Kalsel

Cerita Penggali Makam Jenazah Covid-19 di Tabalong: Semangat Kemanusiaan Kalahkan Ketakutan

apahabar.com, TANJUNG – Sejak PPKM level 3 diberlakukan, hampir tiap hari petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19…

Featured-Image
Jadi petugas pemakaman Covid-19 bukan hal yang mudah. Apalagi dengan memakai APD lengkap. Foto: Ilustrasi-Kompas.com

bakabar.com, TANJUNG – Sejak PPKM level 3 diberlakukan, hampir tiap hari petugas pemakaman jenazah pasien Covid-19 di Tabalong menggali kubur.

Dengan memakai alat pelindung diri (APD) lengkap, mereka bergerak sesuai dengan tugasnya masing-masing.

Ada petugas penggali kubur, petugas pengubur, hingga petugas penyemprot disinfektan.

Salah seorang petugas yang kerap memasukkan peti jenazah ke dalam lubang kubur ialah Hairul Muis.

Petugas lepas yang dibayar perpemakaman ini warga Desa Tanta Hulu, Kecamatan Tanta, Kabupaten Tabalong.

Dalam menjalankan tugasnya ia bersama tujuh rekannya dari berbagai latar belakang, ada juga anggota TNI.

Setiap ada pasien Covid-19 meninggal ia pun dikabari melalui whatsApp oleh pihak Rumah Sakit Umum Daerah H Badaruddin Kasim (HBK) Maburai.

Mendapat pesan WhatsApp itu ia pun bergegas melakukan persiapan dan berkoordinasi dengan rekan-rekannya yang lain.

Sebelum ke lokasi pemakaman Covid-19 di Anugerah II, Belimbing Raya, Kecamatan Murung Pudak, ia pun dengan cekatan menggunakan APD lengkap.

Mulai dari memasang kaos tangan, baju hazmat, masker, kaca mata dan sepatu bot.

Setelah semuanya siap, oleh rekannya seluruh badan disemprot cairan disinfektan. Setelah itu dilakukan latihan atau gladi.

“Pokoknya setiap akan melakukan pemakaman selalu dilakukan latihan dulu di rumah sakit,” ungkapnya.

Mengenakan APD lengkap, menurutnya panasnya bukan main. Karena memang tak ada celah ventilasi.

“Jika ada celah kan sama aja bohong, APD harus bisa steril dari paparan virus,”ucap Hairul.

Sudah lebih satu tahun Hairul bertugas memakamkan pasien Covid-19 yang meninggal dunia.

Dari awal hingga saat ini perasaan was-was akan terpapar Covid-19 selalu menghantui. Apalagi ada anak, istri di rumah.

Namun dorongan kemanusiaanlah yang membuatnya bertahan. Apalagi tak semua orang mau menjadi petugas pemakaman.

Jadi petugas pemakaman Covid-19 bukan hal yang mudah. Apalagi dengan memakai APD lengkap.

“Bahkan ada teman yang hampir pingsan saat bertugas karena tidak bisa bernapas,” bebernya.

Jadwal pemakaman sendiri tidak menentu. Bergantung waktu pasien meninggal. “Bisa pagi, siang, sore bahkan malam hari.”

Setelah selesai melakukan pemakaman, satu per satu APD dilepas. Setiap melepas selalu disemprot disinfektan. Setelah semuanya terlepas baru dimasukkan ke dalam kantong plastik. Lalu disemprot disinfektan, termasuk bagian seluruh tubuh.

APD yang dalam plastik dibawa ke rumah sakit untuk dibakar. Usai itu, ia pun langsung mandi di rumah sakit. Lalu pulang. Sebelum masuk rumah kembali ia mandi. Merendam seluruh pakaiannya. Semua itu dilakukannya saban hari setiap kali ada yang dimakamkan.

“Setelah memastikan semua protokol kesehatan pemakaman jenazah sudah dilakukan baru berani bersentuhan dengan keluarga di rumah,” cerita Hairul.

Lantas berapa upah yang didapat sekali memakamkan jenazah Covid-19?

Setiap kali bertugas, ia diberi upah Rp150 ribu. Selain itu, oleh RS HBK dikasih vitamin, termasuk untuk keluarga di rumah.

“Alhamdulillah selama bertugas tidak pernah merasakan gejala ke arah Covid-19. Semoga terus diberi kesehatan oleh Allah SWT kepada saya dan keluarga, sehingga bisa terus bertugas,” harapnya.

Sebagai ikhtiar, selain minum vitamin, ia juga rutin berolahraga. Seperti lari atau main bulutangkis, dan berjemur setiap hari pukul 10.00. Tak kalah pentingnya menjaga pola makan.

Selain bertugas di pemakaman, Hairul juga pernah bertugas selama 6 bulan di pemulasaran jenazah Covid-19 pada RS HBK Maburai.

Jadi bila ada isu di luar sana bahwa pasien Covid-19 tidak dimandikan secara syariat islam, menurutnya tidaklah benar.

Selama menjadi petugas pemulasaran syariat islam itu dijalankan. “Ada ustaznya juga di sana,” ujarnya.

Keluarga pun juga bisa menyaksikan. Tapi dengan APD lengkap. Termasuk saat dikafani hingga disalatkan.

“Saat inipun jika petugas pemulasaran berhalangan saya juga diminta bertugas di sana,” kata Hairul.

Hairul berharap meski tugas yang ia lakukan hanya bermodal dorongan kemanusiaan tentu untuk menghidupi keluarga di rumah memerlukan biaya.

“Kalau bisa honor petugas ditambahi, namanya berharap kan boleh saja. Jika pun tidak ada penambahan saya tetap memenuhi panggilan kemanusian ini,” katanya.

“Semoga apa yang saya lakukan bersama kawan-kawan menjadi ladang ibadah di hadapan Allah, ” pungkasnya.



Komentar
Banner
Banner