Politik

Konsep Ulama Umara Maju Pilkada Banjar, Ideal kah?

apahabar.com, MARTAPURA – Figur ulama menjadi magnet dalam perpolitikan di Kabupaten Banjar. Para elit politik seperti…

Featured-Image
Ilustrasi Pilkada 2020. Foto-REQnews.com

bakabar.com, MARTAPURA - Figur ulama menjadi magnet dalam perpolitikan di Kabupaten Banjar. Para elit politik seperti berlomba-lomba mendapatkan legitimasi ulama. Bahkan mereka menggandeng langsung sebagai wakil.

Perpolitikan di kabupaten berjuluk Serambi Mekkah itu seperti tertaman mindset "jika tidak didukung ulama sulit menang". Bukan tanpa alasan. Sejak pemilihan kepala daerah secara langsung dipilih masyarakat pada 2005, calon yang melenggang ke Banjar 1 selalu menggandeng sosok berlatarbelakang ulama atau agamis.

Sebut saja dua periode era Sultan Khairul Saleh. Periode pertama (2005-2010) Khairul Saleh menggandeng Tuan Guru Hatim Salman sebagai wakilnya. Di periode kedua (2010-2015), Khairul Saleh kembali menang di Pilkada 2010 dengan wakilnya H A Fauzan Saleh, Ketua STAI Darussalam Martapura.

Kemudian di Pilkada Banjar 2015, perolehan suara pasangan Khalilurrahman-Saidi Mansyur (Khos) melampaui jauh perolehan pasangan Fauzan Saleh-Teja Sukmana (Fasja) dengan perbandingan 114.863 dan 61.004suara.

Saat itu, Pilkada Banjar ada 4 pasangan. Pasangan Khos dan Fasja dinilai lebih diunggulkan ketimbang dua pasangan lainnya. Sebab, kedua pasangan ini memiliki backround tokoh agamis; Khalilurrahman saat itu Pimpinan Ponpes Darussalam Martapura, sementara Fauzan Saleh Ketua STAI Darussalam Martapura.

Prediksi banyak orang tak meleset. Perolehan dua pasangan itu jauh lebih banyak memperoleh suara dibandingkan dua pasangan lainnya; Abidinsyah-Mawardi Abbas 39.360 suara dan Chairiansyah-Abdul Hadi Al Hafiz dapat 32.775 suara.

Di Pilkada 2020, persaingan sesama tokoh ulama semakin sengit. Hingga saat ini, sudah ada tiga pasangan bakal calon yang menggandeng ulama; Andin Sofyanoor-Guru Syarif Bustomi, Gusti Sulaiman Razak-Guru Ali Murtado, dan yang terbaru H Rusli-Guru Fadhlan Asy`ari.

Selain itu ada pasangan Mada Taruna dan Ferryansyah. Meski pasangan berjuluk Mari ini sama-sama dari kalangan ASN, namun keduanya mengklaim telah mendapat perintah dan legitimasi dari sejumlah ulama di Kabupaten Banjar untuk maju.

Konsep ulama dan umara diyakini adalah yang paling edial untuk kabupaten yang juga berjuluk Kota Santri itu. Bahkan, konsep ulama-umara ini sudah dilakukan pasangan Jokowi-Ma`ruf. Hasil Pilpres 2019 setidaknya membuktikan bahwa masyarakat Indonesia menyukai konsep ulama-umara.

Di sisi lain, hal ini menjadi dinamika tersendiri bagi para elit politik. Membuat segalanya menjadi sangat dinamis. Rencana awal para elit parpol bisa saja berubah lantaran ulama yang mulanya dikehendaki bergabung kemudian berpindah haluan.

Menanggapi hal itu, pengamat hukum dan politik di Kabupaten Banjar, Supiansyah Darham menilai peran ulama di Kabupaten Banjar memang tidak bisa dikesampingkan. Selain pengaruhnya sebagai ulama di masyarakat Banjar, pembangunan di Kabupaten Banjar juga tak lepas dari peran ulama.

Maka wajar, menurutnya, para bakal calon Bupati Banjar ramai mendekati ulama. Bahkan, ucapnya, sosok ulama mengalahkan nama besar partai. "Jika sudah tokoh ulama yang maju, masyarakat bahkan tidak lagi memandang siapa partai yang mengusungnya. Jika ada pun hanya sebagian kecil," ujar Supiansyah kepada bakabar.com, Jumat (10/1).

Bagi masyarakat, lanjutnya lagi, dalam memilih pasangan calon yang melibatkan ulama ini jangan hanya memandang ulamanya saja. Namun tak kalah penting adalah melihat visi - misi calon bupati itu untuk Kabupaten Banjar untuk jangka panjang.

img

Supiansyah Darham SE SH. Foto-Istimewa

"Jangan sampai memilih pasangan bupati yang hanya nafsunya saja menjadi bupati, yang ketika menjadi bupati tidak ada perubahan yang signifikan dalam pembangunan," jelas pria yang juga berprofesi sebagai advokat itu.

Artinya, lanjutnya lagi, majunya seorang ulama dalam Pilkada tidak menjadi jaminan akan daerah itu akan lebih baik. Ia menilai, pembangunan di Kabupaten Banjar saat ini terbilang stagnan. "Saat ini

pembangunan stagnan, coba lihat lagi gambaran yang saat ini terjadi. Hal ini menjadi salah satu acuan nantinya dalam memilih kepala daerah," katanya.

Supiansyah juga memperingatkan, bagi calon kepala daerah yang menggait ulama sebagai wakil, jangan menjadikan ulama sebagai alat untuk mencari kemenangan. Ia menyarankan pasangan calon harus membikin MoU yang jelas soal tugas nantinya jika terpilih.

"Para alim ulama yang digandeng para kandidat harus punya kontrak politik yang jelas. Jangan dijadikan ulama hanya sebagai ban serep apalagi hanya sekedar tukang baca doa atau ditugaskan mewakili bupati pada acara seremonial," tegasnya.

"Berbagi lah kapling kewenangan. Beri ruang untuk menentukan kebijakan strategis," sambungnya lagi.

Mengakhiri pembicaraan dengan bakabar.com, Supiansyah Darham mengharapkan Pilkada Banjar 2020 tidak menjadikan masyarakat menjadi terpecah belah lantaran berbeda pilihan.

"Saya rasa masyarakat Banjar yang dikenal religius sudah dewasa menyikapi hal ini. Saya sesama ulama yang maju mereka sebenarnya tetap satu, yaitu sama-sama ingin membangun Kabupaten Banjar yang lebih baik lagi," tutupnya.

Untuk diketahui, selain empat pasangan bakal calon Pilkada Banjar yang disebutkan di atas, masih ada kandidat lainnya, yakni pasangan Yunani-Suriani. Sementara kandidat yang belum berpasangan seperti H Saidi Mansyur, Gusti Iskandar, Rizqillah Suhaili, Achmad Rivani, dan lainnya.

Baca Juga: H Rusli-Guru Fadhlan Maju Pilkada Banjar, Bagaimana Sikap Golkar?

Baca Juga: H Rusli Mantap Berduet dengan Guru Fadhlan di Pilbup Banjar

Baca Juga: PKB Banjarmasin Akan Lakukan Uji Kelayakan dan Kepatutan Calon Kepala Daerah

Baca Juga: Mau Jadi Gubernur Kalsel via Jalur Non-Parpol? Segini KTP Wajib Dikumpulkan

Reporter: Ahc22Editor: Syarif



Komentar
Banner
Banner