Nasional

AJI Balikpapan Sesalkan Tindakan Anarkis terhadap Jurnalis

apahabar.com, BANJARMASIN – Kisruh demonstrasi tidak hanya melibatkan perseteruan antara pihak kepolisian dan massa aksi. Namun…

Sejumlah jurnalis menggelar aksi mengecam maraknya kasus kekerasan pers. Foto: Istimewa

apahabar.com, BANJARMASIN - Kisruh demonstrasi tidak hanya melibatkan perseteruan antara pihak kepolisian dan massa aksi. Namun jurnalis yang saat itu melakukan pekerjaan pun tak luput menjadi korban intimidasi dan kekerasan aparat keamanan.

Gelombang protes penolakan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak hanya terjadi di kota besar seperti Jakarta, tapi sejumlah kota lainnya termasuk juga Banjarmasin.

Tidak sedikit massa aksi dan petugas yang menderita luka-luka, namun juga berujung pada jatuhnya korban jiwa.

Hal ini menjadi perhatian Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) yang turut konsen di bidang kekerasan pada wartawan. Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia.

"AJI di beberapa daerah dan nasional sudah menyatakan sikap terhadap itu," kata ketua AJI Balikpapan, Devi Alamsyah kepada apahabar.com, Jumat (27/09) malam.

Dalam UU Pers Pasal 4 ayat 3 disebutkan pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sedangkan pada BAB VIII Ketentuan Pidana Pasal 18 Ayat 1 berbunyi setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan, dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak lima ratus juta rupiah.

"Karena memang jurnalis di lapangan, profesinya harusnya dilindungi, malah terkena kekerasan. Apapun alasannya mereka menjadi korban di lapangan dan itu menyalahi," ujarnya

Meski begitu, dirinya tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kejadian ini. Hal ini menjadi peringatan dan harus dilakukan evaluasi secara internal bagi jurnalis dalam melakukan peliputan secara aman.

"Artinya mungkin jangan hanya mencari rating saja, tapi juga harus memperhatikan keselamatan. Mungkin yang kena itu ketika mereka berada di tengah-tengah konflik dan itu akan rawan terjadi kekerasan," pesannya.

Evaluasi di internal yang dia maksud yaitu jurnalis juga harus sadar posisinya saat di tengah peliputan tanpa meninggalkan peristiwa ataupun melewatkan peristiwa yang dia rekam.

"Karena kalau sudah chaos apapun bisa terjadi. Misalnya dia cari posisi yang safe, bisa mengamankan diri dengan segera," ujarnya.

Ketika dalam peristiwa besar yang melibatkan banyak orang, seperti halnya demonstrasi kemarin. Dia juga menyesalkan perlakuan represif beberapa aparat yang menimbulkan tindakan anarkis kepada jurnalis.

"Karena saat tergabung di situ mungkin malah dikira massa aksi sama polisi. Polisi juga harus tetap mengidentifikasi, dia tidak boleh mem-babi buta mana jurnalis mana massa aksi," sesalnya.

Baca Juga:Mendikbud Sebut tak Ada Sanksi Pelajar Ikut Demo

Baca Juga:VIDEO: MIRIS !! Aksi Demo Aliansi Mahasiswa Kalsel Diwarnai Poster Nyeleneh Bertuliskan Tak Senonoh

Reporter: Musnita Sari
Editor: Fariz Fadhillah