Nasional

BMKG: Kalimantan Waspada Kebakaran Hutan dan Lahan

apahabar.com, BANJARMASIN – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melihat adanya potensi kebakaran hutan dan lahan…

Featured-Image
Ilustrasi kebakaran hutan. Foto-istimewa

bakabar.com, BANJARMASIN – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melihat adanya potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di sejumlah wilayah di Kalimantan.

Potensi terlihat setelah BMKG merampungkan pemantauan periode kemarau pertama akan dialami di pesisir Sumatera bagian Tengah dan Kalimantan bagian Barat.

Akibat kemarau, BMKG turut melihat adanya potensi meningkatnya Karhutla di Riau.

Berdasarkan analisis BMKG, curah hujan di sepuluh hari pertama pada Februari, tergolong cukup rendah.

Terutama di sebagian besar Provinsi Aceh, Sumatera Utara dan Riau, sebagian Kalimantan Utara dan Timur, Gorontalo, dan sebagian Sulawesi Tengah.

Peta analisis hari tanpa hujan berurutan di wilayah Sumatera menunjukkan beberapa tempat di pesisir timur Aceh, Sumatera Utara, dan Riau terindikasi mengalami hari kering berurutan 6-30 hari (kategori pendek dan menengah).

Di Riau, hari tanpa hujan kategori panjang (21-30 hari) telah terjadi di Rangsang, Rangsang Pesisir dan daerah Tebing Tinggi.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal, menjelaskan jika selama sepuluh hari kedua pada Februari 2019, wilayah subsiden/kering mendominasi wilayah Indonesia hingga sepuluh hari terakhir di Februari 2019. Itu ditengarai sebagai MJO (Madden Julian Oscillation/massa udara basah) fase kering.

Baca Juga:Greenpeace Bantah Klaim Tak Ada Kebakaran Hutan Selama 3 Tahun

Kondisi ini, tambahnya, akan menyebabkan proses konvektif (penguapan) dan pembentukan awan hujan terhambat.

"Kondisi kurang hujan di wilayah-wilayah tersebut didukung oleh kondisi troposfer bagian tengah yang didominasi kelembaban udara yang relatif rendah. Ini sesuai dengan peta prediksi spasial anomali radiasi balik matahari gelombang panjang (OLR)," ujarnya dalam siaran pers, Jumat 22 Februari 2019.

Dampak dari kemarau pertama adanya peningkatan jumlah titik api (hotspot) pada dua pekan terakhir ini di sejumlah wilayah.

Sebagaimana terpantau oleh BMKG, daerah yang cukup signifikan berada di Riau, 80 titik dari 24 titik pada pekan sebelumnya, dan Kalimantan Timur, 7 titik.

Dari pengamatan Stasiun Klimatologi Tambang, Riau, kondisi curah hujan bawah normal terdeteksi di wilayah pesisir timur telah berlangsung sejak awal Februari 2019.

Herizal menambahkan Kondisi kering ini akan berpotensi memudahkan terjadinya hotspot yang dapat memicu Karhutla, yang akhirnya dapat menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara.

Sebelumnya, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memantau adanya penurunan kualitas udara.

Berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara menunjukkan TIDAK SEHAT di daerah Rokan Hilir pada Senin,12 Februari 2019 pukul 09.00 WIB.

Sementara daerah lain terindikasi pada ISPU SEDANG. Pengamatan jarak pandang mendatar atau visibility maksimum terlaporkan masih dalam kisaran 2-5 Km.

Berdasarkan posisi daerahnya, Pesisir Barat Sumatera, Sumatera bagian Tengah, Kalimantan Barat dan Tengah, Sulawesi bagian Tengah dan sebagian Tenggara, dan sebagian Papua bagian Utara yang dekat dengan garis khatulistiwa, memiliki karakter musim yang berbeda dengan wilayah lainnya.

Karakter musim itu ditandai adanya dua kali puncak hujan dan puncak kemarau dalam setahun. Kondisi ini berlangsung di Februari, sementara kemarau kedua berlangsung mulai Juni hingga Agustus.

Herizal mengimbau kepada Pemerintah Daerah, Instansi terkait, dan masyarakat luas pada umumnya di wilayah terdampak untuk terus waspada dan siap siaga terhadap potensi Karhutla, bahaya polusi udara dan asap, potensi kekeringan lahan dan kekurangan air bersih.

“Selain itu terus ikuti pembaharuan informasi,” jelasnya.

Baca Juga:Tragis! Puluhan Tewas Terpanggang dalam Kebakaran Besar

Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner