bakabar.com, BANJARMASIN – Hari ini, warga Tionghoa di seluruh Indonesia, termasuk Banjarmasin sedang merayakan Hari Raya Imlek tahun 2571.
Namun, tahukah Anda, keberadaan warga Tionghoa di Banjarmasin telah ada sejak abad ke-14 silam?
Sebagaimana dalam Catatan Kronik Cina Buku 323, Sejarah Dinasti Ming tahun 1368-1643, menyebutkan tentang keberadaan Kesultanan Banjar, pada masa Sultan Hidayatullah I (Sultan Banjar ketiga).
“Dalam sumber ini juga menunjukan adanya kunjungan pedagang Cina di Banjarmasin,” ucap Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM, Mansyur kepada bakabar.com, Sabtu (25/1) pagi.
Dalam artian, orang Cina sudah ada di Banjarmasin untuk berdagang, walaupun belum tinggal menetap, pada tahun 1368-1643 silam.
Pada umumnya barang yang diperdagangkan orang-orang Cina seperti porselin, teh, kain sutera, dan beras.
Tak hanya itu, orang Cina membeli lada dan hasil hutan, tripang, jeli yang dibawa dari pedagang Makasar serta rempah-rempah dari Maluku.
Dalam masalah perdagangan, warga Tionghoa memiliki modal yang kuat.
Bahkan, mereka mampu menyewa perahu kecil milik penduduk untuk digunakan berlayar sampai ke pedalaman.
Baca Juga:Euforia Imlek, Warga Banjarmasin Serbu Barongsai di Kawasan Veteran
“Di sana mereka dapat menjual barang dagangannya kepada penduduk di pedalaman,” terang Mansyur.
Mereka juga mencari komoditas lada atau sahang.
Di mana komoditas ini dihasilkan Kesultanan Banjar yang ramai diperdagangkan di pasar internasional dengan orang Eropa.
Selain itu, dalam sumber Cina masa dinasti Ming tahun 1618, kembali muncul catatan orang Cina tentang Banjarmasin.
Sumber ini, kata Mansyur, menyebutkan terdapat rumah-rumah di atas air yang dikenal sebagai rumah Lanting (rumah rakit).
Sumber ini berasal dari catatan ini dirangkum Zang Xie, dalam tulisannya Dong Xi Yang Kao tahun 1618.
Pedagang Cina pada era sudah mulai menetap dengan menempati wilayah Pecinan.
Meski begitu, perdagangan Cina sempat menurun dan bahkan terhenti sekitar periode tahun 1701-1707.
Lantaran adanya perselisihan antara pedagang Banjar (Biaju) dengan orang orang Inggris.
Namun, pada tahun 1707, orang-orang Cina bebas kembali untuk mengadakan transaksi dengan para pedagang lada Banjar dan Biaju.
Baca Juga:Perayaan Imlek dan Partisipasi Non-Konghucu di Banjarmasin
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin