Literasi Digital

Webinar di SMP 7 Muaro Jambi, Pentingnya Pendidikan Karakter di Era Digital

Dirjen Aptika Kementerian Kominfo RI berkolaborasi dengan pelajar SMP 7 Muaro Jambi melaksanakan Webinar Literasi Digital Sektor Pendidikan.

Dirjen Apika Kementerian Kominfo berkolaborasi dengan pelajar SMP 7 Muaro Jambi melaksanakan webinar mengusung tema “Pendidikan Karakter Gen-Z di Era Digital” dilaksanakan pada Rabu (15/3) pukul 14.00-16.00 WIB, berlokasi di SMP 7, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Foto: KemenKominfo

apahabar.com, JAKARTA - Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo RI kembali menggelar webinar literasi digital di sektor pendidikan.

Kegiatan yang mengusung tema 'Pendidikan Karakter Gen Z di Era Digital' telah dilaksanakan pada Rabu (15/3) pada pukul 14.00-16.00 WIB, berlokasi di SMP 7 Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

Kegiatan yang diinisiasi Kementerian Kominfo itu bertujuan mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Dengan begitu, kemampuan kognitif akan meningkat untuk mengidentifikasi hoaks serta mencegah terpapar berbagai dampak negatif penggunaan internet.

Pada webinar yang menyasar segmen pelajar SMP itu, sukses dihadiri oleh sekitar 100 peserta daring, dan juga dihadiri beberapa narasumber yang berkompeten dalam bidangnya.

Baca Juga: Literasi Digital di SMPN 1 Lubuk Pakam, Narasumber: Jarimu Harimaumu

Kegiatan tersebut diawali dengan sambutan dari Dirjen Aplikasi Informatika Semuel A. Pangerapan yang mengingatkan bahwa Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah terkait literasi digital.

Merujuk survei literasi digital yang dilakukan bersama Siberkreasi dan Katadata pada 2020, ternyata indeks literasi digital Indonesia masih pada angka 3,47 dari skala 1 hingga 4.

"Hal itu menunjukkan indeks literasi digital kita masih di bawah tingkatan baik," katanya lewat diskusi virtual pada Rabu (15/3).

Dalam konteks inilah, Semuel menegaskan webinar literasi digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Kominfo menjadi agenda yang strategis dan krusial, utamanya dalam membekali seluruh masyarakat Indonesia beraktivitas di ranah digital.

Empati di medsos

Erfan Hasmin yang menggantikan Dr. Astri Dwi Andriani menjelaskan Generasi Z (Gen Z) sebagai generasi yang lahir setelah generasi Y, atau mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010. Mereka kerap dikenal sebagai i-Generation atau generasi internet. Foto: KemenKominfo

Pada sesi perdana, narasumber Kepala Unit ICT Universitas DIPA Makassar Erfan Hasmin hadir membawakan topik tentang empati di media sosial. Dia hadir menggantikan Dekan FIKOM UNPI dan NXG Indonesia Astri Dwi Andriani yang berhalangan hadir.

Baca Juga: Literasi Digital di SMPN 3 Kotabumi Lampung, Narasumber: Cyberbullying Harus Dihentikan

Erfan menjelaskan generasi Z (Gen Z) disebut sebagai generasi yang lahir setelah generasi Y. Yang termasuk ke dalam generasi ini adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010.

Mereka dikenal sebagai i-Generation atau generasi internet. Ciri utamanya adalah mahir teknologi, menguasai teknologi dan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai perkembangan teknologi.

"Sehingga kemampuan IPTEK-nya dapat diandalkan," ungkapnya.

Erfan kemudian mengajak peserta yang hadir untuk menerapkan empati di dalam media digital dengan cara meningkatkan rasa ingin tahu, membantu orang lain memahami perasaannya. Termasuk menempatkan diri pada posisi seseorang, dan mengikuti organisasi sosial.

"Selain itu terdapat beberapa budaya digital yang tidak sehat," ujar Erfan. Hal-hal itu meliputi body shaming, self-esteem yang rendah, budaya lemah hati atau mudah baper, dan budaya tanpa privasi.

Baca Juga: Literasi Digital di SMAN 1 Indralaya, Kominfo: Waspadai Cyberbullying

Khusus mengatasi body shaming, Erfan memberikan tips yakni dengan cara personal coping. "Seperti apapun citra tubuh kita, itu adalah urusan kita, harus
dijadikan kesadaran," katanya.

Kemudian cara agar self esteem meningkat dengan cara mengenali diri sendiri, berhenti membandingkan diri, jalin relasi yang positif. "Dan terima kesadaran diri," ungkapnya.

Selanjutnya cara mengatasi mudah baper adalah dengan berfikir positif terhadap perkataan orang lain, menyaring perkataan orang yang dapat membuat jatuh, mencoba introspeksi diri, mencoba berdamai dengan keadaan.

"Menuangkan isi hati lewat tulisan, dan bercerita kepada orang yang dipercaya juga bisa dilakukan," terang Erfan.

Yang terakhir mengatasi budaya tanpa privasi adalah dengan mengaktifkan mode private, menyeleksi pertemanan.  "Jangan bagikan lokasi di sosial media, dan jangan bagikan data pribadi di sosial media," pesannya.

Baca Juga: Literasi Digital Ajak Siswa Cintai Produk dalam Negeri

Generasi digital

Kepala Sekolah SMP 7 Muaro Jambi Joni Hasri memberikan pemaparan bahwa karakteristik umum generasi Z adalah generasi yang kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan dengan memanfaatkan dunia maya, multitasking (melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan), ingin mendapat pengakuan, memiliki ambisi yang besar, dan menyukai kampanye yang kekinian. Foto: KemenKominfo

Giliran narasumber kedua, Kepala Sekolah SMP 7 Joni Hasri memberikan pemaparan terkait karakteristik umum generasi Z sebagai generasi digital karena lahir pada zaman digital.

Ditandai dengan kehidupan sosial yang lebih banyak dihabiskan dengan memanfaatkan dunia maya, multitasking (melakukan banyak hal dalam waktu yang bersamaan), ingin mendapat pengakuan, memiliki ambisi yang besar, dan menyukai kampanye yang kekinian.

Gen Z memiliki kelebihan yaitu intelektual yang baik, terbuka terhadap segala sesuatu, mendapatkan informasi yang lebih banyak, motivasi tinggi terhadap suatu hal, dapat melakukan banyak hal dalam satu waktu.

Disamping itu, Gen Z juga memiliki kekurangan yaitu individualitas, tidak fokus, instan, kurang menghargai proses, dan memiliki emosi yang labil.

"Terdapat bentuk penyimpangan Gen Z di era digital yaitu penggunaan teknologi yang berlebihan, cyber bullying, konten pornografi, informasi hoaks," ungkap Joni.

Baca Juga: Webinar Literasi Digital di SMPN 1 Kotabumi Lampung, Kemenkominfo: Indeks Kita Masih Rendah

Untuk itu, penguatan pendidikan karakter adalah gerakan pendidikan di sekolah untuk memperkuat karakter siswa melalui harmonisasi olah hati atau etik, olah rasa atau estetis, olah pikir atau literasi dan olahraga atau kinestetik.

Olah pikir yaitu cerdas, kritis, dan inovatif. Olah hati yaitu jujur, amanah, beriman dan bertakwa. Olah raga yaitu bersih, sehat, tangguh, berdaya tahan, dan gigih.

"Olah rasa yaitu toleran, saling menghargai, peduli, toleran, dan suka menolong," ujarnya.

Lima nilai karakter prioritas penguatan pendidikan karakter yaitu nilai religius, nilai nasionalisme, nilai integritas, nilai kemandirian, dan nilai gotong royong. Tujuan pendidikan karakter adalah mengembangkan karakter bangsa agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila.

Fungsi pendidikan karakter yaitu mengembangkan potensi dasar agar berperilaku baik, memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur (memperkuat perilaku yang sudah baik), dan meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia (Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila).

Baca Juga: Empat Pilar Literasi Digital, Kominfo: Problematika Masih Besar

Kontrol emosi dan tata krama

Key Opinion Leader (KOL) Vean Mardhika menyampaikan pendapatnya bahwa dalam dunia digital terutama Gen Z harus mengontrol emosi dan tata krama dalam bermedia sosial agar tetap menjadi pengguna yang baik. Foto: KemenKominfo

Selanjutnya, giliran Key Opinion Leader (KOL) yang juga influencer Vean Mardhika 
menyampaikan pendapatnya bahwa dalam dunia digital terutama Gen Z harus mampu mengontrol emosi dan tata krama dalam bermedia sosial agar tetap menjadi pengguna yang baik.

"Ini penting agak mampu menjadi pengguna media sosial yang baik," ujarnya.

Kemudian terdapat hal positif dalam dunia digital yakni dapat berinteraksi dengan orang secara langsung dan mencari informasi yang luas. Selain itu, seiring dengan hal positif, terdapat hal negatif yaitu jika sering menggunakan media sosial maka akan mengacuhkan dunia asli.

"Untuk itu harus balance dalam bermedia sosial, jangan membuat media digital menjadi hal yang negatif," terangnya.

Tanya Jawab

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam webinar, terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para narasumber. Foto: KemenKominfo

Para peserta mengikuti dengan antusias seluruh materi yang disampaikan dalam
webinar. Terlihat dari banyaknya tanggapan dan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan kepada para narasumber. Kemudian moderator memilih tiga penanya untuk bertanya secara langsung dan berhak mendapatkan e-money.

Baca Juga: Tahun 2022, Literasi Digital Masyarakat Indonesia Meningkat

Pertanyaan pertama datang dari Amin. Dia bertanya tentang kemudahan teknologi dan masuknya berbagai dampak budaya digital, lalu seperti apa cara membentengi diri agar budaya luhur sesuai nilai pancasila tidak tergerus perkembangan teknologi?

Dia juga bertanya tentang upaya menghadapi tantangan SDM yang belum mau dan mampu berdigital sehingga akan ketinggalan berbagai inovasi digital?

Menanggapi pertanyaan itu, narsumber Erfan Hasmin menjelaskan bahwa sebaiknya tidak boleh bermuka dua atau kepribadian berbeda dari dunia asli dengan dunia digital.

"Sifat kita yang baik didunia asli itu juga harus dibawa ke dunia digital," terangnya.

Erfan menambahkan, "Kita harus terus mempertahankan budaya Indonesia dengan cara mengenalkan budaya kita ke media digital dan mengurangi menggunakan budaya dari luar."

Baca Juga: Pengamat: Literasi Digital dan Keuangan Jadi Faktor Penting Transformasi Digital

Pertanyaan kedua dari Putri Utami terkait kesadaran tentang moral dan etika dalam masyarakat yang kian menurun, khususnya anak-anak usia sekolah, karena banyak yang menyepelekan hal itu. Dia bertanya apa yang bisa dilakukan agar pelajar lebih memperhatikan etika dan moral dalam media sosial? 

Menjawab itu, Joni Hasri mengajak anak-anak untuk belajar tentang moral dan etika yang baik. Termasuk dengan bermedia sosial, dengan selalu memberikan informasi yang positif dan selalu mengarahkan anak agak tidak melenceng di media digital.

Untuk itu kerja sama yang baik bagi orang tua dalam mendidik anak menjadi Gen Z yang beretika harus dilakukan. "Selain itu ajak lah Gen Z tersebut ke arah kegiatan yang positif," jawabnya.

Pertanyaan ketiga diajukan Ainu Rahmah. Dia bertanya tentang seseorang yang kemungkinan memiliki perbedaan kepribadian antara dunia nyata dengan dunia maya.

"Dia di dunia nyata pendiam, kurang aktif bersosial, dan kurang peduli. Namun di
dunia maya sangat aktif melakukan berbagai aktivitas yang tidak dilakukan di dunia nyata, dan seakan peduli sekali. Itu bagaimana pak? tanyanya.

Baca Juga: Dinas Pendidikan Depok Bantah Tudingan Menelantarkan Siswa SDN Pondok Cina 1

Menjawab itu, Erfan Hasmin kembali menanggapi. Menurutnya, orang yang seperti itu kerap merasa tidak nyaman di dunia nyata. Mereka lebih percaya diri saat melakukannya di dunia maya.

"Kita banyak temukan orang seperti ini, tetapi biasanya case seperti itu karena dia tidak nyaman di dunia asli, maka dari itu lebih nyaman dan percaya diri di dunia digital," ungkapnya.

Setelah berbincang-bincang dengan para narasumber selesai, moderator dan Key Opinion Leader Vean Mardhika mengumumkan tujuh pemenang lainnya yang berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Foto: KemenKominfo

Kondisi itu, menurut Erfan tidak menjadi masalah, selama melakukan tindakan dan kegiatan positif di dunia digital. "Asal tidak negatif," tukasnya.

Berbeda dengan Erfan, Kepala Sekolah Joni Hasri tidak menampik adanya fenomena itu. Menurutnya, peran orang tua menjadi penting dalam mendidik anak agar menjadi pribadi yang sama, baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

"Banyak sekali orang-orang seperti itu, karena di sekolah kami pernah mengalami kasus seperti ini, sampai kita panggil orang tuanya. Menurut saya peran orang tua sangat penting di rumah," paparnya.

Baca Juga: Pengamat: Literasi Digital dan Keuangan Jadi Faktor Penting Transformasi Digital

Usai sesi tanya jawab selesai, moderator kembali memanggil Vean Mardhika Key
Opinion Leader (KOL) untuk menyampaikan tips dan trik bagi Generasi Z dalam
bermedia digital.

Kembali Vean berpesan agar memiliki life balance yang benar, antara belajar dan
bermain media sosial. "Tidak terlalu lama dalam bermedia sosial dan tidak lupa untuk belajar," katanya.

Termasuk tidak takut gagal dalam mengembangkan potensi diri dan fokus untuk mengejar tujuan. "Serta dalam menyebarkan informasi harus disaring atau dicek terlebih dahulu kebenarannya sebelum disebar agar terhindar dari hoaks," ujarnya.

Setelah itu, moderator dan Vean Mardhika mengumumkan tujuh pemenang yang berhasil mendapatkan voucher e-money sebesar Rp. 100.000. Moderator
mengucapkan terima kasih kepada narasumber, Key Opinion Leader (KOL) dan
seluruh peserta webinar.

Pukul 16.00 WIB webinar literasi digital selesai, moderator menutup webinar dengan mengucapkan salam, terima kasih dan tagline Salam Literasi Indonesia Cakap Digital.