Kalsel

Kesbangpol Cegah Paham Radikal Masuk ke Kotabaru

apahabar.com, KOTABARU – Pemerintah Daerah (Pemda) Kotabaru melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kotabaru mencegah…

Featured-Image
Kepala Badan Kesbangpol Kotabaru, Drs H Adi Sutomo, beserta narasumber Ketua MUI Kotabaru, KH Muhyar Darmawi, dan Ketua FKUB Kotabaru, KH Mukhtasor, saat sosialisasi bahaya paham radikal untuk pelajar dan mahsiswa di Kotabaru. Foto-Istimewa

bakabar.com, KOTABARU – Pemerintah Daerah (Pemda) Kotabaru melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kotabaru mencegah adanya paham radikal masuk ke kalangan pelajar dan mahasiswa.

Pencegahan terhadap paham yang dinilai bertentangan dengan undang-undang ini dilakukan kembali. Itu dilakukan dengan rangkaian kegiatan sosialisasi bahayanya paham radikal.

Sosialisi sekaligus upaya memberikan pemahaman sejak dini untuk para pelajar, dan mahasiswa itu berlangsung di Gedung Ratu Intan, Kotabaru, Selasa (25/2) pagi.

Pantauan bakabar.com, dari berbagai organisai mahasiswa, Osis dan pelajar sekolah atusias hadir dalam kesempatan itu.

Tidak tanggung-tanggung, sebagai pembicara, panitia menghadirkan tokoh yang mempuni di bidangnya.

Di antaranya, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kotabaru, KH Mukhtasor, serta Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kotabaru, KH Muhyar Darmawi.

Kepala Kesbangpol Kotabaru, Drs H Adi Sutomo mengatakan termonitor adanya kelompok paham radikal yang telah menyebarkan pemahamannya di kalangan pelajar dan mahasiswa Kotabaru memiliki tujuan agar dapat menanamkan pemahamannya maupun merekrut agar masuk kelompoknya.

Adi juga bilang, masuknya pemahaman tersebut, dari beberapa jalur. Pertama masuk dari orang luar, dengan metode mengisi mentor atau kegiatan diskusi maupun pengajian.

Kedua, katanya lagi, paham radikal itu masuk dari pelajar itu sendiri. Sebagai contoh, pelajar tersebut membawa pemahaman dari lingkungan keluarga atau mencari guru diluar.

Selanjutnya yang ke tiga, karena adanya dosen atau guru yang memiliki paham terlarang, lalu mengajarkan pemahamannya ke muridnya.

Untuk yang terakhir, pelajar mempelajari buku atau kajian dari referensi yang menyesatkan, dan memberikan pemahaman tersebut kepada teman-teman di lingkungan sekolah.

Lantas, eks Kepala Dinas Perhubungan Kotabaru ini meminta agar para pelajar, dan mahsiswa di Kotabaru untuk berpartisipasi dalam pengawasan terhadap penyebaran pemahaman radikal di lingkungan sekolah atau kampus.

“Nah, bagi pelajar, dan mahasiswa yang menemukan indikasi masuknya paham radikal di lingkungan kampus atau sekolah bisa menginfokan baik ke Kesbangpol, MUI, FKUB, maupun Apkam di Kotabaru ini,” pungkasnya.

Sementara itu, KH Muhtasor menyampaikan, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara demokrasi, plural, namun tidak liberal.

Negara memberikan kebebasan masyarakatnya untuk berbudaya, beragama, namun diberikan aturan atau batasan agama mana saja yang diperbolehkan agar pemikiran masyarakatnya tidak liar.

Menurutnya, apabila negara tidak mengatur hal tersebut, maka akan berkembang ajaran yang pemikirannya berbahaya, ingin menguasai negara dan memecah belah masyarakat.

“Nah, tentu saja, negara kita tidak bisa menerima pemahaman seperti itu, karena di dalamnya ada berbagai suku, agama, ras dan budaya,” katanya.

Dijelaskanya pula, terdapat beberapa ciri yang bisa dikenali dari sikap dan paham radikal. Pertama, intoleran, tidak mau menghargai pendapat & keyakinan orang lain.

Ke dua fanatik, yaitu selalu merasa benar sendiri, menganggap orang lain salah. Ke tiga, eksklusif, membedakan diri dari umat Islam umumnya, dan yang ke empat, revolusioner, cenderung menggunakan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.

“Jadi, jelas. Bahayanya kelompok berpaham radikal ini menyebarkan pemahamannya di kalangan pelajar. Karena perjalanan hidup pelajar masih panjang. Apabila pemahaman tersebut tertanam sejak dini, maka pemahaman radikal tersebut akan tumbuh dan berkembang dalam waktu yang cukup lama,” ujarnya.

KH Muhiyar Darmawi, menambahkan, paham dan tindakan ekstrem yang berakar dari radikalisme masih gencar disebarkan oleh sejumlah kelompok yang tidak menginginkan Indonesia hidup dalam kemajemukan.

Hal itu, menurutnya, harus menjadi perhatian serius berbagai elemen untuk menutup derasnya radikaslisme yang memanfaatkan keran demokrasi di Indonesia.

Persoalan kesenjangan ekonomi menjadi objek dasar kegagalaan sistem demokrasi. Sehingga, kelompok radikal berpendapat kesenjangan ekonomi ini akan usai jika sistem diganti, menjadi sistem khilafah.

Diungkapkannya pula, paham radikal memanfaatkan kemajuan dan kecanggihan teknologi informasi untuk menyebarkan arus propaganda radikal.

Para simpatisan kelompok radikal akan tergerak jika konten-konten yang mereka sebarkan berbau sikap aniaya dari pemerintah. “Atau lebih jelasnya soal perlakuan tidak adil dari pemerintah ini menjadi dasar upaya makar melalui narasi yang menjadi visi sistem khilafah,” terangnya.

Sebelum mengakhiri, dia menyebut bahwa dunia pendidikan menjadi sasaran utama bagi kelompok radikal untuk menebarkan kebencian.

Bahkan di sekolah-sekolah sudah pada taraf sesat dan haram hormat pada bendera merah putih.

“Yang lebih parah lagi, nasionalisme disebut tidak ada dalilnya. Pancasila dianggap thogut, dan perlu diperangi. Bersikap apatis terhadap upacara bendera dan lagu Indonesia Raya, serta menolak segala upaya yang ingin memperkuat karakter kebangsaan seperti pramuka dan lainnya,” pungkasnya menutup.

img

Organisasi pelajar, dan mahasiswa di Kotabaru saat ikut serta dalam sosialisasi pencegahan paham radikal. Foto -Istimewa

Baca Juga: Noormiliyani Prihatin, Batola Keluar Sepuluh Besar KLA

Baca Juga: Buang Sabu ke Sungai, Pria di Babirik Tetap Ditangkap

Reporter: MasdukiEditor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner