Politik

Bola Panas Dugaan Pemalsuan Dokumen Suara Pilgub Kalsel, dan Bagaimana Pengaruhnya ke Putusan MK

apahabar.com, BANJARMASIN – Polisi resmi menaikkan status kasus pemalsuan dokumen penggelembungan suara Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan…

Ketua MK Anwar Usman tampak memeriksa alat bukti perkara suatu perselisihan hasil pemilu di ruang sidang panel 1 MK. Dalam sengketa hasil Pilgub Kalsel, majelis hakim yang diketuai Anwar memerintahkan KPU menggelar pemilu ulang lantaran terdapat tindak penggelembungan suara. Belakangan, putusan MK tersebut dipertanyakan oleh Tim BirinMu. Foto: Humas MK/Ifa.

apahabar.com, BANJARMASIN – Polisi resmi menaikkan status kasus pemalsuan dokumen penggelembungan suara Pemilihan Gubernur Kalimantan Selatan (Pilgub Kalsel). Dari penyelidikan ke penyidikan, lantaran menemukan adanya unsur pidana.

Lantas, sejauh mana hasil penyelidikan polisi bakal memengaruhi hasil sengketa pemilu yang telah diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK)?

Untuk diingat, dokumen yang dipalsukan itu berisi pernyataan dan tandatangan Komisioner KPU Kabupaten Banjar, Abdul Muthalib.

Dokumen berbentuk surat pernyataan itu menjadi salah satu bukti penggelembungan suara yang disuguhkan saksi pasangan calon Denny Indrayana-Difriadi Darjat (H2D) dalam sidang pembuktian MK, Senin 22 Februari lalu.

Menariknya, alat bukti itu belakangan menjadi salah satu bahan pertimbangan oleh majelis hakim yang diketuai Ketua MK Anwar Usman untuk mengabulkan sebagian permohonan H2D.

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Mohammad Effendy bilang putusan MK bersifat final dan mengikat.

Ketika MK memutuskan bakal dilakukan pemungutan suara ulang (PSU), maka hal itu adalah perintah mutlak yang mesti dilaksanakan oleh KPU Kalsel.

Sementara, data yang jadi pertimbangan MK itu kemudian ditindaklanjuti oleh kepolisian adalah persoalan berbeda.

“Kalau memang kepolisian menganggap cukup bukti untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini, silakan polisi melanjutkan,” kata jebolan Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung ini.

Maka, Effendy berkesimpulan disidiknya kasus pemalsuan dokumen itu oleh polisi tidak akan berpengaruh signifikan terhadap PSU, 9 Juni mendatang.

“Kalaupun terbukti pidananya, PSU akan tetap jalan sesuai perintah MK. Karena MK menganggap dokumen yang dijadikan alat bukti tersebut valid,” katanya.

Termasuk ke pemilih? Ya, Effendy bilang tidak akan ada memiliki pengaruh besar.

“Sebagian besar masyarakat kita, khususnya kalangan bawah, masih belum terlalu mengerti soal masalah pidana Pilgub seperti ini. Mereka berjalan alamiah, jika ada yang mengiming-imingi, sepanjang memungkinkan mereka akan menerima. Ini yang harus kita kawal,” katanya.

Hanya saja, menurutnya, hal itu akan berdampak baik terhadap moral masyarakat.

“Oknum yang ingin melakukan praktik kecurangan pasti akan lebih hati-hati,” katanya.

Lebih jauh, mengenai kekhawatiran akan ada banyaknya kecurangan di PSU, mantan Komisioner KPU 2013 ini memandang hal tersebut sangat mungkin terjadi.

“Karena memang setiap kali Pilkada, kecurangan-kecurangan pasti terjadi. Sulit diberantas. Tapi dalam PSU mungkin ini akan berkurang,” katanya.

Hal itu tidak lepas dari pola pikir masyarakat yang menurutnya sudah membudaya soal money-politics adalah sesuatu wajar.

“Bagi masyarakat itu hal biasa dan memang susah. Untuk terlaksana jujur dan adil itu masih berat di kondisi masyarakat kita,” katanya.

Kendati demikian, bukan masyarakatlah yang salah. Yang salah adalah mereka yang punya kepentingan politik.

“Yang melakukan praktik itu. Masyarakat hanya korban, karena mereka diiming-imingi,” katanya.

Tinggal, kata dia, bagaimana semua pihak bisa melakukan pengawasan dan mengawal agar kecurangan yang terjadi bisa terminimalisir.

Senada, Pakar Hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menilai sah-sah saja polisi menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana dalam dokumen yang dijadikan bukti oleh hakim MK.

“Enggak masalah. Kan domainnya berbeda. Dugaan pidananya diproses kepolisian,” ujar Castro, sapaan akrabnya.

Fikri Hadin, Pakar Hukum Tata Negara ULM lainnya mendorong polisi untuk menuntaskan dugaan pemalsuan dokumen yang dijadikan alat bukti di MK.

“Dari kacamata hukum, dua peristiwa hukum itu berbeda. Laporan [dugaan pemalsuan surat pernyataan] itu ranahnya pidana yaitu penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi. Sementara PSU adalah bagian dari implikasi putusan MK karena ada pelanggaran di tempat PSU tersebut,” ujarnya.

Lantas, sekalipun ada tersangka dalam kasus itu, Fikri berkeyakinan PSU akan tetap berjalan.

“Yang jadi problematik tahapan menunggu PSU ini tidak masuk dalam tahapan pilkada maka dari itu kampanye pun tidak diperbolehkan, sehingga menjawab pertanyaan memengaruhi hasil PSU hanya bisa di saat tahapan kampanye itu terjadi secara hukumnya,” ujarnya.

Lantas, Fikri mengambil contoh paling ekstrem manakala KPK menetapkan dua paslon pemenang Pilkada sebagai tersangka. Kedua calon dimaksud, yakni Ahmad Hidayat Mus dan Syahri Mulyo. Sebagai calon gubernur Maluku Utara, Hidayat Mus memperoleh suara terbanyak hasil rekapitulasi KPU meski telah berstatus tersangka. Begitu pula Syahri yang menjadi calon bupati Tulungagung, Jawa Timur.

“Jadi lanjut terus PSU tidak ada kaitannya dengan proses pidana,” ujarnya.

PSU Pilgub Kalsel 2020 tinggal menghitung hari. Menjelang 9 Juni mendatang, polarisasi akibat persaingan paslon yang sengit mulai terasa. Soal ini, Fikri meminta Bawaslu untuk lebih proaktif lagi.

“Bawaslu harus berperan aktif karena secara konstitusional hanya Bawaslu sebagai pengawas yang mempunyai kewenangan sah untuk menegakkan aturan Pilkada,” ujarnya.

Pagi tadi, Komisioner KPU Kabupaten Banjar Abdul Mutalib alias Aziz kembali menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Kalsel.

Sekitar pukul 09.00, Aziz kembali dimintai keterangan menyusul naiknya status laporan dugaan pemalsuan dokumen suara Pilgub Kalsel ke tahap penyidikan.

"Sudah dipanggil ke Polda. Tadi saya dipanggil sebagai korban," ujar Aziz dihubungi apahabar.com.

Kabid Humas Polda Kalsel Kombes Pol Rifai irit berbicara seputar pemanggilan kedua Aziz. Ia hanya bilang bahwa pemeriksaan Aziz merupakan lanjutan dari proses penyidikan pihak kepolisian.

Terpisah, Andi Syafrani, Kuasa Hukum Pasangan Calon Sahbirin Noor-Muhidin (BirinMu) yakin polisi bakal menetapkan tersangka dalam waktu dekat ini.

“Bukti dokumen surat tersebut berisi adanya upaya penggelembungan suara di wilayah Kabupaten Banjar sebanyak 5000 suara yang ditandatangani oleh pelapor. Padahal faktanya pelapor merasa tidak pernah membuat pernyataan tersebut,” ujar Andi dalam keterangan tertulisnya kepada jurnalis apahabar.com, baru tadi.

Andi masih merasa aneh bukti tersebut dijadikan dasar pertimbangan hakim MK untuk mengabulkan permohonan pihak Denny Indrayana.

“Padahal dalam persidangan sudah disampaikan bukti bantahan dari pelapor juga yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Paman BirinMu,” ujarnya.

Bukti yang digunakan oleh Denny Indrayana di MK, kata Andi, masuk dalam daftar bukti dengan kode P-252. Yang berarti telah disiapkan untuk diajukan sebagai bukti sejak semula.

“Bukti bantahan dari kami sudah diajukan ke MK dengan kode PT-965 berupa surat bantahan dari Abdul Muthalib bahwa yang bersangkutan tidak pernah membuat bukti surat yang diajukan oleh kubu Denny Indrayana. Kedua bukti tersebut sama-sama diserahkan ke MK pada saat sidang pembuktian bulan Februari lalu,” ujarnya.

Karenanya, lanjut Andi, naiknya kasus ke tahapan penyidikan dugaan kuat pemalsuan dokumen tersebut semakin nyata.

“Setidaknya alasan PSU dengan alasan adanya bukti surat tersebut patut dipertanyakan kebenarannya. Termasuk siapa sosok yang membuat surat tersebut akan terkuak,” ujarnya.

“Dalam hukum, pihak yang menggunakan dokumen palsu pun dapat dijerat pidana. Dalam hal ini, kubu Denny Indrayana sebagai pengguna dapat dan mestinya ditarik sebagai pihak dalam kasus pidana ini. Sederhananya Denny Indrayana yang secara langsung menyerahkan bukti tersebut ke MK dalam persidangan dapat ditarik sebagai tersangka dalam kasus ini,” ujar Andi.

Pihak BirinMu mendorong agar kasus tersebut dituntaskan oleh polisi. Termasuk segera menetapkan dan mengumumkan siapa tersangkanya.

“Pelanjutan kasus ini harus didorong untuk membuktikan bahwa tidak pernah ada penggelembungan suara di Kabupaten Banjar, dan ini penting untuk membersihkan nama pihak penyelenggara pilkada di mana mereka seakan dituduh melakukan penggelembungan,” ujar Andi.

Lantas, bagaimana respons Denny Indrayana?

Yang pertama, Denny memastikan dirinya bukanlah terlapor dalam laporan polisi (LP) kasus pemalsuan dokumen penggelembungan suara Pilgub Kalsel. Denny justru senang jika Polda Kalsel ikut mengusut kasus tersebut.

"Kami Tim H2D sama sekali tidak merasa terancam dengan adanya LP mengenai pemalsuan dokumen yang kami jadikan sebagai bukti dalam sidang di MK. Justru kami senang, Polda Kalsel akan membantu membongkar bagaimana kecurangan-kecurangan terjadi di Pilgub Kalsel 2020, khususnya mengenai tindakan markup suara," kata Denny melalui Raziv Barokah, Kuasa Hukum H2D.

Buktinya, sampai hari ini Denny Indrayana memang tidak pernah dipanggil untuk diperiksa polisi baik sebagai terlapor maupun saksi. Dalam penyelidikan sebelumnya, polisi hanya memeriksa dua orang dari pihak H2D. Mereka adalah Jurkani dan Manhuri.

Jurkani Koordinator Tim Hukum H2D. Sementara Manhuri eks Komisioner KPU Banjar yang menjadi saksi. Manhuri adalah sosok yang membeberkan surat pernyataan dugaan penggelembungan suara di persidangan.

"Keduanya adalah saksi pada sidang MK yang berkaitan erat dengan keterangan yang dibuat oleh Azis," bebernya.

Raziv lantas bersepakat jika apapun hasil penyidikan kepolisian tidak akan memengaruhi hasil putusan MK yang telah membatalkan kemenangan BirinMu.

Majelis hakim MK, menurutnya telah meneliti bahkan mengecek kebenaran forensik sederet alat bukti pelanggaran pemilu yang disodorkan pihaknya termasuk surat pernyataan Aziz.

"Putusan MK itu final and binding, jadi tidak bisa diganggu gugat lagi," terangnya.

Sebagai pengingat, MK memerintahkan KPU mengulang Pilgub Kalsel di tujuh kecamatan. Yakni, Kecamatan Banjarmasin Selatan, dan lima kecamatan di Kabupaten Banjar serta 24 tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin.

Lima kecamatan di Kabupaten Banjar yang diputus PSU adalah Kecamatan Sambung Makmur, Kecamatan Aluh-Aluh, Kecamatan Martapura, Kecamatan Mataraman dan Kecamatan Astambul.

Sedangkan 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin yaitu TPS 1, 2, 3, 6, 8 Desa Tungkap, TPS 1, 6, 8, 12, 13, 14, 16, 18 Desa Binuang, TPS 5, 7, 10 Desa Raya Belanti, TPS 1, 2, 3, 4, 5 Desa Pualam Sari, TPS 2 Desa Padang Sari serta TPS 1 dan 3 Desa Mekarsari.

Atas putusannya, hakim MK membatalkan surat keputusan KPU Kalsel dalam penetapan rekapitulasi perolehan suara Pilgub Kalsel 2020 pada 18 Desember 2020.

Hasil keputusan KPU Kalsel menyatakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur nomor urut 1, Sahbirin Noor-Muhidin unggul sebanyak 8.127 suara atau 0,48 persen dari pasangan nomor urut 2, Denny Indrayana-Difriadi Derajat.

MK pun mengabulkan sebagian dalil dari yang dimohonkan pemohon, yaitu paslon nomor urut 02 di Pilgub Kalsel Denny Indrayana-Difriadi Derajat.

Di antaranya dalil poin 5, yakni kehadiran pemilih 100 persen di 24 TPS di Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, poin 6 adanya pembukaan kotak suara oleh PPK di Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin serta poin 7 adanya penggelembungan suara di Kabupaten Banjar.

Sedangkan dalil pada poin 1 hingga 4 tidak diterima berdasarkan hukum alias ditolak MK. Yaitu penyalahgunaan tandon air Covid-19 untuk kampanye, penyalahgunaan tagline 'Bergerak' pada program Pemerintah Provinsi Kalsel yang kemudian menjadi tagline kampanye pihak terkait, penyalahgunaan bantuan sosial Covid-19 untuk kampanye pihak terkait.

Selain itu, adanya politik uang yang dilakukan dengan strategi tandem dengan pasangan calon bupati dan wakil bupati Kabupaten Banjar. MK juga memutuskan waktu PSU dilaksanakan paling lambat 60 hari kerja serta memerintahkan petugas KPPS dan PPK yang baru guna menjamin penyelenggaraan pilkada berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber) serta jujur dan adil (jurdil). (*)

Dilengkapi oleh: Musnita Sari, Muhammad Syahbani

Penyidikan Pemalsuan Dokumen Suara Pilgub Kalsel, Komisioner KPU Banjar Kembali Diperiksa