bakabar.com, MARTAPURA – Meroketnya harga elpiji 3 kilogram (kg) di beberapa wilayah Indonesia bukan menjadi hal baru. Tak hanya di wilayah Kalimantan, menurut Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar, Jimmy menyebut permasalahan nasional ini telah terjadi sepanjang tahun ini.
“Kondisi kenyataannya di masyarakat memang begitu, tidak bisa ditutup-tutupi. Rata-rata mulai Rp27 ribu - Rp 35 ribu. Ini tidak hanya terjadi di akhir tahun saja,” ungkap Jimmy kepadabakabar.com, Rabu (18/12) siang.
Permasalahan yang sering dijumpai ujarnya seperti harga, arus distribusi hingga sasaran pengguna yang tidak tepat. Sebab, menurut SK Gubernur yang telah beredar, LPG 3 kg hanya diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dibawah Rp 1,5 juta dan para pelaku usaha yang memiliki omset kurang dari Rp 50 juta rupiah atau Rp 300 juta dalam setahun.
“Tapi kenyataannya kita tidak bisa menutupi bahwa kadang terjadi kelangkaan dan harga dijual di atas HET (Harga Eceran Tertinggi),” ungkapnya.
Selama ini, Disperindag Banjar telah menjalankan tugas dan fungsi (tusi) melalui monitoring yang dilakukan setiap Selasa dan Kamis. Data terakhir per 17 Desember menunjukkan harga si melon berada di kisaran Rp 35 ribu.
Sebelumnya, pernyataan serupa juga dilontarkan oleh Kabid Perdagangan Dinas Perdagangan Banjarbaru, Anshori. Permasalahan ini pun telah coba pihaknya laporkan kepada kementerian perdagangan pusat dan provinsi untuk segera diberikan solusi penyelesaian.
“Saya tidak memungkiri apa yang disampaikan beliau, karena kami pernah duduk bersama membicarakan hal ini. Sesuai tusi, kami sudah mencoba melakukan monitoring dan pembinaan secara persuasif,” bebernya.
Meski begitu, Disperindag Banjar kata dia telah mencoba mengajukan telahaan staf kepada Bupati Banjar untuk permohonan petunjuk dan arahan tentang permintaan masyarakat mengenai penambahan kuota LPG dan Bio Solar bersubsidi.
“Intinya pendapat kami, Kabupaten Banjar harusnya berkoordinasi dengan dinas ESDM Provinsi karena kewenangannya tidak ada lagi di Kabupaten/Kota,” papar dia.
Selain meminta arahan dan informasi mengenai kuota dan penyesuaian HET LPG 3 kg, pihaknya juga mencoba berkoordinasi kepada Pertamina mengenai hal yang sama. Namun sayang, kata Jimmy, hingga kini pihaknya belum menerima tanggapan secara resmi.
Untuk menghindari permasalahan berlarut-larut, pihaknya kini tengah mencoba solusi lain yaitu mengadaptasi cara Pemerintah Kalimantan Tengah dalam mengatasi persoalan LPG ini. Ide ini dia dapatkan ketika pihaknya melakukan studi banding ke Palangkaraya 28 November lalu.
“Jadi Gubernur menginstruksikan kepada bupati dan walikota untuk membuat tim pembinaan, pengendalian dan penindakan dalam rangka pemanfaatan LPG PSO,” jelasnya
Meski masih berupa konsep, Jimmy berharap cara ini dapat diaplikasikan juga di Kabupaten Banjar. Melalui telaah staf kepada Kepala Disperindag dan Bupati Banjar, usulan ini dapat menjadi acuan sebagai instruksi dari Bupati kepada stakeholder terkait untuk membuat tim tersebut.
“Melalui Asisten 2 TPID. Tim bisa terdiri dari bagian ekonomi selaku leading sector, disperindag, kapolsek, satgas pangan, satpol pp, kecamatan, pertamina, agen hingga pangkalan,” ujar dia.
Melalui kolaborasi pembentukan tim tersebut kata dia, akan memudahkan dalam melakukan pembinaan, pengawasan sampai pada penindakan. Sebab tusi Disperindag saat ini hanya sebatas melakukan monitoring dan pembinaan secara persuasif saja.
“Kami tidak bisa melakukan tindakan, di luar itu harus ada tim yang berkolaborasi dengan stakeholder terkait,” ucapnya
Konsep telaahan staf tersebut akan coba dia ajukan pada bulan ini. Ini kata Jimmy, menjadi salah satu upaya Disperindag Banjar dalam membantu masyarakat.
Baca Juga: Jual Sesuai HET, Warga Serbu Pangkalan Gas Elpiji Brigadir Boby
Baca Juga: Harga Gas Elpiji di Barito Utara Capai Rp40 Ribu per Tabung
Reporter: Musnita Sari
Editor: Syarif