Tak Berkategori

Mengenang Abah Guru Sekumpul (6), “Kebaikan” yang Dinilai Tak tepat oleh Sang Ayah

apahabar.com, BANJARMASIN – Al Arif Billah Abdul Ghani –ayah dari Syekh Muhammad Zaini- merupakan orangtua yang…

Featured-Image
Al Arif Billah Abdul Ghani, ayah dari Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani. Foto-net

bakabar.com, BANJARMASIN - Al Arif Billah Abdul Ghani -ayah dari Syekh Muhammad Zaini- merupakan orangtua yang memiliki kehati-hatian dalam bersikap. Sehingga di bawah bimbingan beliau, Abah Guru Sekumpul tumbuh sebagai pribadi yang berakhlak mulia.

Kehati-hatian Al Arif Billah Abdul Ghani berdasar pada keilmuan tauhid yang mantap. Seperti diceritakan dalam buku "Figur Karismatik Abah Guru Sekumpul", suatu ketika keluarga beliau kedatangan tamu dari kerabat beliau di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Sedangkan, kondisi keluarga Abah Guru (ketika masih kecil) sedang dibelit kemiskinan. Jangankan untuk menjamu tamu, untuk makan pun susah. Namun Abah Guru merasa tidak nyaman, jika tamu yang datang tidak dijamu, meski hanya dengan segelas kopi.

Karena itu, beliau kemudian meminjam kopi kepada tetangga sekitar rumah, untuk menjamu tamu tersebut.

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (1), Kejadian Ganjil Saat Dilahirkan

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (2), Berganti Nama Karena Sebuah Isyarat

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (3), Waktu Kecil Diasuh "Wali Majezub"

Tak lama kemudian, tamu pun pulang. Sementara Sang Ayah datang ke rumah sehabis bekerja. Beliau terkejut melihat ada gelas kopi di dalam rumah. Hal yang tak biasa bagi keluarganya. Beliau pun menanyakan perihal keberadaan gelas kopi tersebut: Siapa bertamu dan dapat dari mana kopi itu?

Abah Guru pun menjelaskan, jika sebelumnya keluarganya kedatangan tamu dari keluarga di Kandangan dan tak ada yang bisa dijadikan jamuan kecuali kopi, itu pun meminjam dari tetangga sebelah rumah.

Sang Ayah pun mengetahui niat baik dari Abah Guru untuk berbuat baik pada tamu. Namun, niat baik yang dilakukan Abah Guru dinilai Sang Ayah kurang tepat. Yakni dari sisi, adab dengan Tuhan.

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (4), Mengumpul "Dua Mutiara dari Tanah Banjar"

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (5), Ejekan yang Menjadi Doa

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (7), Angin Menjadi Ribut Ketika "Dihukum" Sang Ayah

Sang Ayah pun kemudian dengan bijak menasehati, "Bukannya aku meharamakan behutang. Tapi dalam behutang itu ada dua kesalahan. Pertama maanggap Tuhan kada cukup membari rizki, kedua seakan dia pasti berumur panjang.

(Bukannya aku mengharamkan berutang. Tapi dalam berutang itu ada dua kesalahan. Pertama menganggap Tuhan tidak cukup memberi rezeki, kedua seakan-akan pelakunya pasti berumur panjang, red)."

Mendengar nasehat dari Sang Ayah yang begitu "dalam", Abah Guru pun mengakui kesalahan dan meminta maaf pada Sang Ayah.

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (8), Pernah Dikeroyok di Usia Sekolah

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (9), Melarang Murid Memberi Minum Saat Mengajar

Baca Juga: Mengenang Abah Guru Sekumpul (10), Sempat Mau Dibunuh Ketika Mengajar

Editor: Muhammad Bulkini



Komentar
Banner
Banner