bakabar.com, BANJARBARU – Sidang kasus sengketa lahan berujung bui terus bergulir di Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Terbaru, sidang pemanggilan saksi di PN Banjarbaru pada Senin (31/1).
Saksi ialah mantan RT, maupun RT sekarang dan anak angkat almarhum Samsuni dan almarhumah Syamsiah selaku pemilik awal lahan.
Menurut pelapor Hardi, tanah atau lahan yang diklaimnya saat ini dibelinya dari anak angkat almarhum Samsuni. Yang didapatkan anak angkat tersebut sebagai ganti rugi Syamsiah pada 2000 silam.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Fauzan Ramon, mengatakan dalam persidangan hari ini terungkap fakta-fakta baru yang menonjol.
Di mana, saksi-saksi yang dihadirkan mengatakan tidak ada ganti rugi atau pembayaran atas penguasaan tanah.
Juga, ternyata lahan sporadik yang dibalik namakan ke anak angkatnya saat itu yang bersangkutan masih berumur 16 tahun dan belum bekerja.
Sehingga dinilainya, jual beli lahan yang dilakukan anak angkat almarhum Samsuni dan almarhumah Syamsiah kepada Hardi adalah cacat hukum
“Jadi ada kejanggalan-kejanggalan, makanya kita ungkap kasusnya dalam persidangan dan majelis harus objektif,” katanya.
Kalau tidak sesuai, jelas Fauzan pihaknya akan meminta banding atau kasasi hingga Peninjauan Kembali (PK).
“Jalan masih panjang, tidak harus mentaati putusan negeri ini kalau tidak benar, jadi hakim itu harus berhati-hati,” tegasnya.
Adapun untuk terdakwa Muhammad Hidayat tidak ditahan, karena menurut Pasal 167 KUHP tidak bisa dilakukan penahanan baik kepolisian maupun kejaksaan karena ancaman hukuman di bawah 4 tahun.
“Sidang berjalan 2 jam lebih, berikutnya sidang lanjutan di 7 Februari, sidang hak terdakwa melewati pengacara menghadirkan saksi yang meringankan,” kata Fauzan.
Ia sendiri sudah menyiapkan saksi-saksi yang mengetahui alur tanah sporadik itu.
Sekadar diketahui, masalah ini bermula saat terdakwa Hidayat dianggap memasuki pekarangan orang tanpa izin pemiliknya.
Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian dan sampai ke meja hijau.
Hidayat menjalani sidang atas dakwaan pelanggaran Pasal 167 KUHP di Pengadilan Negeri Banjarbaru.
Kuasa hukumnya meyakini banyak terdapat kejanggalan dalam kasus yang dihadapi kliennya itu. Mengingat kliennya tersebut juga memiliki surat kepemilikan tanah yang dipersoalkan.
“Terlalu dipaksakan untuk menyeret ke dalam hukum, salah satunya adalah antara pelapor dan terlapor sama-sama memiliki surat kepemilikan tanah yang menjadi awal mula perselisihan hingga akhirnya sampai ke pengadilan,” terang Fauzan.
Kejanggalan lainnya, sebut Fauzan karena terdapat sejumlah saksi yang menguatkan alibi kliennya tidak bersalah.
Sehingga ia berharap kasus seperti ini bisa menjadi perhatian aparat, agar masyarakat lainnya tidak lagi menjadi korban.
"Sebenarnya ranah perdata bukan pidana yang didahulukan," ucapnya.
Ia juga meminta pihak kepolisian untuk berhati-hati dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.
Asas praduga tak bersalah, juga bukti-bukti yang menguatkan seseorang, katanya harus diperhatikan.
"Kasusnya kecil, namun ini menjadi perhatian saya. Jangan sampai orang-orang tak bersalah menjadi korban hukum yang tidak berkeadilan," tuntasnya.