Tak Berkategori

Membumikan Al Quran di Meratus, Kasim Diserang Tenung Hingga Dapat Mendirikan Musala Kokoh

Kasim (22), seorang pengajar Al Quran yang mengabdikan dirinya untuk menyiarkan ajaran Islam di pegunungan Meratus….

Featured-Image
Ustaz M Kasim di ruang utama tempat belajar para santri. Foto-apahabar.com/Lazuardi.

Kasim (22), seorang pengajar Al Quran yang mengabdikan dirinya untuk menyiarkan ajaran Islam di pegunungan Meratus. Tak peduli halangan dan rintangan yang menerpanya dalam berdakwah, ia pantang menyerah mengajarakan ajaran Islam dan menghasilkan generasi muda cinta Alquran.

HN Lazuardi, Barabai

Muhammad Kasim lahir pada 2 Januari 1997 dari keluarga sederhana. Ibunya, Nurjanah seorang ibu rumah tangga dan bapaknya, Hamidi seorang pengayuh becak.

Kasim, semasa kecilnya sudah mengecap pendidikan agama. Sedikitnya, ada tiga pondok tempat ia belajar agama Islam, yakni Ponpes Nurul Muhibbin di Barabai, Ponpes Ibnul Amin di Pamangkih dan Ponpes Tahfiz Alquran Assunah di Barabai.

Saat berumur 16 tahun Kasim sudah mengajar anak-anak membaca Al Quran di Desanya.

Hingga tibalah ia merasa penasaran sekaligus khawatir terhadap perkembangan agama Islam di Pegunungan Meratus. Dalam hati dan pikirannya selalu tertuju pada suatu tempat itu.

Tepat di awal 2016 rasa itu terjawab. Perjalanan Kasim, seorang ustaz muda memulai dakwahnya di pedalaman Hulu Sungai Tengah (HST) itu. Jauh dari kediamannya di Desa Buluan Kecamtan Pandawan, Desa Kundan Kecamatan Hantakan lah yang ia tuju pertama kali.

Baca Juga: Safari Ramadan ke HST, TP PKK Kalsel Dikenalkan 'Riam Bajandik'

img

Sepert ini lah pondok Ar Raudah milik Kasim yang bahannya terbuat dari alam.Foto-bakabar.com/Lazuardi.

Di sana, Kasim menemukan sebuah surau yang nampak tak terurus. Ditumbuhi tumbuhan liar dan semak belukar di halamn surau itu. Ia mulai membersihkannya surau yang terletak di atas bukit, menyeberangi sungai tidak jauh dari permukiman warga sana.

Kemudian ia mengetuk pintu ke pintu rumah warga di sana untuk menyemarakkan surau dengan lantunan ayat suci Al Quran dan salat lima waktu.

Hasilnya, surau tersebut dipenuhi warga desa Kundan. Tua, Muda kembali mengisi surau hingga belajar membaca Al Quran.

Secara konsisten ia mengajar membaca Alquran dan mengajar fiqih. Setahun lamanya ia mengajar agama di Desa Kundan itu membuahkan hasil, surau itu kembali ramai dengan lantunan ayat suci Al Quran dan kumandang azan.

"Alhamdulillah usaha selalu dimudahkan Allah. Masyarakatnya terbuka bahkan menyediakan tempat tinggal untuk saya," kata Kasim saat ditemui bakabar.com, (Selasa, 09/05/2019).

Tak berhenti di situ usaha kasim menyiarkan agam Islam. Ia juga mengajar mengaji dari pintu ke pintu di Desa Tilahan. Tak terlalu jauh sebelum menuju Desa Kundan.

"Kadang satu rumah ada 4 sampai 5 anak yang datang mengaji waktu itu. Lalu saya teruskan perjalann menuju Kundan," kata Kasim.

Akhirnya Kasim menemukan tempat strategis. Letaknya pas di antara Kundan dan Desa Haruyan Dayak. Itulah Desa Tilahan Kecamatan Hantakan. Di sanalah ia mendirikan sebuah pondok Al Quran yang sekarang diberi nama Ar-Raudah.

"Itu untuk memudahkan anak-anak yang ingin belajar. Karena tempatnya pas di tengah-tengah dan tidak terlalu jauh," kata Kasim.

Ia dibantu warga Tilahan mendirikan bangunan yang memiliki ukuran 8 X 13 meter.Pondok mulai didirikan pada 2018. Bangunannya semua berbahan dasar dari alam. Seperti atap yang terbuat dari daun rumbia, dinding didominasi dari anyaman bambu dan tiang serta lantai dari batang kayu hutan.

Di dalamnya terdiri dari 3 ruangan yakni ruang utama sebagai tempat belajar, ruang tempat tidur para santrinya dan ruang tempat memasak. Semua kegiatan di lakukan di dalam pondok itu.

Proses mendirikan bangunan tersebut memakan waktu satu tahun. Pondok itu awalnya didirikan di atas tanah dari milik seorang warga di sana.

"Dulunya semak belukar, dipinajmi warga sini. Hingga akhirnya dibeli Ustaz Kasim," kata Alfianoor, salah satu santri Ar Raudah dari Banian, Batulicin.

Puluhan santri dari berbagai kecamatan di HST dan luar HST 'mondok' di tempat itu. Santri yang ingin belajar di sana tidak dipungut biaya. Mereka diajarkan membaca dan menghafal Al Quran serta fiqih.

img

Kasim menunjukkan foto bersama warga Desa Kundan ketika pertama kali ia memulai dakwah di sana. Foto-bakabar.com/Lazuardi.

"Dulu seratusan, sekarang tinggal 70 orang," kata Alfianoor.

Perjalanan Kasim tentulah tidak semulus cerita di atas. Jerih payahnya mengajar, mengajak serta membujuk orang-orang di Pegunugan Meratus penuh pengorbanan.

Di awal perjalan dakwahnya Kasim sempat mendapat perlakuan buruk dari oknum yang tak suka padanya.

Bahkan ia sempat terkena serangan 'tenung' (ilmu hitam untuk mencelakakan orang), yang mengakibatkan tubuh Kasim membengkak dan gatal-gatal.

Karena itu, ia sempat dilarang orang tuanya untuk mengjar kembali di Pegunungan Meratus.

"Berkat penjelasan dan izin Allah, orang tua mengerti. Karena dakwah itu tidak setengah-setengah. Kalau saya menyerah saat itu maka akan kalah dan orang itu akan tersenyum dan bangga kalau saya menyerah," ungka Kasim.

Berbagai cara ia terapkan. Mulai dari memasak untuk anak-anak selepas membaca Alquran, bahkan ia menyisihkan sebagaian penghasillnya untuk dibagikan ke anak-anak yang membaca Alq Quran dan salat berjamaah.

"Dulu kan saya kerja di toko bangunan di Barabai. Jadi gaji saya sisihkan sebagian untuk anak-anak. Alhamdulillah cara itu bisa membuat anak-anak tertarik belajar hingga saat ini," cerita Kasim.

Akhirnya ia rela meninggalkan pekerjaannya itu dan menetap di Desa Tilahan. Hingga kini menetap di pondok Ar Raudah bersama istri dan para santrinya.

Jerih payahnya berdakwah membuahkan hasil, banyak bantuan yang datang. Hingga akhirnya berdiri lah sebuah mushala kokoh di belakang pondok Ar Raudah.

"Itu semua berkat bantuan masyarakat, para alim ulama, forum koordinasi pimpinan daerah. Untuk meresmikan mushala dan memberi namanya, nanti Guru Bakhit," kata Kasim.

Baca Juga: Gelar SOTR, BPK Banjarmasin Berupaya Ubah Stigma Masyarakat

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin



Komentar
Banner
Banner