Pertapaan Rawaseneng

Ziarah di Pertapaan Rawaseneng, Menikmati Kopi dan Susu Racikan Rahib

Museum dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, wisata unik di Temanggung. Pengunjung bisa menikmati secangkir kopi racikan para rahib.

Susu yang dijual di Rawaseneng (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, Temanggung - Museum dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, wisata unik di Temanggung. Pengunjung bisa menikmati secangkir kopi racikan para rahib.

Sejuknya lereng perbukitan Gunung Sindoro menyapa setiap pengunjung yang melintas di Desa Ngemplak, Kandangan, di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Memasuki desa tersebut, ada satu wisata unik andalan para pengunjung yang sedang singgah atau melintas di Temanggung.

Wisata tersebut adalah Museum dan Pertapaan Santa Maria Rawaseneng, sebuah museum dan tempat ziarah yang lengkap dengan kedai kopi serta pusat oleh-oleh yang menjual aneka produk olahan susu.

Museum, kedai kopi dan pusat oleh-oleh tersebut berada di bagian depan kompleks Pertapaan Rawaseneng, Temanggung.

Baca Juga: Menikmati Sejuknya Curug Titang di Temanggung

Uniknya, seluruh produk olahan susu yang dijual di pusat oleh-oleh dan kedai kopi ini dikelola langsung oleh para rahib dibantu dengan masyarakat sekitar.

Sebagai informasi, rahib adalah anggota tarekat atau ordo yang mengikatkan diri dengan kaul atau janji pada hidup monastik kontemplatif. Hidupnya hanya untuk mencari Allah dengan mendalami misteri Ilahi dalam suasana keheningan di pertapaan.

Pengelola pertapaan Rawaseneng Romo Edy Prasetyo menuturkan, para rahib Rawaseneng melakukan "kerja tangan" bukan untuk tujuan mencari keuntungan, tetapi untuk menafkahi hidup mereka sendiri secara mandiri, dan dilakukan di luar waktu ibadat.

"Dalam perjalanannya, banyak orang awam  yang berkontribusi dalam memasarkan usaha yang dikelola para rahib tersebut," kata Romo Edy, Rabu (26/7).

Baca Juga: Menelusuri Peradaban yang Hilang di Situs Liyangan Temanggung

Masyarakat awam di luar rahib yang turut memasarkan usaha tersebut misalnya keluarga The Bian San dari Temanggung yang pada tahun 1956 membantu menjualkan susu, serta keluarga Boen Kosasih yang pada tahun 2008-2009 turut memasarkan kue kering dan kopi di Jakarta hingga saat ini.

Susu di Pertapaan Santa Maria Rawaseneng menjadi salah satu komoditi utama yang telah dirintis para rahib.

Para perintis pertapaan Rawaseneng (Apahabar.com/Arimbihp)

Meski demikian, kaum awam juga tercatat memberikan kontribusi yang signifikan bagi Pertapaan Rawaseneng ketika para rahib merintis peternakan sapi perah.

"Pada 1956, seorang kaum awam, Oma Godee (83) memberi sumbangan berupa rumput jenis khusus ke Pertapaan Rawaseneng untuk pakan sapi perah yang akan mereka ternakkan, disusul dengan masyarakat lainnya yang turut memberi makanan," ujarnya.

Edi menceritakan, awalnya hanya ada 5 induk sapi yang didatangkan dari Belanda ke Pertapaan Rawaseneng.

Baca Juga: RUU Kesehatan Dinilai akan Merugikan Petani Tembakau di Temanggung

"Kemudian, pada 1957 didatangkan juga sapi dari Australia, sehingga kami memiliki 20 sapi, jumlah tersebut terus berkembang hingga saat ini ada ratusan sapi," ucapnya.

Edy mengatakan, pemerahan susu sapi dilakukan pagi hari kira-kira pukul setengah lima dan sore hari kira-kira pukul setengah lima.

"Jika ingin melihat sapi, atau proses pemerahan, harus ada izin khusus, mengingat kami harus menjaga kondisi kejiwaan sapi agar tidak tertekan, sehingga dapat dihasilkan susu dalam jumlah banyak," kata dia.

Edy mengatakan, sapi perah di Pertapaan Rawaseneng dapat menghasilkan sekitar 600 liter susu per hari.

Dari jumlah tersebut, menurut Edi, 150 liternya diolah menjadi susu segar dengan metode pasteurisasi untuk membunuh bakteri patogen.

Setelah proses pasteurisasi, Edi mengatakan, susu segar yang dihasilkan memasuki tahap pengemasan yang steril dan tanpa kontaminasi dari luar.

Industri Produk Turunan Susu
  
Tak hanya pasteurisasi, susu sapi yang dihasilkan Pertapaan Rawaseneng juga diolah menjadi keju, yogurt, serta sebagai bahan campuran untuk industri roti dan kue kering Trappist Cookies berbahan baku alamiah dengan peralatan yang relatif canggih.

"Ada kastengels, lidah kucing, soes, cookis coklat, dan masih banyak lagi," kata Edi.

Selain memiliki banyak varian, Edi mengatakan, roti buatan mereka tidak menggunakan bahan pengawet ataupun bahan campuran lainnya, sehingga memiliki rasa yang khas dibandingkan dengan roti-roti yang dijual di pasaran pada umumnya.

"Cara pengolahan keju dipelajari pada tahun 1958 dari seorang awam di Lembang bernama Tuan Meyer," ujarnya.

Lebih lanjut, Edi menceritakan, keju yang ia gunakan sebagai bahan baku kue kastengel harus disimpan terlebih dahulu setidaknya selama 3 bulan dalam suhu minus 10 derajat Celcius sebelum digunakan.

Produksi para rahib ini bukan cuma dijual digerai oleh-oleh Pertapaan Rawaseneng, Edi mengatakan, produk-produk turunan susu ini dipasarkan di daerah setempat, bahkan hingga ke Jakarta dan memiliki pasar tetap di beberapa kota besar di sekitar pertapaan.

"Jadi, pembeliannya bisa melalui online store Tokopedia atau memesan di Whatsapp saya, bisa juga melalui offlline dengan datang langsung ke gerai, harganya mulai dari Rp20.000," tuturnya.