Skandal Tambang Ilegal

Bikin Tekor Negara! Jatam Bongkar 5 Pola Tambang Ilegal di Kaltim

PERTAMBANGAN batu bara tak berizin atau PETI masih menjadi masalah yang tidak berkesudahan di Indonesia.

Polisi mengungkap pertambangan ilegal di kawasan konservasi orangutan di Kaltim. Foto-BOSF

apahabar.com, JAKARTA - Pertambangan batu bara tak berizin atau PETI masih menjadi momok yang tidak berkesudahan di Indonesia.

Buktinya, selain sederet modus baru, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) juga mengendus praktik lama bisnis gelap pertambangan ilegal di Kalimantan Timur. Utamanya 'membeli putus' tanah masyarakat. 

"Jadi seperti Ismail Bolong itu, dia membeli tanah di masyarakat sekitar, kemudian dia melakukan pertambangan," ujar aktivis dari JATAM Kaltim Mareta Sari dalam diskusi bertajuk "Riwayat Kepolisian dalam Bisnis Keamanan Pengelolaan Sumber Daya Alam" di Kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (27/6).

Baca Juga: Diterpa Isu LHKPN hingga Ismail Bolong, Komjen Agus Tetap Dilantik

Bolong adalah anggota intelijen Polresta Samarinda yang tajir melintir. Namanya mencuat pada akhir 2022 lalu. Ia mengaku telah mengalirkan dana miliaran rupiah hasil bisnis gelap penambangan ke sejumlah petinggi Polri, salah satunya Wakapolri saat ini Komjen Agus Andrianto.

Tak lama setelah video tersebut viral, Bolong pensiun dini dari kepolisian. Awal Desember 2022, polisi resmi menahan Bolong. Namun hebatnya, sampai saat ini tak terdengar lagi kelanjutan proses hukum Bolong. 

Baca Juga: Sengkarut Mafia Tambang Ismail Bolong, Presiden Jangan Diam!

Kembali ke Mareta. Pola kedua bisnis gelap emas hitam di Kaltim adalah memanfaatkan lahan. Lokasinya berada di dalam atau di antara konsesi atau izin membuka tambang yang masih aktif. 

"Jadi misalnya ada konsesi PT Multi Harapan Utama (MHU) dengan PT Mega Prima Persada (MPP), ini kejadian baru sekitar 4 bulan lalu, bersebelah-sebelahan di antaranya itu ada lahan kosong (lintasan), dan di antaranya itu kemudian ditambah, jadi orang menyebutnya tambang koridor, karena bentuknya koridor, gitu. Ini istilah baru," ujarnya.

Baca Juga: Modus Baru Kongkalikong Tambang Ilegal di Kaltim, Tentara Sewaan sampai Obvitnas!

Pola ketiga yaitu memanfaatkan konsesi tambang yang sudah tidak aktif. Seperti yang terjadi di kawasan Bukit Biru Kaltim. Yang konsesinya sudah tidak aktif sejak 2018 silam.

"Tetapi wilayah yang bekas itu kemudian digali oleh penambang atau pengusaha batu bara ilegal ini, sebutannya baru namanya PETI pertambangan tanpa izin," ujarnya.

Baca Juga: Komjak Pasang Badan Bela Jaksa Lambat Usut Kasus Ismail Bolong

Pola lainnya, yaitu penambangan dengan menggunakan sistem keamanan berbasis masyarakat atau preman. Para cukong membayar preman untuk menjaga wilayah tambang ilegal mereka.

"Bahkan menyewa para sopir truk yang punya keberanian khusus, nah keberanian itu muncul karena selain dia dibayar, dia juga akan diamankan melalui kepolisian," jelasnya.

Baca Juga: Tambang Ilegal Marak, Menteri ESDM: Kerugian Negara Rp 3.5 Triliun

Tidak hanya pertambangannya saja yang ilegal, tapi juga pelabuhan pun tak berizin. Jatam menengarai para cukong tersebut juga menyuap sejumlah aparat, pejabat dan tokoh setempat misalnya ketua RT/RW dan kepala desa.

"Dugaan kami mereka menerima uang karena jumlah aliran uangnya cukup besar," pungkasnya.

Negara Rugi Triliunan

Salah satu tambang ilegal di Kukar. Foto: Polda Kaltim


Biar tahu sekalian. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menemukan sebanyak 2.741 lokasi pertambangan tanpa izin sepanjang tahun 2022.

Menteri ESDM Arifin Tasrif menyebut kegiatan pertambangan tanpa izin itu telah membikin tekor negara. Termasuk para pemegang izin pertambangan itu sendiri.

Baca Juga: Kalah Senior, Kapolri Berani Usut Herry Rudolf Nahak?

"Potensi kerugian untuk 16 wilayah kontrak karya tahun 2019 mencapai Rp1,6 triliun, estimasi tahun 2022 Rp3,5 triliun," terang Menteri Tasrif di Sarasehan Sinkronisasi Tatakelola Pertambangan Mineral Utama Persepktif Pohukam, Selasa (21/3).

Menteri Arifin mengusulkan penyelesaian masalah PETI, salah satunya dengan memperluas izin pertambangan. Dengan begitu, tambang-tambang ilegal tersebut akan dimasukkan ke dalam konsesi yang berizin.

Baca Juga: Diterpa Isu LHKPN hingga Ismail Bolong, Komjen Agus Tetap Dilantik

Menurutnya, aturan di UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) mengakomodir soal itu. Dalam salah satu beleidnya; jika diperlukan izin dari pertambangan resmi diperluas.

"Misal sebelumnya 25 hektare menjadi 100 hektare, sehingga tambang-tambang ilegal masuk ke dalam konsesi yang berizin." ungkap Arifin.

Selain itu, izin perluasan sebagaimana termaktub di UU Minerba. Utamanya kewenangan mengenai eksplorasi mineral logam tak lagi menjadi domain pemerintah provinsi. Semuanya telah diambil alih oleh pemerintah pusat.

Baca Juga: Mafia Tambang Ismail Bolong: Sikap Komisi Kejaksaan Disayangkan

Perubahan itu disebabkan UU Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang akhirnya direvisi. Sebab, dianggap tak mampu menjawab perkembangan hingga kebutuhan hukum terkait penyelenggaraan pertambangan yang baik.

"Kita minta Pemprov atau Pemda untuk rekomendasikan masuk ke dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Kemudian akan dibina, bagaimana bisa melakukan pengelolaan pertambangan yang baik. Termasuk manajerial yang perlu dilengkapi," papar Tasrif.