News

KPU: 35 Petugas Pemilu Meninggal Selama 14-15 Februari, 3.909 Sakit

Insiden meninggalnya petugas pemilihan umum (pemilu) secara beruntun kembali terjadi pada Pemilu 2024.

Featured-Image
SUASANA di rumah duka Teguh Joko Pratikno (43), anggota KPPS di TPS 011 Kelurahan Curugsewu, Kabupaten Kendal, Kamis (15/2/2024), yang meninggal dunia saat bertugas. (Foto: Antara)

bakabar.com, JAKARTA – Insiden meninggalnya petugas pemilihan umum (pemilu) secara beruntun kembali terjadi pada Pemilu 2024. Meskipun jumlahnya tidak sampai ratusan orang, sebagaimana terjadi pada Pemilu 2019, namun perlu diantisipasi agar tidak terus bertambah.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI merilis data petugas yang meninggal dunia dan sakit selama proses pemungutan dan penghitungan suara pemilihan umum (pemilu) 2024. Data itu dihimpun selama periode 14-15 Februari 2024.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari mengatakan, berdasarkan data per Jumat (16/2/2024) pukul 18.00 WIB, terdapat 35 orang badan ad hoc pemilu yang dilaporkan meninggal dunia. Dari total 35 orang itu, sebanyak 23 orang di antaranya adalah petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS).

"PPS tiga orang, KPPS 23 orang, Linmas 9 orang," kata Hasyim dalam keterangannya, Jumat (16/2/2024) malam.

Selain itu, ungkap Hasyim, sebanyak 3.909 orang petugas juga dilaporkan sakit. Dari total 3.909 orang, mayoritas yang sakit adalah petugas KPPS yaitu 2.878 orang. Sementara PPK 119 orang, PPS 596 orang, dan linmas 316 orang.

Berdasarkan sebaran kasus per provinsi, jumlah petugas yang meninggal dunia selama proses pemungutan dan penghitungan suara paling banyak terjadi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. ‘’Di dua provinsi itu, masing-masing terdapat tujuh orang petugas yang meninggal dunia,’’ ujarnya yang dikutip dari republika.co.id.

Namun, secara total kasus, kejadian di Provinsi Jawa Barat  menjadi yang paling banyak. Di Jabar, dilaporkan ada 2.001 kasus, dengan rincian 1.995 orang sakit atau kecelakaan (tertinggi dibanding provinsi lain) dan enam orang meninggal dunia.

Hasyim mengatakan, santunan kecelakaan kerja yang meninggal dunia bagi penyelenggara ad hoc pemilu diatur berdasarkan Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2022 dan secara teknis diatur dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 59 Tahun 2023.

"Besaran santunan telah diatur berdasarkan Surat Menteri Keuangan S-647/MK.02/2022 melalui satuan biaya masukan lainnya (SBML) tahapan pemilihan umum dan tahapan pemilihan. Untuk besaran santunan sebesar Rp 36 juta dan untuk bantuan biaya pemakaman sebesar Rp 10 juta," terang dia.

Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, kasus petugas yang meninggal dunia pada Pemilu 2024 lebih sedikit dibandingkan Pemilu 2019. Namun, masih adanya korban meninggal dunia menunjukkan bahwa beban kerja badan ad hoc tak jauh berbeda dengan Pemilu 2019. "Ya mekanisme pemungutan penghitungan suara masih sama," kata dia.

Idham mengaku, pihaknya telah mengusulkan untuk membuat proses penghitungan suara menjadi dua panel. Usulan itu disampaikan saat KPU melakukan konsultasi dengan DPR untuk membahas rancangan Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2023.

Ia menjelaskan, usulan itu mengusung dua panel surat suara di TPS. Panel A diperuntukkan penghitungan suara pemilihan presiden dan DPD. Sementara Panel B dilakukan untuk menghitung suara pemilihan DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. 

"Menurut kajian kami yang telah melakukan simulasi di Kota Tangerang, Kota Bogor, Palembang, Kutai Kartanegara, itu ada efisiensi waktu," katanya.

‘’Namun, sistem yang disetujui tetap satu panel. Alhasil, proses perhitungan suara suara dilakukan sampai dengan dini hari,’’ bebernya.

Berdasarkan Undang-Undang Pemilu, penghitungan itu dilakukan setelah pemungutan suara. Bahkan, Mahkamah Konstitusi pernah menerbitkan putusan untuk ekstensi waktu 12 jam apabila surat suara belum selesai dihitung di hari pemungutan suara. "Karena proses penghitungan surat suara tak boleh berhenti. Harus selesai di TPS," kata Idham.

Sekadar mengingatkan, kasus meninggalnya petugas Pemilu 2019 secara beruntun dalam jumlah besar sempat menghebohkan tanah air.

Ketua KPU saat itu, Arief Budiman mengungkap jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia pada Pemilu 2019  mencapai 894 petugas dan 5.175 petugas mengalami sakit.

"Ini yang banyak dijadikan diskusi di publik tentang jumlah petugas yang meninggal dan petugas yang sakit. Kami sudah menyelesaikan tugas dan tanggung jawab kita," kata Arief dalam acara Refleksi Hasil Penyelenggaraan Pemilu Serentak 2019 dan Persiapan Penyelenggaraan Pemilihan Serentak 2020 di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020) lalu, sebagaimana dikutip dari kompas.com

Menurut dia, beban kerja di Pemilu 2019 cukup besar menjadi salah satu faktor banyak petugas yang sakit atau meninggal dunia. Karena itu, Arief mengusulkan penggunaan e-rekapitulasi untuk membuat proses penghitungan lebih cepat dan tidak membuat petugas kelelahan.

‘’Beban kerja yang kemarin berat di Pemilu 2019, kita usulkan dan sedang on going proses penggunaan e-rekapitulasi," ujarnya.

Selain itu, Arief juga ingin ada salinan untuk peserta dalam bentuk digital. Hal itu dilakukan untuk membuat proses pemilu menjadi ramah lingkungan.

"Untuk jangka panjang 2024 kita juga menyusulkan salinan dalam bentuk digital. Jadi kita enggak membutuhkan kertas yang banyak itu," ucap Arief kala itu.*

Editor
Komentar
Banner
Banner