Sampah Plastik

Atasi Persoalan Sampah demi Keberlanjutan Keanekaragaman Hayati

paya penyelesaian masalah sampah plastik di wilayah perairan Indonesia perlu melibatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat.

Tumpukan sampah makan bahu jalan di bekas Tempat Penampungan Sementara (TPS) jalan H. Isbat Kupang Tapin. Foto - apahabar.com/sandy

apahabar.com, JAKARTA - Upaya penyelesaian masalah sampah plastik di wilayah perairan Indonesia perlu melibatkan peran serta seluruh lapisan masyarakat. Sebab, dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkannya juga akan dirasakan oleh manusia dan keanekaragaman hayati Indonesia.

Dr. Kusdiantoro, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), ketika menghadiri seminar bertajuk Produk Berkelanjutan, Pengelolaan Sampah dan Dampaknya pada Keanekaragaman Hayati mengungkapkan, saat ini Indonesia menjadi negara nomor 5 di dunia yang berkontribusi pencemaran sampah plastik di wilayah laut.

Letak geografis di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik menyebabkan sampah dari berbagai negara masuk ke wilayah perairan Indonesia. “Meski hanya berkontribusi 56ribu ton tapi akumulasi sampah yang masuk ke Indonesia itu totalnya lebih dari 500ribu ton,” terang Kusdiantoro dalam seminar yang diselenggarakan the Society of Indonesia Environmental Journalis (SIEJ) di Jakarta, Sabtu (20/5).

KKP sendiri, lanjutnya, merumuskan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan itu dengan basis blue economy (ekonomi biru). Melalui konsep tersebut, fungsi ekologi dan ekonomi diharapkan bisa beriringan.

Baca Juga: Sampah Menumpuk di Lautan, MCC: Perhatian Pemerintah Masih Kurang

“Dari ekonomi biru itu ada 5 program prioritas, beberapa program tersebut sangat relevan dengan diskusi hari ini, yaitu komitmen meningkatkan kualitas lingkungan khususnya pesisir dan laut, serta program pengelolaan sampah plastik di laut,” ujar Kusdiantoro.

Sementara, strategi yang diupayakan pemerintah meliputi mitigasi, menghentikan sampah plastik masuk ke laut, membersihakan sampah di laut, hingga pengawasan untuk menjaga kelestarian laut dari sampah plastik.

Senada, Senior Consul Executive Waste4Change Lathifah Awliya Mashudi menjelaskan pihaknya memiliki 4 bidang jasa utama dalam mewujudkan misi mengurangi jumlah sampah yang berakhir di TPA. Bidang-bidang itu di antaranya, create, collection, campaign dan consulting.

Menurutnya, pelibatan masyarakat luas dalam upaya mengurangi masalah sampah plastik perlu dilakukan dengan mengubah paradigma. Contohnya, terang Lathifah, dengan memberi wawasan tentang ekonomi sirkular.

Baca Juga: Plastik Kemasan Produksi Wings Jawara Sampah Plastik di Jatim, AKSI Sampaikan 8 Tuntutan

“Kalau di ekonomi linear, sumber daya alam langsung (berujung) ke TPA. Tapi kalau di ekonomi sirkular, kami harapkan sumber daya itu dapat terbarukan dan digunakan kembali. Kemudian, nilai produknya bisa digunakan terus-menuerus dengan masa pakainya yang lebih panjang,” papar Lathifah.

Dia menambahkan, kesimpulan dari pengelolaan sampah yang bertanggung jawab itu langkah-langkahnya kita perlu meningkatkan pemahaman terlebih dahulu.

"Kemudian menyeimbangkan pasokan dan permintaan, dukungan infrastruktur, komitmen para pemangku kepentingan, serta penegakkan hukum dan pendidikan," katanya.

Sementara itu, Ketua Dinamisator Jaring Nusa Asmar Exwar memaparkan, sejumlah masyarakat di wilayah timur seperti Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Papua Barat dan Sulawesi Selatan, sebenarnya telah mempraktikkan upaya-upaya perlindungan dan pelestarian laut.

Baca Juga: Atasi Sampah Laut, SeaCleaners Siap Bantu Indonesia Bikin Kapal Khusus

Beberapa kegiatan yang dilakukan misalnya, konservasi berbasis masyarakat, rehabilitasi mangrove, juga mendorong regulasi di tingkat lokal dalam konteks perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir-laut.

Dalam konteks sosial-ekonomi, masyarakat turut terlibat dalam program perikanan skala kecil yang berkelanjutan, hingga melahirkan local champions, atau penggerak-penggerak lokal yang berperan membentuk kelompok-kelompok pengelola sumber daya alam.

"Kami mengapresiasi teman-teman yang sudah bekerja secara langsung di tingkat tapak dalam konteks mendorong pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat sehingga wilayah pesisir lebih terjaga tetapi juga mendatangkan manfaat bagi masyarakat," jelas Asmar.

Pada kesempatan itu Ketua Umum SIEJ Joni Aswira Putra menerangkan, seminar itu diselenggarakan untuk memperingati Hari Keanekaragaman Hayati yang jatuh pada tanggal 22 Mei, serta menyambut kehadiran 50 anggota baru SIEJ dari 11 provinsi di Indonesia.

Baca Juga: Wali Kota Tangsel Panggil Kadis DLH, Minta Masalah Sampah Segera Diselesaikan

Sebagai satu-satunya organisasi jurnalis lingkungan hidup di Indonesia, SIEJ mengambil fokus dan agenda strategis untuk menjadikan isu lingkungan hidup dan perubahan iklim sebagai topik utama dalam pemberitaan.

“Kami harap SIEJ bisa jadi jangkar bagi semua pihak, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi hingga pihak swasta,” kata Joni.