Gula Jawa

Warga Dusun Bateh, 30 Tahun Setia Mengolah Gula Jawa Khas Magelang

Kabupaten Magelang adalah penghasil gula Jawa alami unggulan dan berkualitas. Selama 30 tahun, warga Dusun Bateh setia mengolahnya.

Gula Jawa khas Dusun Bateh Magelang (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, MAGELANG - Kabupaten Magelang adalah penghasil gula Jawa alami unggulan dan berkualitas. Selama 30 tahun warga Dusun Bateh setia mengolahnya.

Gula merah atau yang lebih populer dengan gula Jawa banyak dimanfaatkan untuk berbagai bahan baku olahan makanan dan minuman sehari-hari.

Salah satu penghasil gula Jawa di Kabupaten Magelang yang konsisten memproduksi dengan cara tradisional yakni masyarakat Dusun Bateh, Kecamatan Candimulyo. Salah satu warga yang masih setia memproduksi gula Jawa adalah Yatini. 

"Sudah memproduksi 30 tahun lebih, diajarkan orang tua, turun temurun," kata Yatini, warga Desa Bateh yang setiap harinya bekerja sebagai pembuat gula Jawa.

Yatini menuturkan, setiap hari, ia mengolah kurang lebih tujuh liter nira kelapa untuk dijadikan 1,5 kilogram gula Jawa.

Baca Juga: Menengok Produksi Gula Kelapa Khas Borobudur di Magelang

Ibu tiga orang anak itu mengaku membutuhkan waktu sedikitnya empat jam untuk memasak nira menjadi gula Jawa.

Setiap pukul 05.00 WIB, Suami Yatini, Ngadimo berangkat mengambil nira di kebun milik tetangganya.

"Karena saya tidak punya pohon sendiri, jadi gantian dengan tetangga, ada delapan pohon, setiap hari yang diambil enam sampai tujuh liter," tuturnya.

Setelahnya, nira tersebut dituang ke dalam wajan, dan diaduk hingga mendidih dan berbuih.

"Kalau sudah, baru dicetak menggunakan batok kelapa, kalau sudah mengeras baru dikeluarkan," kata dia.

Gula Jawa yang sudah jadi kemudian dijual Yatini ke koperasi tani dengan harga Rp16.000 per kilogram.

"Kadang kalau ada pesanan bisa menghasilkan lima sampai 10 kilogram, saat banyak hajatan atau memang ada keperluan," tuturnya.

Baca Juga: Mencicipi Nasi Lesah, Kuliner Langka yang Hanya Ada di Magelang

Proses memasak Yatini pun masih menggunakan alat serba tradisional tanpa bahan pengawet.

Ia menggunakan tungku gerabah dan kayu bakar sebagai bahan baku utama pengolahan.

"Kami juga tidak menggunakan bahan pengawet, masih alami, kalau ketahanan tergantung suhu, soalnya kalau gula Jawa bukan basi, tetapi mudah meleleh," ujarnya.

Produksi Mudah, Tak Tergantung Cuaca

Selama bergelut di dunia produksi gula jawa, Yatini mengaku jarang menemukan kendala.

Hal itu karena, pengolahan gula Jawa tidak bergantung pada musim atau cuaca, sehingga bisa diproduksi kapan saja.

Yatini menuturkan, untuk mengetahui kualitas gula Jawa, bisa dilihat dari warna nira nya saat diolah.

"Kalau kualitas bagus seperti yang selalu saya gunakan, warnanya coklat pekat menuju merah, tidak pucat atau tidak ada putihnya," kata Yatini.

Sebab, menurut Yatini, warna nira yang cenderung pucat atau ada putihnya biasanya memiliki rasa sedikit masam.

Meski tidak memasarkannya melalui media sosial, Yatini mengaku pembeli kadang datang langsung ke rumah untuk mencarinya.

"Ada dari berbagai daerah, Jakarta, Solo, Jogja, sesekali mampir, saya kurang tau juga mereka dapat info dari mana, karena kami hanya menjual langsung ke Koperasi Tani saja," ujarnya.

Yatini berharap, ke depan, gula jawa yang diproduksi di desanya bisa tetap lestari, dan ada generasi muda yang meneruskannya.

"Karena ini ciri khas Bateh yang sudah mulai langka," pungkasnya.