bakabar.com, BANJARMASIN – Pengamat Politik Universitas Islam Kalimantan, Dr. Muhammad Uhaib As'ad, M.Si memiliki pandangan berbeda. Kekalahan Jokowi di Kalimantan Selatan bukanlah faktor ulama semata.
“Bukan soal ulama atau kyai. Pilihan rasionalitas politik (rational choice) warga Kalsel semakin berkembang di tengah tsunami politik uang. Waiting people. Warga merindukan perubahan politik dan ekonomi yang lebih baik di saat stagnasi ekonomi semakin akut di bawah rezim Jokowi,” tuturnya kepada bakabar.com.
Menurut Uhaib, masyarakat Kalsel cenderung merindukan perubahan. Resistensi politik publik ditunjukkan dengan memberikan dukungan politik pada Prabowo yang saat ini masih dalam proses penghitungan.
Masyarakat, kata dia, perlu kepastian secara politik dan ekonomi. Masyarakat, sebutnya lagi, sudah bosan diajak menghayal dengan janji janji penguasa atau para elite.
“Menurut saya, tidak ada korelasi siginifikan antara rational choice public dengan ulama atau parpol. Justru rakyat tidak percaya lagi dengan partai karena partai sudah menjadi kartel (perusahaan) atau oligarki,” jelas dia.
Baca Juga: Kalsel Memilih: Mesin Parpol Tak Panas, TKD Cenderung Elitis
Fenomena kemenangan Prabowo di Kalsel secara signifikan sebagai gambaran bahwa warga Kalsel tidak bisa lagi dimobilisasi oleh struktur kekuasaan atau politik patronase.
“Di Kalsel telah terjadi fragmented society atau warga yang terpolarisasi, liar dan tidak bisa didikte atau dimobilisasi, seperti cara-cara politik oligarki Orde Baru,” ujarnya.
Menurutnya, proses demokrasi kapitalistik, demokrasi sudah menjadi industri yang mengandalkan kekuatan kapital untuk meraih panggung politiik.
Oleh karenanya, sudah dapat diprediksi bahwa hanya orang yang bermodal kuat yang bisa memenangkan kontestasi politik.
“Nah, faktanya memang demikian seperti yang dapat diamati seperti di Kalsel ini,” jelasnya.
Untuk diketahui, saat ini seluruh elemen masyarakat menanti rekapitulasi suara dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Hasil quick count lembaga kredibel telah memperlihatkan bahwa rakyat Indonesia telah mengambil keputusan.
Sembari menunggu real count sebagai standart konstitusional, sejumlah lembaga survei telah memenangkan Jokowi-KH Ma'ruf Amin, dengan selisih sekitar sepuluh persen.
Meski begitu, potret perpolitikan Kalimantan Selatan (Kalsel) terbilang unik. Kemungkinan besar Prabowo unggul atas Jokowi pada pertarungan Pilpres kali ini, sekalipun eks gubernur DKI Jakarta itu menang secara nasional.
Hasil di Banua memang di luar dugaan mengingat masifnya dukungan sebelum Pilpres kepada Jokowi.
Fenomena kepala daerah termasuk banyak parpol pengusung yang mengalihkan dukungan dari sang penantang capres petahana.
Baca Juga: Kalsel Memilih: Potret Unik Politik Daerah, Patuhi Ulama Ketimbang Parpol
Paling membekas di ingatan aksi show on12 kepala daerah yang mendeklarasikan dukungan terhadap Jokowi.
Dari deretan itu hanya Wali Kota Ibnu Sina yang absen dari panggung deklarasi. Ibnu Sina adalah kader PKS, salah satu partai pengusung Prabowo.
Dukungan mereka itu tentunya juga diikuti oleh partai pengusung, seperti Golkar, PPP, dan PAN yang pada 2014 mendukung Prabowo.
Tentu, paling menyita perhatian publik adalah manuver yang dilakukan Muhidin. Ketua PAN Kalsel yang menentang keputusan PAN pusat.Serupa PKS, PAN adalah loyalis Prabowo di level pusat.
Deklarasi dilakukan. Termasuk orang nomor satu di Kalsel saat ini; Paman Birin alias Sahbirin Noor. Ada pula Wali Kota-Wakil Wali Kota Banjarbaru Nadjimi Adhani-Darmawan Jaya Setiawan, Bupati-Wakil Bupati Barito Kuala Noormiliyani-Rahmadian Noor.
Lalu, Bupati-Wakil Bupati Banjar Khalilurrahman-Said Mansyur, Bupati-Wakil Bupati Tapin Arifin Arpan-Syafrudin Noor, Bupati-Wakil Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid-Husairi Abdi, Bupati-Wakil Bupati Tabalong Anang Syakhfiani-Mawardi.
Tak tertinggal, Bupati Balangan Ansharuddin, Bupati-Wakil Bupati Kotabaru Sayed Jafar Al Idrus-Burhanuddin, Bupati Hulu Sungai Selatan Achmad Fikry, Bupati Tanah Laut Sukamta, serta (Plt) Bupati Tanah Bumbu Sudian Noor.
Jokowi kalah atas Prabowo saat Pilpres 2014 silam, sekalipun menang secara nasional.
Raihan suara Jokowi-Jusuf Kalla sekitar 49 persen atau kala tipis dengan pasangan Prabowo-Hatta Rajasa.
Di Banua, sang petahana sebenarnya menargetkan mampu menggaet 66,5 persen suara pemilih.
Dengan dukungan para kepala daerah, TKD Jokowi-Amin yakin bisa meraup hasil maksimal di Kalsel. Target 70% kemenangan pun dicanangkan.
Rupanya hal tersebut tak cukup. Survei Badan Pemenangan Provinsi (BPP) Prabowo-Sandi menyebut Prabowo unggul 65 persen atas Joko Widodo (Jokowi) yang hanya meraup 35 persen suara pemilih.
Ini tak jauh beda dengan hasil quick count sejumlah lembaga survei terverifikasi KPU. Lembaga survei Charta Politika misalnya. Pasangan Prabowo-Sandiaga unggul 67,71 persen di Kalimantan Selatan. Sementara pasangan Jokowi-Ma’ruf 33,29 persen.
Dikenal sebagai daerah yang agamais dan religius, Samahudin Muharram menilai masyakarat Kalsel lebih menghargai Ijtima Ulama dibandingkan partai politik.
“Fenomena yang terjadi di Kalsel terbilang cukup menarik. Kalsel merupakan sebuah daerah yang religius. Artinya sangat menghormati Ijtima ulama,” ucap Samahudin kepada bakabar.com di Banjarmaisn, Kamis (18/4).
Kultur semacam itu, kata dia, sudang mengakar. Sangat susah digeser dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Reporter: Muhammad Robby Editor: Fariz Fadhillah