Mencari Polisi Baik

Beri Nilai 6, YLBHI Kasih 4 Catatan Hitam Polri di Usia 77 Tahun

HUT Bhayangkara ke 77, ada empat hal besar yang saat ini masih menjadi catatan di tubuh Institusi Polri.

Ketua Yayasan Ketua Lembaga Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur (tengah). (Foto:apahabar.com/Gabid Hanafie)

apahabar.com, BEKASI - Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengatakan pada HUT Bhayangkara ke-77 ada empat hal besar yang masih menjadi catatan di tubuh institusi Polri.

“Ada beberapa hal yang stand up di sini yang cukup besar ya,” kata Isnur, saat dihubungi apahabar.com, Sabtu (1/7).

Pertama, soal penegakan hukum yang paling sering dikeluhkan. Di mana masyarakat di lapangan sangat kesulitan mendapat keadilan. Kecuali, kata dia, mereka memiliki uang atau mau menempuh jalur viral agar tuntutannya dilanjutkan.

“Kalau enggak ya gak berlanjut apa-apa dan masyarakat akhirnya menjadi objek pemerasan di mana-mana,” ujarnya.

Baca Juga: [EDITORIAL] Mencari Polisi yang Baik

Kedua, angka kekerasan dan penyiksaan oleh aparat kepolisian masih sangat tinggi. Bahkan, YLBHI setiap tahunnya mencatat angka-angka kekerasan dan penyiksaan itu terus meningkat.

Ketiga, kepolisian saat ini menjadi alat untuk membungkam masyarakat. Seperti contoh, kepolisian lokal di daerah yang lebih dekat dengan perusahaan-perusahaan, tanpa memikirkan masyarakat yang tengah mempertahankan tanah dan hidupnya.

“Akhirnya, hukum menjadi sangat berpihak pada orang yang punya uang,” ucap Isnur.

Selain itu, pembungkaman juga terlihat pada pelaku demonstrasi. Kepolisian terlihat lebih sering menghalangi masyarakat yang tengah melakukan aksi ketimbang memberikan perlindungan.

Baca Juga: Bhayangkara ke-77, SETARA Institute: Polri, Setop Penggunaan Pasal Penodaan Agama

“Harusnya kepolisian memberikan perlindungan kepada orang yang demonstrasi malah menjadi alat untuk membungkam, alat untuk menghalangi demonstrasi, alat untuk menangkap, membubarkan, serta mengkriminalkan mereka yang demonstrasi,” tutur Isnur.

Kemudian yang ke empat, Isnur menilai institusi Polri harus melakukan reformasi kelembagaan sistemik. Sebab, internal manajemen kepolisian saat ini dalam kondisi buruk.

Kasus Sambo dan Teddy
Peristiwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo terhadap ajudannya sendiri menutup hasil penyelidikan kasus tambang ilegal terhadap Ismail Bolong.

Isnur mengambil contoh pada kasus mantan Kadiv Propam Polri, Ferdi Sambo dan mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Pol. Teddy Minahasa. Internal polri terkesan saling melindungi dan menutupi. Kasus itu baru terbongkar setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo turun tangan.

“Bahkan Kapolri butuh turun langsung, membongkar timnya butuh kemudian dukungan dari Menkopolhukam sama DPR,” ujarnya.

Kondisi itu menunjukkan betapa kanker yang ada di dalam tubuh Polri itu sudah dalam fase akut. Sehingga, Isnur menilai bahwa kinerja Polri saat ini jika dinilai skala 1-10 berada di angka 6.

Baca Juga: [EDITORIAL] Mencari Polisi yang Baik

Sebab, menurut Insur, institusi Polri perlu melakukan evaluasi menyeluruh mulai dari pendidikannya, mekanisme rekrutmen, mekanisme pengawasan, serta mekanisme pengembangan jabatan di internal Polri.

20 kasus kejahatan yang paling menonjol sepanjang periode 2021-2021 di lingkup internal kepolisian. Infografis: Rully

Kendati berbicara soal catatan hitam kepolisian, Isnur menyampaikan bahwa dirinya percaya masih ada polisi baik saat ini, terutama mereka yang bertugas di pedalaman desa.

Namun, seringnya polisi baik ini tidak mendapat perhatian, jauh dari sorotan dan kesejahteraaan, karena kalah dengan atasannya.

“Akhirnya mereka kalah oleh kepala-kepalanya yang busuk, kan itu yang dibilang Pak Listiyo jadi ikan busuk mulai dari kepalanya. Nah, orang orang baik masuk tapi para komandannya memaksa mereka menjadi buruk,” tandasnya.