bakabar.com, BANJARMASIN – Seorang Railfans (penggemar kereta api) asal Belanda, Gerard W. de Graaf mengungkapkan bahwa di Indonesia, kereta api pertama kali beroperasi di Kalimantan Selatan.
Meskipun, jenis kereta api yang dimaksud adalah kereta pengangkut batu bara menggunakan lori atau kereta menggunakan ban (roda) besi di atas sepasang rel yang ditarik tenaga manusia.
Baca Juga: Torehan Sejarah (1): Kalsel Pertama Kali Miliki Rel Kereta Api di Indonesia?
Adapun, perusahaan kereta tambang tersebut dikelola oleh Borneo Maatschappij dengan lebar spoor 600 milimeter dan sebagian berukuran 1067 milimeter.
“Demikian halnya diungkapkan oleh Leopold dalam tesisnya, De Gezondheidstoestand der Arbeiders bij de Steenko-lenmijnen van Poeloe Laoet (1915),” ucap Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP ULM Mansyur.
Untuk mendukung terlaksananya operasional pertambangan batubara, kata dia, sejak 1903 Pemerintah Hindia Belanda telah menyiapkan hal-hal pendukung. Sehingga investor dapat bekerja dengan baik.
Salah satunya, bekerjasama dengan investor perusahaan tambang Pulau Laut (De Steenkolen-Maatschappij Poeloe Laoet).
Alhasil, dibangun jalan angkut sepanjang 5 kilometer dari daerah Semblimbingan menuju Pelabuhan Stagen yang berjarak sekitar 5 kilometer.
“Pihak investor juga menyediakan kereta tambang dan perancah konstruksi besar untuk mengangkut batubara dan sebuah kapal pengangkut batubara ke Eropa,” ujarnya.
Apabila dibandingkan dengan jalur kereta api Perusahaan Pertambangan Ombilin dengan lokomotif uap E1060 dari Emma Haven (Pelabuhan Teluk Bayur) ke Sawahlunto yang panjangnya sekitar 10 kali lipat yakni mencapai 155, 5 kilometer.
Diduga lokomotif kereta yang dipakai di Pulau Laut tidak jauh berbeda dengan lokomotif uap pada Perusahaan Pertambangan Ombilin yakni lokomotif uap E1060 yang berbahan bakar batu bara.
Dari peta Jalur Rel Kereta/Spoorweg Seblimbingan-Stagen yang dirilis Leopold tahun 1915 tersebut, tambah dia, menunjukkan bahwa rel kereta tambang atau spoorweg melalui jalan perumahan penduduk yang berada di sekitar lokasi pertambangan.
“Selain itu, dari wilayah pertambangan Seblimbingan, rel kereta juga melalui satu jalur sungai dan tiga jalur jalan darat sampai ke Pelabuhan Stagen,” ujarnya.
Setelah ditambang dan diangkut dengan kereta tambang, kemudian dibongkar di kapal angkut yang berlabuh Pelabuhan Stagen. Selanjutnya, dibawa ke Eropa melalui jalur pengangkutan selat Makassar dan Laut Jawa.
Menurut penuturan Leopold, dari bagian pemisahan batubara kemudian jalan rel kereta api, empat kilometer pertama mengikuti batas antara tanah dan rawa. Kemudian kilometer terakhir melalui rawa menuju arah laut. Pada akhirnya baris rel ini adalah dermaga kayu yang dibangun di laut untuk tambatan kapal.
“Dermaga pendaratan memang dibangun dengan baik, kedalaman air 8 meter, yang ditujukan untuk pengisian bahan bakar kapal bisa dilakukan dengan cepat,” paparnya.
Ada dua dermaga pemuatan dengan kedalaman air adalah 8 dan 7 meter. Dermaga ini ditargetkan menampung 1000 ton angkutan kapal per hari.
Kecepatan pengisian bahan bakar, sepenuhnya tergantung pada desain kapal dan alternatifnya antara batas lebar. Di mana tanpa perangkat pemuatan yang dioperasikan harus mendapatkan 3-500 ton, dengan pemuatan 800 ton per hari dari lubang (bunker) tambang.
Baca Juga: Breaking News..!! Pembunuh Pemuda di Kandangan Akhirnya Tertangkap
“Jarak dari tambang ke titik bongkar muat tidak terlalu jauh sehingga biaya angkutan batubara itu sendiri kecil,” pungkasnya.
Reporter: Muhammad Robby
Editor: Muhammad Bulkini