Tak Berkategori

Pengamat: Penanganan Kasus Korupsi di Kalsel Berjalan Lamban!

apahabar.com, BANJARMASIN – Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi and Good Governance (PARANG) Universitas Lambung Mangkurat (ULM),…

Featured-Image
SERAGAM KORUPTOR. Tiga orang aktifis dari Indonesian Corruption Watch (ICW) mengenakan model seragam tahanan bagi koruptor yang dilengkapi borgol saat mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Jakarta, Selasa (12/8). ICW memberi masukan contoh 8 model seragam bagi koruptor beserta makna filosofisnya. Sebelumnya KPK menyetujui diberlakukannya pengenaan seragam bagi tersangka korupsi. FOTO ANTARA/Fanny Octavianus/nz/08.

bakabar.com, BANJARMASIN – Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi and Good Governance (PARANG) Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Ahmad Fikri
menilai, kinerja Kejaksaan dalam menuntaskan kasus korupsi di Kalimantan Selatan, tergolong lamban.

“Berdasarkan beberapa kajian yang telah kami lakukan tentang penanganan kasus Korupsi di Kalsel. Penanganan oleh Kejaksaan condong lamban,” ucapnya kepada bakabar.com, Senin (10/12).

Fikri menilai lambannya kasus korupsi tertangani berasal dari faktor internal Korps Adhyaksa itu sendiri. Penyidik, kata dia, sering kali kesulitan dalam mengumpulkan minimal dua alat bukti. Secara latar belakang pendidikan, pihaknya meyakini sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki jaksa maupun polisi sudah cukup mempuni.

Baca Juga:KPK: UU Antikorupsi Indonesia Belum Berstandar Dunia

Lebih jauh, kondisi ini, sambungnya, membuat kepercayaan (trust) masyarakat ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) semakin meningkat. “Padahal KPK hanya sebuah lembaga trigger mechanism yang berarti mendorong atausebagai stimulus agar upaya pemberantasan korupsi oleh lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya menjadi lebih efektif dan efisien.” jelasnya.

Selain itu, ia menilai lambannya penanganan kasus korupsi di Banua lantaran peran aktif masyarakat yang kurang. Kata dia, apabila ada kasus yang stagnan, masyarakat wajib mempertanyakan kepada aparat penegak hukum sejauh mana perkembangan kasus tersebut. Publik, kata dia, memiliki hak untuk menyoal penanganan kasus korupsi yang mengendap lantaran faktor dari internal penyelidikan di Jaksa maupun Polri.

Dia juga melihat, sejauh ini perlindungan terhadap akademisi yang memberikan keterangan ahli dalam suatu kasus juga harus menjadi perhatian. Seringkali para saksi ahli yang berlatar akademisi digugat oleh terdakwa ketika tugasnya untuk membela kepentingan negara dan keadilan rakyat dijalankan.

Mengambil contoh, seperti dilansir TEMPO, perlindungan hukum terhadap saksi ahli dalam persidangan mesti diperbaiki. Kasus Basuki Wasis-saksi ahli dari Institut Pertanian Bogor-tak boleh terulang. Dijadikan saksi oleh KPK, dia malah digugat Nur Alam, bekas Gubernur Sulawesi Tenggara yang divonis 15 tahun penjara dalam kasus korupsi.

“Jangan sampai karena tugasnya dalam memberikan keterangan sebagai saksi ahli, kemudian hal ini menjadi ancaman yang merenggut kebebasan akademik seseorang karena keterangan yang diberikan dalam persidangan,” sambungnya.

Yang harus diperhatikan, keterangan saksi ahli sebagai bagian dari alat bukti menjadi tanggung jawab hakim untuk mengikuti ataupun tidak keterangan yang bersangkutan. Apalagi keterangan ahli yang diberikan sudah diberikan secara berimbang.

Untuk perlindungannya sendiri jangan sampai saksi ahli direnggut hak kebebasan akademiknya, kata dia.

Baca Juga:Tumpukan Sampah di Sungai Martapura, Pengemudi Perahu Siap Turun Tangan

Dosen Fakultas Hukum ULM ini turut memuji kinerja KPK dalam membongkar suatu kasus yang diaktori oleh orang-orang besar seperti ketua DPR dan kepala daerah. Guna mengembalikan kepercayaan publik, kata dia, menjadi syarat mutlak aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian terus berbenah.

Dalam perayaan hari antikorupsi 2018 ini Kejati Kalsel melaporkan kinerja mereka. Sepanjang 2018 ini, data Seksi Pidana Khusus Kejati Kalsel telah melidik sebanyak 26 kasus, kemudian 11 kasus di tahap penyidikan, 15 di tahap penuntutan, dan upaya hukum beserta eksekusi (Uheksi): Kasasi 22, Banding 3, PK 8, dan KDKH 1 kasus.

Pada tahap penuntutan, Korps Adhyaksa turut menangani sebanyak 25 perkara: Korupsi 16 kasus dan saber pungli 9 kasus, yang berasal dari Polri.
Di tangan Kejati Kalsel, adapun Rp 7,9 miliar uang negara berhasil diselamatkan.

Baca Juga:Penanganan Ilung Belum Maksimal

Reporter: M Robby
Editor: Fariz Fadhillah



Komentar
Banner
Banner