Soal adanya kafe yang menjual minol di atas 5 persen, kata dia, memang disinyalir ada.

“Saya pernah tanyakan, rupanya mereka memiliki izin dari Bea Cukai. Saya lupa namanya dan itu resmi. Ini yang jadi soal, karena di Perda kita 10/2017, penjual minol golongan B dan C mesti mengantongi SIUP-MB. Sementara untuk kafe-kafe itu diperuntukkan hanya untuk golongan A saja,” ujarnya.

Menurutnya, hal itu yang jadi persoalan sekarang mengapa pemerintah pusat bisa dengan mudah mengeluarkan izin secara online.

“Tanpa melihat kultur sosial di daerah kita ini,” ujarnya.

Tapi dirinya menepis anggapan jika Pemkot Banjarmasin tak berdaya dengan keluarnya izin pusat tersebut.

“Celah untuk menindak itu tetap ada, sejauh ini masih kita monitoring. Insyaallah kalau sudah kita lihat pelanggarannya, tentu akan ditindak,” ujarnya.

Penindakan dimaksud utamanya soal jam penjualan.

“Yang jelas kita selalu evaluasi. Pastinya celah untuk melakukan penertiban selalu ada. Utamanya soal jam penjualan, di Perda kita diatur, kalau tidak tertib pasti ditindak. Pemkot memilik perda tarif dan perda pengendalian. Perda tarif itu kan sudah tuntas dikoreksi. Ada lagi revisi Perda 10/2017 yang belum tuntas,” ujarnya.

Menurutnya, revisi dibutuhkan mengingat masih adanya praktik penjualan miras yang berjarak 1 kilometer dari sekolah dan tempat ibadah.

Poin lain, revisi dari Perda 10/2017 salah satunya minol untuk golongan A boleh dijual di Hypermart.

“Kalau kita lihat yang ada sekarang memang banyak yang ditabrak,” ujarnya.

Lemahnya pengawasan di daerah, menurut Pengamat Kebijakan Publik Banjarmasin, M Pazri tak lepas dari berlakunya PP Nomor 24/2018 tentang OSS, Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik itu.

Dari beleid itu, pemerintah meminta pemerintah daerah untuk mencabut perda-perda yang dianggap bertentangan dengan OSS.Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 89 PP Nomor 24/2018.

“Padahal saya berharap kehadiran OSS tidak melahirkan sentralisasi perizinan, karena selama ini izin sudah di provinsi, kota atau kabupaten. Sekarang diambil oleh OSS adalah lembaga pusat, Itu yang ditakuti menjadi tidak terkontrol dalam perizinan dan pengawasan menjadi lemah,” ujarnya dihubungi via seluler.

Tumpang tindihnya aturan tentang tata niaga miras, kata dia, menjadikan lemah pengawasan, dan akhirnya banyak membawa mudarat khususnya untuk kota Banjarmasin.

Terkait ada cafe yang juga menjual miras, kata dia, seharusnya mendapat rekomendasi terlebih dahulu minimal dari Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

“Dan ada juga andil Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang berwenang memberikan rekomendasi untuk aktivitas penjualan miras,” ujarnya.

Lebih jauh, dirinya menyarankan jika Pemkot Banjarmasin, dan DPRD Banjarmasin berkoordinasi dengan pemerintah pusat,

“Karena kasus selama ini seperti ada pembiaran pelanggaran karena tidak maksimalnya pengawasan terhadap penjualan produk di minimarket yang sudah ada, pengawasan saat ini lemah, bisa jadi ada anak di bawah umur beli minuman alkohol,” ujarnya.

“Perlu diingat Banjarmasin adalah kota religius yang harus menciptakan ketertiban dan menaati ajaran agama, itu yang harus diperhatikan,” ujarnya.

Ngotot Buka, Cafe di Banjarmasin Ini Diam-Diam Jual Miras