Hot Borneo

Kala Ibnu Sina Vs Aditya Rebutan Status Ibu Kota Provinsi Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Dua kepala daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel) tengah berebut status ibu kota provinsi….

Featured-Image
Aditya Mufti Ariffin dan Ibnu Sina. Foto: Istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Dua kepala daerah di Kalimantan Selatan (Kalsel) tengah berebut status ibu kota provinsi. Siapa lagi kalau bukan Ibnu Sina dan Aditya Mufti Ariffin, masing-masing wali kota Banjarmasin dan Banjarbaru.

Wacana pemindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan sebenarnya telah bergulir semasa Gubernur Murdjani periode 1950- 1953.

Pada saat itu wilayah Banjarmasin yang berawa dan bernyamuk, memunculkan gagasan untuk memindahkan ibu kota ke tempat yang ideal.

Sebagai ahli kesehatan masyarakat, mengutip keterangan Tumpak Haposan Simanjuntak selaku Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Aparatur dan Pelayanan Publik yang dihadirkan pemerintah dalam sidang ketiga uji UU Kalsel di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa kemarin (19/7), Gubernur Murdjani berkesimpulan Banjarmasin kurang ideal sebagai pusat pemerintahan.

Sebab, tanah yang berawa-rawa mengakibatkan air menggenang sepanjang musim yang memungkinkan timbulnya berbagai penyakit. Untuk merealisasikan gagasan tersebut, sambung Tumpak, mulai dicari tempat yang ideal.

Gubernur Murdjani melakukan survei ke daerah-daerah di luar Kota Banjarmasin. Berbagai lokasi dikunjungi dan diamati sehingga akhirnya ditemukan daerah bertanah padat yang berlokasi di Kota Banjarbaru sekarang.

Singkat cerita, Komisi II DPR RI membidani lahirnya UU Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8/2022 yang disahkan awal tahun tadi.

Belakangan UU tersebut memicu penolakan dari kebanyakan masyarakat Banjarmasin karena memuat pemindahan ibu kota pada Pasal 4.

Maka, lahir pula permohonan judicial review atau peninjauan kembali terhadap UU Provinsi Kalsel Nomor 8/2022.

Fakta Baru Soal Pemindahan Ibu Kota Kalsel, “Pusat Sebenarnya Tak Mau”

Selaku salah satu pemohon, Wali Kota Ibnu Sina merasa dilangkahi oleh Senayan. Ibnu mengaku tidak pernah dilibatkan sekali pun oleh DPR RI.

Sepanjang pengetahuannya sebagai orang nomor satu di Kota Seribu Sungai, Ibnu memastikan DPR RI tidak pernah datang ke Banjarmasin untuk menampung aspirasi masyarakat. Oleh karenanya, Ibnu menganggap proses lahirnya UU Provinsi Kalsel bertentangan dengan UUD 1945.

Ketidakjelasan faktor mendasar dari pemindahan ibu kota Kalsel dinilai Forum Kota (Forkot) Banjarmasin (pemohon lainnya) merugikan mereka karena gejolak ekonomi akibat Covid-19, harga kebutuhan yang naik, dan alokasi APBD provinsi yang akan beralih untuk ibu kota baru.

Forkot menilai pendanaan besar untuk pemindahan ibu kota sebaiknya digunakan untuk upaya pemulihan Covid-19, bantuan-bantuan untuk masyarakat, dan dana pendidikan.

Secara historis, Forkot melihat Kota Banjarmasin memiliki peran penting dalam perkembangan Provinsi Kalimantan Selatan sejak era 1500-an yang dijadikan pusat pemerintahan. Mengubah kedudukan Kota Banjarmasin sama dengan melakukan pembelokan sejarah.

Di akhir sidang ketiga, Ketua MK Anwar Usman menjadwalkan pengambilan keterangan dari Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin. Ovie, sapaan karib Aditya, kemudian merespons optimis.

"Hari ini MK menolak judicial review terhadap perpindahan IKN [Ibu kota negara], insyaallah belajar dari itu, (Ibu kota provinsi) akan tetap di Banjarbaru," yakin Ovie kepada bakabar.com, 20 Juli 2022 kemarin.

Sebagai bakal pihak intervensi di MK, Ovie memiliki kiat-kiat khusus yang akan makin menguatkan Banjarbaru sebagai Ibu Kota Kalsel yang baru.

"Ya, nanti akan kami sampaikan dalam rangka mensukseskan Banjarbaru sebagai ibu kota Kalsel di MK. Soal kapan waktunya belum ada informasi detilnya," cetusnya.

Secara historis, jika merujuk UU Nomor 25/1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, Ibu Kota Kalsel yang sah adalah Banjarmasin.

Ibnu Sina sendiri tampaknya enggan bersengketa lebih jauh dengan Pemkot Banjarbaru. Ibnu menegaskan yang dirinya persoalkan adalah proses lahirnya UU Provinsi Kalsel Nomor 8/2022 tanpa uji publik.

"Karena kita berdiri di posisi Pemkot, dan sebagai kepala daerah," ujarnya kepada bakabar.com.

Ibnu meminta proses hukum mengenai judicial review di MK harus dihormati. Bukan hanya dirinya, siapapun yang menjadi wali kota Banjarmasin menurutnya pasti akan mengambil langkah serupa. “Dan di Banjarbaru, siapapun wali kotanya tetap melakukan langkah itu," ucapnya.

"Ini bukan soal kalah menang, tapi soal kita menemukan fakta kebenarannya seperti apa," pungkasnya.

Komentar
Banner
Banner