Kalsel

Zona Merah Mengancam, Banjarmasin Dicap Telat Tunda Sekolah

apahabar.com, BANJARMASIN – Langkah Pemkot Banjarmasin menunda pembelajaran tatap muka (PTM) menuai pro dan kontra. Ekonom…

Kondisi Lalu Lintas di Banjarmasin Kalsel. Foto-Dok.apahabar.com

apahabar.com, BANJARMASIN – Langkah Pemkot Banjarmasin menunda pembelajaran tatap muka (PTM) menuai pro dan kontra.

Ekonom Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin menilai keputusan Pemkot Banjarmasin ini terbilang telat.

Menurutnya, kemungkinan Pemkot menunda PKM setelah adanya tekanan dari pemerintah pusat serta desakan publik.

"Sebelumnya, Pemkot justru sangat bersikeras supaya dilaksanakan tatap muka dan mengabaikan masukan dari berbagai pihak," ujar dosen Fakultas Ekonomi ULM itu.

Ia kembali menegaskan bahwa PTM memang sudah seharusnya tidak diberlakukan Pemkot selama pandemi Covid-19.

Jika tetap dilaksanakan, kata dia, itu hanya akan membahayakan guru, murid dan anggota keluarga mereka meski pun sebagian orang tua setuju PTM digelar.

Menurutnya, para orang tua belum memahami bagaimana risiko yang akan dialami anaknya dan mereka sendiri ketika memulai sekolah.

Risiko terpapar atau memaparkan virus Corona dalam kegiatan PTM tidak hanya di sekolah, tetapi juga dalam mobilitas guru, murid dan orang tua yang mengantarnya dari rumah ke sekolah selama 6 hari dalam seminggu.

Bisa dibayangkan bagaimana peningkatan signifikan mobilitas penduduk di masa pandemi sebagai akibat diberlakukannya kembali PTM.

"Di sisi lain kita juga mengerti bahwa mereka mengalami kelelahan psikologis dalam mendidik dan mendampingi anak mereka dalam pembelajaran secara daring," ucap anggota Tim Pakar Percepatan Penanganan Covid-19 ULM itu.

Padahal, ia mengungkapkan berbagai riset di berbagai belahan dunia, mobilitas penduduk merupakan "motor" pertumbuhan dan penularan Covid-19.

Karena itulah negara yang tepat strategi penanganan dan pengendalian pandemi akan melakukan lockdown untuk membatasi mobilitas penduduk.

"Jadi penerapan protokol kesehatan saja tidak akan cukup untuk mencegah penularan tersebut, itu pun jika protokol kesehatan betul-betul diterapkan dengan ketat," tegas pria kelahiran tahun 1979 ini

Lantas kapan sebaiknya PTM dilaksanakan?

Ia meminta menunggu hingga tren penularan Covid-19 terkendali, dan pemerintah mempunyai metode, instrumen, dan sumber daya untuk mendeteksi virus dengan cepat.

Termasuk penanganan cepat jika ada warga yang terinfeksi Covid-19 melalui tracing kontak erat dan tes PCR.

"Sehingga jika terdapat penduduk yang terinfeksi dapat dengan cepat dipisahkan dengan penduduk yang tidak terinfeksi," pungkasnya.

Lantas bagaimana ukuran pandemi terkendali?

Menurut standar WHO, pandemi mulai terkendali jika dalam waktu 2 pekan berturut-turut angka positive rate berada pada level 5% ke bawah di mana jumlah tes PCR mingguan minimal sebanyak 1/1000 penduduk setiap minggunya.

Jika jumlah warga yang dites di bawah standar WHO, maka data kasus konfirmasi menjadi bias.

“Ada fenomena di Indonesia di mana kasus banyak daerah mengalami penurunan kasus karena tes PCR-nya menurun,” ujarnya.

Karena itu penurunan kasus tersebut tidak merefleksikan kondisi riil sebagai akibat minimnya jumlah tes.

"Jadi Pemkot Banjarmasin harus betul-betul serius dalam penanganan pandemi ini demi keselamatan warga Banjar. Jangan memaksakan diri membuka sekolah saat wabah," tegasnya kembali.

Zona Merah Mengintai

Ilustrasi sekolah tatap muka. Foto-dok/apahabar.com

Wali Kota Ibnu Sina mengakui saat ini penyebaran virus Corona mengalami tren peningkatan.

Namun jika dilihat dalam table Dinkes Banjarmasin, kata dia, zona berbahaya atau merah hanya satu di antara 52 kelurahan. Yaitu Pekauman di Banjarmasin Tengah.

"Jadi saya kira di Banjarmasin belum terlalu mengkhawatirkan," pungkasnya, Kamis (7/1).

Hingga saat ini, penyebaran Covid-19 di Banjarmasin mencapai 4.114 kasus.

Di antaranya 196 kasus aktif, 3739 pasien sembuh dan 179 meninggal dunia.

Sementara itu, di luar PSBB Jawa Bali, pemerintah akan melakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM per tanggal 11 sampai 25 Januari 2021 di sejumlah daerah.

Istilah ini berbeda dengan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto menegaskan kebijakan tersebut bukan berarti ada pelarangan kegiatan masyarakat.

“Kedua, masyarakat jangan panik. Yang ketiga, kegiatan ini mencermati perkembangan Covid-19 yang ada, pada kondisi hari ini, kasus aktif ada 112.593, kemudian meninggal 23.296, sembuh 652.513, 82,76 persen, dan tingkat kematian 2,95 persen,” kata dia dalam jumpa pers Update Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Berbagai Daerah Jawa dan Bali di saluran YouTube BNPB, Kamis (7/1/2021).