bakabar.com, BANJARMASIN – Fenomena penjualan amplop meningkat drastis jelang pemilihan umum menjangkit Kota Banjarmasin, disikapi serius Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Penelusuran bakabar.com menemukan sejumlah pemilik toko-toko penjualan alat tulis mengakui orderan amplop mereka lebih banyak dibanding biasanya. Patut diduga fenomena ini berkaitan dengan praktik politik uang.
Digital Distro penjual peralatan tulis di jalan Pramuka misalnya, meraih cuan jelang pemilu. Novia, kasir Digital Distro, menyebut penjualan amplop di tokonya lumayan banyak di musim pemilu sekarang ini.
Kondisi serupa juga ditemui di Toko Ridho Plastik Jalan Mahligai Km 7, dan Toko Taat di Jalan Kuripan.
Adanya indikasi jika calon legislatif menyiapkan ‘serangan fajar’ rupanya juga diendus Bawaslu. Menurut Ketua Bawaslu Banjarmasin, Muhammad Yasar, jajarannya sudah mengantongi wilayah mana saja yang rawan money politics.
Yasar sendiri tak menampik fenomena amplop laris manis terindikasi untuk ‘serangan fajar’. Sementara sejumlah warga mengakui politik uang sudah jadi budaya.
“Kami memetakan daerah rawan politik uang. Setidaknya ada dua kecamatan di Banjarmasin perlu perhatian khusus pengawasan karena terindikasi rawan politik uang,” ucapnya kepada bakabar.com, di sela kegiatan Bawaslu di Banjarmasin, Jumat (12/4).
Dua kecamatan itu ungkap Yasar adalah Kecamatan Banjarmasin Selatan dan Kecamatan Banjarmasin Tengah. Meski tak menutup ruang bahwa semua wilayah di Seribu Sungai turut berpotensi.
Baca Juga:Jelang Pemilu, Amplop di Banjarmasin Laris Manis..!!
“Indikasi ini karena menilai dari padatnya penduduk, keadaan ekonomi masyarakatnya menengah ke bawah dan pendidikan rendah. Sehingga caleg sangat mudah memengaruhi masyarakat yang berada pada indikator tersebut, jadi pembelian amplop ini bisa jadi karena mempersiapkan politik uang tersebut,” imbuhnya.
Meski bukan hanya caleg yang memerlukan amplop banyak, penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu misalnya, pihaknya akan tetap mewaspadai adanya money politics.
“Sesuai arahan Bawaslu RI, kami akan melakukan patroli pengawasan. Ini bentuk pencegahan atas tindak politik uang di masa tenang dan hari pencoblosan. Jangan terima uangnya karena kami akan menyeretnya ke ranah hukum jika kedapatan,” ungkap Yasar.
Menurutnya, masyarakat sudah mafhum soal pembelian amplop dan hubungan eratnya dengan politik uang karena sudah cukup membudaya dan dibudayakan.
Muhammad Noor warga Jalan Sungai Lulut misalnya, politik uang sudah menjadi budaya di setiap kali pemilu berlangsung.
“Terkadang masyarakatnya juga mengharapkan uang dari calegnya, sehingga ini susah dibuktikan secara langsung, karena masif,” ujarnya.
Senada dengan Muhammad Noor, Hermansyah warga Jalan Dharma Praja juga mengakui bahwa politik uang sudah menjadi budaya masyarakat menjelang pemilu.
Herman menyebut politik uang ibarat penyakit hati. Yang datang musiman saat pemilu. Sulit disembuhkan, apalagi masyarakat juga mau menerima.
“Sulit, kita ingin politik uang ini hilang, agar pemilu kita ini jadi bermartabat menghasilkan perwakilan rakyat dan pemimpin yang amanah dan bermartabat,” sebutnya.
Baca Juga: Budaya Politik Uang dari Caleg Karbitan
Reporter: Ahya Firmansyah
Editor: Fariz Fadhillah