Kalsel

Blakblakan Hiswana Soal Biang Kerok Kelangkaan Elpiji di Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kalimantan Selatan Saibani, buka…

Featured-Image
Hiswana menyebut kelangkaan elpiji di Kalsel tidak ada sangkut pautnya dengan stok. Foto: Antara

bakabar.com, BANJARMASIN – Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) Kalimantan Selatan Saibani, buka suara soal kelangkaan gas elpiji 3 kilogram yang mendera belakangan waktu.

Menurutnya, kelangkaan ini tak ada sangkut pautnya dengan ketersediaan stok dari Pertamina. Melainkan distribusi yang terhambat akibat infrastruktur rusak imbas banjir.

“Kalau kelangkaan itu tidak ada. Stok aman. Tapi karena memang distribusinya. Itu jembatan kilometer 55 tak bisa dilewati mobil elpiji,” bebernya kepada bakabar.com, Selasa (16/2) malam.

Pun, dengan kedua jembatan Pabahanan di Tanah Laut.

“Mobil elpiji di atas 20 ton tak bisa lewat,” ujarnya.

Saat ini Hiswana sedang mencari solusi atas masalah pendistribusian tersebut.

Mengingat, depo elpiji berada di bantaran Sungai Barito, persisnya di kawasan Jembatan Barito yang juga perlu waktu untuk menyalurkan gas ke Stasiun Pengisian dan Pengangkutan BulkElpiji (SPBE) di sejumlah wilayah.

“Waktu dari depo ke Banjar Raya menggunakan LCT bolak balik 4 jam. Mengisi 1 jam. Artinya ada sekitar 5 jam. Belum lagi waktu untuk menyalurkan ke SPBE, ke agen, baru bisa sampai ke pangkalan,” jelasnya.

Lantas sampai kapan permasalahan ini bisa selesai? Saibani tentu berharap cepat.

Namun sekali lagi semuanya bergantung cepat lambatnya perbaikan infrastruktur pasca-banjir.

Dari informasi yang ia dapat, bahwa Jalan Lingkar Utara kemungkinan besar baru bisa diakses pada awal Maret mendatang.

“Itu untuk kebutuhan Banjarmasin, Banjarbaru, Banjar insyaallah normal,” bebernya.

Sementara yang menghawatirkan ialah distribusi untuk wilayah hulu sungai atau Banua Anam. Pasalnya, dari informasi yang ia dapat Jembatan Sungai Salim baru bisa selesai di Juni mendatang.

“Mudah-mudahan bisa lekas. Kita memahami pemerintah, situasi dan kondisinya. Tapi kebutuhan pokok ini bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan masyarakat,” ucapnya.

Disinggung soal adanya jalur alternatif melalui jalan tambang PT Talenta Bumi, Saibani juga mengetahui opsi tersebut.

Namun yang perlu dicatat, ujarnya, sebelum menuju jalur tersebut angkutan elpiji juga harus melintas di jalan Sungai Gampa, Batola yang terbilang sempit. Saat ini juga mulai mengalami kerusakan.

“Memang betul kita bisa melewati Jalan Talenta. Tapi sebelum ke sana kita harus melalui jalan di kawasan Sungai Gampa Batola, yang diketahui sempit dan mulai berlubang,” imbuhnya.

Sebagai contoh, untuk mengirim elpiji ke Kabupaten Tabalong normalnya memerlukan waktu 6-7 jam. Namun sejak rusaknya infrastruktur bisa makan waktu sampai 12 jam.

“Jalan hiking itu betul besar, tapi sebelum menuju ke sana. Itu masalahnya,” ucap Saibani.

Meminjam data Hiswana, kuota untuk elpiji 3 kilogram guna keperluan di 13 Kabupaten/Kota Kalsel tahun ini sebanyak 96.966 metrik ton (MT). Banjar, dan Banjarmasin paling banyak.

Rinciannya, Kabupaten Balangan mendapat jatah 2.554 MT, Banjar 13.408 MT, Barito Kuala 7.560 MT, Hulu Sungai Selatan 6.575 MT, Hulu Sungai Tengah 6.790 MT, Hulu Sungai Utara 5.396 MT.

Kemudian, Kotabaru 6.580 MT, Tabalong 5.034 MT, Tanah Bumbu 5.795 MT, Tanah Laut 8.902 MT, Tapin 4.444 MT, Banjarbaru 6.185 MT, dan Banjarmasin 18.643 MT.

Imbas terhambatnya pendistribusian ini, jatah elpiji khususnya untuk wilayah Banua Anam -sebutan untuk kawasan hulu sungai Kalsel- hanya berkisar 50 persen dari kondisi normal. Sementara untuk BBM mencapai 21-25 persen dari normal.

“Kalau elpiji hampir 50 persen untuk Banua Anam. Sedang BBM 21-25 penurunannya. Karena mobil elpiji tak ada yang kecil rata-rata di atas 20 ton. Sehingga geraknya lambat,” katanya.

Saibani juga mengharapkan langkah cepat dari Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah XI untuk segera memperbaiki jalan, khususnya di Lingkar Utara.

“Kita juga mendorong balai jalan, orang-orang ahli yang punya kemampuan cepat bisa memperbaiki Jalan Gubernur Syarkawi,” harapnya.

Analisis Polisi

Sepekan belakangan, kelangkaan elpiji 3 kilogram mendera warga di Kalimantan Selatan.

Banyak warga berteriak kesulitan mencari gas melon. Gas di pangkalan kerap kosong.

Kalaupun ada, harganya selangit. Di level eceran, bahkan bisa tembus Rp50 ribu. Khususnya di Banjarmasin.

Tentunya, harga ini tak wajar. Dan melanggar hukum. Pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) Rp17.500.

Lantas apa yang terjadi. Apakah ada permainan oleh oknum yang tak bertanggungjawab di balik kelangkaan ini?

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

HALAMAN
12


Komentar
Banner
Banner