News

YLKI Sebut Pemerintah Gagal Menurunkan Tingkat Merokok Pada Anak

apahabar.com, JAKARTA – Penurunan tingkat prevalensi merokok pada anak, masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah…

apahabar.com, JAKARTA - Penurunan tingkat prevalensi merokok pada anak, masuk ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Tapi, rencana penurunan prevalensi tersebut, dianggap gagal dilaksanakan oleh pemerintah.

Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, pemerintah telah membuat rencana untuk menurunkan tingkat prevalensi tersebut.

Presentase yang ditetapkan pemerintah untuk penurunan tingkat merokok pada anak adalah mecapai 5,6 persen, tapi rencana tersebut tidak dijalankan oleh para menteri dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.

"RPJMN 2020-2024 itu tidak dilanjutkan oleh para Menteri dari Presiden Joko Widodo. Bahkan rencana tersebut, sekarang sudah menjadi layu sebelum berkembang, hingga akhirnya tidak dilaksanakan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual di Jakarta, Senin (29/8).

Ia menyampaikan terdapat dua rencana yang ditetapkan dan masuk ke dalam RPJMN.

Kedua rencana yang berkaitan dengan pengendalian tembakau dan cukai rokok tersebut, tapi sampai dengan saat ini belum dilaksanakan.

"Selain penurunan prevalensi merokok pada anak, mandat lain yang tercatat pada RPJMN adalah Peraturan Pemerintah nomor 109 tahun 2012 atau PP 109/2012. Kemudian, mandat kedua adalah menyederhanakan sistem cukai rokok" ujarnya.

Terkait dengan penyederhanaan sistem cukai rokok, Tulus mengatakan, dalam RPJMN telah dimandatkan untuk penyederhanaan sistem cukai dari 10 layer menjadi 3-4 layer.

"Proses penyederhanaan sistem cukai roko yang tadinya ada 10 layer direncanakan berkurang menjadi 3-4 layer pada 2024," kata tulus.

Dia menjelaskan proses tranformasi dan reformasi tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam pengendalian tembakau dan cukai rokok.

Menurutnya, jika transformasi dan reformasi ini belum terlaksana, maka upaya perlindungan konsumen dari bahaya rokok belum bisa optimal.

"Sistem cukai ini menjadi penting walaupun kita tetap menaikan harga cukai rokok. Jika kita belum ada reformasi dan transformasi pada sistem cukai ini maka seperti tadi yang saya katakan belum optimal dalam upaya melindungi konsumen," ungkapnya.

Melihat dari situasi tersebut, dia mengatakan bahwa masalah regulasi yang berkaitan dengan pengendalian tembakau dan cukai rokok, Indonesia menjadi yang paling memperihatinkan diantara seluruh negara di dunia.

"Jika kita memotret regulasi pengendalian rokok di dunia, Indonesia saat ini, berada dalam posisi yang sangat memperihatinkan, kitab isa lihat bahwa negara lain sudah mengetatkan regulasi terkait rokok, sedangkan Indonesia samapai dengan saat ini masih belum berubah," tutupnya. (Gabid)