Net Zero Emission 2060

Wujudkan Target NZE, Pengamat: Pertamina dan PLN Miliki Peran Penting

Pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060.

Hutan Batang Toru dan Pembangkit Listrik Sipansihaporas. Foto: Erwin Adriawan Perbatakusuma

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah telah berkomitmen untuk mencapai target net zero emission (NZE) pada tahun 2060. Komitmen tersebut dijelaskan secara rinci melalui Kepmen KLHK No.168/Menlhk/PTKL/PLA.1/2/ 2022.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai peta jalan NZE Indonesia sebagaimana tercantum dalam Kepmen tersebut telah cukup berimbang.

Adapun penetapan target waktu dan sektor-sektor mana saja yang digunakan sebagai instrumen dalam mencapai NZE menunjukkan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan sejumlah aspek. Utamanya menyeimbangkan aspek ekonomi dan keberlanjutan pasokan energi di dalam upaya mencapai NZE.

Menurut Komaidi, sektor energi akan menjadi salah satu instrumen penting dalam mencapai target NZE. Pertamina dan PLN dipastikan akan menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam upaya mencapai target NZE di sektor energi.

Baca Juga: Dukung Target NZE 2060, Pertamina Terapkan Dua Inisiatif Strategis

"Saya melihatnya di Indonesia ada dua institusi, yang pertama PLN yang kedua Pertamina. Kalau PLN kan dari listrik karena kan memang sebagian besar nanti melalui sektor kelistrikan," ungkap Komaidi saat dihubungi apahabar.com, Rabu (3/5).

Untuk sektor kelistrikan, peran PLN menjadi kunci dalam pencapaian target NZE di sektor energi. Penurunan emisi gas rumah kaca terbesar di sektor kelistrikan ditargetkan akan berasal dari pembangkit listrik.

Adapun Pertamina menjadi pihak lain yang juga berperan serupa. Pasalnya, hingga tahun 2060 Pertamina menargetkan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 81,4 juta ton CO2e.

Untuk mencapai target NZE, khususnya pada kegiatan usaha hulu migas di dalam negeri, Pertamina menjadi pihak yang diandalkan. Pertamina tercatat berkomitmen melakukan kegiatan operasi produksi migas dengan lebih ramah lingkungan.

Baca Juga: Bursa Karbon, Celios: Percepat Capai 'Net Zero Emission' di 2050

Terbukti, Pertamina tercatat sebagai perusahaan migas yang paling aktif dalam menerapkan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) dalam kegiatan hulu migas.

"Dari 15 studi CCS/CCUS di Indonesia, sekitar 80 persen diantaranya dikerjakan oleh Pertamina,” ungkap Komaidi.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu menilai langkah Pertamina dan PLN dalam penerapan CCS/CCUS sudah tepat. Sebab, teknologi tersebut berdampak besar terhadap proses produksi yang dianggap lebih ramah lingkungan.

"Sejatinya, Pertamina memang perusahaan fosil ya. Jadi kalau yang bisa dilakukan sih, tentu memperbaiki proses produksinya," jelasnya.

Baca Juga: Capai Net Zero Emission, ESDM Perdagangkan Karbon PLTU Tahun Ini

Sebagai informasi, cara kerja metode CCS/CCUS adalah dengan menangkap emisi yang kemudian di simpan (dimasukkan atau diinjeksikan) ke dalam tanah atau di tempatkan di tempat penyimpanan tertentu.

"Jadi tidak berdampak buruk pada lingkungan," katanya.

Karena itu, menurut Komaidi, PLN dan Pertamina memiliki peran besar untuk mencapai target NZE. "Saya kira dua BUMN itu sih yang menjadi ujung tombaknya," ujarnya.

Butuh anggaran

Sebelumnya, Kementerian Keuangan menghitung kebutuhan anggaran mencapai Rp 28.223 triliun agar Indonesia mencapai target net zero emission atau nol emisi karbon pada tahun 2060.

Baca Juga: Dukung Net Zero Emission, ASDP Terapkan Kebijakan Ramah Lingkungan

Bicara peta jalan NZE, menurut Komaidi, kebijakan pemerintah harus didasarkan atas aspek lingkungan. Kendati demikian, Komaidi belum bisa melihat secara detail terkait risiko ketahanan ekonomi.

"Terkait risiko ekonomi, sebetulnya masih belum mewarnai peta jalannya. Jadi peta jalannya masih seputar target bagaimana NZE itu bisa dicapai dengan berapapun biayanya," terang Komaidi.

Hanya saja, kata Komaidi, emisi sektor energi pada tahun 2060 ditargetkan sebesar 401 juta ton CO2e. Emisi itu berasal dari penggunaan energi pada sektor industri, transportasi, komersial, rumah tangga, dan sektor lainnya. Sementara pada tahun 2060 pembangkit listrik di Indonesia ditargetkan telah mencapai NZE.

“Jika mencermati peta jalan NZE sektor energi yang ada, pencapaian NZE pada sektor kelistrikan kemungkinan akan dilakukan dengan menyeimbangkan antara porsi pembangkit berbasis fosil dengan pembangkit berbasis EBT," jelas Komaidi.

Baca Juga: Indonesia Percepat Transisi Energi demi Net Zero Emission 2060

Caranya dengan mengurangi kapasitas pembangkit berbasis fosil secara bertahap, sementara di saat yang bersamaan, kapasitas pembangkit berbasis EBT ditambah. Atas dasar itu, ReforMiner menilai, upaya realisasi target NZE dari sektor energi, utamanya Pertamina dan PLN memerlukan dukungan fiskal dan non fiskal.

Dalam jangka waktu tertentu, pengembangan EBT untuk menggantikan bisnis fosil yang telah dijalankan oleh kedua perusahaan akan memerlukan tambahan investasi baru. Termasuk hingga skala ekonominya terpenuhi, dimana harga jual EBT diharapkan menjadi lebih murah.

“Pemberian insentif fiskal dan bentuk dukungan kebijakan lain sampai dengan skala ekonomi bisnis EBT terpenuhi sangat diperlukan,” tegasnya.

Baca Juga: Wamenkeu: Penerapan Pajak Karbon Percepat Target Net Zero Emission

Transisi energi yang bertahap

Saat ini, pemerintah tengah gencar melakukan pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal itu seiring dengan komitmen agar pencapaian target net zero emission pada tahun 2060 bisa terwujud. Jika lebih cepat, tentunya lebih baik. 

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, beberapa waktu lalu menjelaskan, tantangan terbesar dari transisi energi adalah memastikan keterjangkauan energi oleh masyarakat.

"Bagian paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat," kata Arifin melalui keterangan resmi, Senin (10/4).

Untuk memastikan aksesbilitas keterjangkauan energi bagi masyarakat, peran dari sektor minyak dan gas bumi tak bisa diabaikan dan ditinggalkan. Sektor migas masih memegang peranan penting untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi utamanya di negara berkembang seperti Indonesia.

Baca Juga: Begini Strategi ESDM Dukung Bioenergi Berkontribusi pada NZE

Hal itu seiring dengan permintaan migas yang masih terus tumbuh, terutama di daerah berkembang seperti India, Afrika dan Asia dimana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan.

"Karena itu, investasi dalam proyek migas masih diperlukan untuk memberikan ketahanan energi serta memenuhi permintaan migas yang semakin meningkat, sebelum teknologi energi terbarukan menjadi lebih kompetitif,” kata dia.

Dengan begitu, peran migas dalam transisi energi Indonesia tetap krusial. Adapun permintaan minyak tetap tumbuh terutama di sektor transportasi dan pengembangan sektor gas yang merupakan jembatan transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan.

Menurut Arifin, transisi energi akan dilakukan dalam beberapa tahapan dengan mempertimbangkan daya saing, biaya, ketersediaan dan keberlanjutan.

Baca Juga: Usung Net Zero Emission Race, Formula E Digelar Tahun Ini

Dalam proses transisi ini, pemerintah akan melaksanakan beberapa program strategis, antara lain memperluas penggunaan gas sebagai bahan bakar dan bahan baku untuk industri dengan mengembangkan infrastruktur transmisi dan distribusi gas yang terintegrasi.

Selain itu, konversi bahan bakar diesel menjadi gas di pembangkit listrik dan mengembangkan fasilitas infrastruktur dan pengembangan jaringan pipa gas untuk rumah tangga (jargas) dan usaha kecil.

Oleh sebab itu, dengan mempertimbangkan bahwa potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar, pemerintah menargetkan produksi minyak 1 juta barel dan gas 12  miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030 yang ditujukan khusus untuk pemanfaatan dalam negeri.

"Kami memiliki 68 potensi cekungan yang belum dijelajahi dan cadangan terbukti minyak sebesar 2,4 miliar barel, sedangkan cadangan terbukti gas sekitar 43 trillion cubic feet  (TCF)," pungkasnya.