Sejarah Magelang

Boog Kotta Leiding, Saluran Air di Tengah Kota Magelang Sejak Era Kolonial

Boog Kotta Leiding atau saluran air masih berdiri kokoh di pusat kota Magelang. Memanfaatkan energi gravitasi dan hanya berfungsi di waktu tertentu saja.

Boog Kotta Leiding atau saluran air masih berdiri kokoh di pusat kota Magelang foto komparasi jaman dulu dan sekarang (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, MAGELANG - Magelang adalah kota yang memiliki banyak peninggalan bersejarah terutama dari era kolonial. Memanfaatkan energi gravitasi dan hanya berfungsi di waktu tertentu saja.

Salah satu peninggalan sejarah yang legendaris dan terkenal di Kota Magelang adalah Boog Kotta Leideng.

Hingga kini, Boog Kotta Leiding atau saluran air masih berdiri kokoh di pusat kota Magelang meski hanya berfungsi di waktu tertentu saja.

"Saluran air kota kala itu mengambil dari Kali Manggis, Kampung Pucangsari, Kelurahan Kedungsari, Kecamatan Magelang Utara Kota Magelang," kata sejarawan Magelang, Gusta Wisnu Wardhana, Minggu (8/10).

Tak hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, Gusta mengatakan, saluran air kota juga didirikan guna membersihkan limbah rumah tangga dari pemukiman warga.

Baca Juga: Kronik Palagan Magelang dan Peperangan yang Terlupakan

Menurut dia, keunikan saluran air Kota Magelang tersebut adalah pemanfaatan energi gravitasi.

"Maka bentuknya ini melayang, saluran air tersebut mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, melingkar ke atas," tutur Gusta.

Lebih lanjut, Gusta menjelaskan, pemerintah kolonial membuat pipa saluran air tersebut dengan panjang sekitar 6,5 km dari kali manggis dan berakhir di Kampung  Jagoan Kelurahan Jurangombo, Kecamatan Magelang Selatan.

"Tapi sampai sekarang, belum ada sumber sejarah tertulis yang menyebutkan asal tanah, pekerja dan biaya yang diperlukan untuk membuat gundukan saluran air," tuturnya.

Pemerintah Kolonial dan masyarakat priyayi di masa itu menyebut saluran air kota dengan Fly River atau Aqua Duct.

Sedangkan untuk saluran yang memotong jalan raya, pemerintah Belanda pun membangun sebuah bangunan menyerupai benteng yang disebut masyarakat dengan nama 'plengkung'.

Plengkung saluran air yang berdiri di pusat Kota Magelang dan masih ada hingga saat ini berjumlah 3 bangunan.

Baca Juga: Magelang Etno Carnival 2023, Upaya Hidupkan Gairah Kesenian Rakyat

Boog Kotta Leiding bagian dekat Rindam Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)

Ketiga plengkung tersebut rata-rata memiliki tingi dan lebar 7 meter serta masih berdiri kokoh.

Adapun 3 plengkung yang dimaksud Gusta yaitu Plengkung di Jalan Piere Tendean yang dibangun pada 1883, di Jalan Daha atau Tengkon yang dibangun pada 1893 dan di Jalan Ade Irma Suryani yang dibangun pada 1920.

Plengkung tersebut masuk sebagai benda cagar budaya yang keberadaannya perlu dilestarikan.

Tak hanya saat kolonial, plengkung saluran air tersebut juga dimanfaatkan pada saat kemerdekaan.

"Plengkung saluran air juga digunakan para pejuang sebagai benteng perjuangan dan bergerilya melawan Belanda," kata Gusta.

Gusta mengatakan, para pejuang kerap mengintai Belanda dengan cara naik ke atas plengkung dan sepanjang saluran air.

"Namun sayangnya kondisi plengkung tersebut cukup memprihatinkan. Semoga ke depan wajib ada perhatian dari pemerintah sehingga bangunan bersejarah yang juga menjadi wajah kota ini tidak terkikis," pungkasnya.