Nasional

Viral Kasus Intip Payudara Pelanggan via CCTV, Apa Kata Psikolog

apahabar.com, JAKARTA – Baru-baru ini nitizen dihebohkan oleh kasus seorang eks pelayan pegawai Strabucks yang mengitip…

Ilustrasi. Foto-net

apahabar.com, JAKARTA – Baru-baru ini nitizen dihebohkan oleh kasus seorang eks pelayan pegawai Strabucks yang mengitip payudara pelanggan via CCTV.

Kasus itu terjadi di wilayah hukum Polsek Jakarta Utara. Pelaku dipamerkan saat rilis kasus, kemarin.

Pelaku masih remaja berusia 22 tahun, berinisial D. Kasat Reskrim Polres Jakarta Utara, Kompol Wirdhanto Hadicaksno menyebutkan ada pelaku lain. Yakni berinisial K. Keduanya pun sudah berhasil diamankan.

Pelaku terlacak setelah Polsek Tanah Abang meminta keterangan kepada kantor pusat Starbucks terkait kejadian tersebut.

Dari hasil pengecekan ini pula, polisi mendapatkan informasi bahwa peristiwa itu terjadi pada Rabu, 1 Juli 2020.

Detik melaporkan, Senior General Manager Corporate PR and Communications PT Sari Coffee Indonesia Andrea Siahaan mengatakan pihaknya telah menindaklanjuti kejadian tersebut.

Kemudian, PT Sari Coffee Indonesia memastikan kasus ini tidak akan terulang. Andreas juga menegaskan karyawan tersebut telah dipecat.

Pelaku intip payudara pelanggan via CCTV. Foto-detik.com

“Perilaku tersebut tidak dapat kami toleransi dan individu yang bersangkutan sudah tidak bekerja lagi bersama PT Sari Coffee Indonesia,” tegas Andrea dikutip dari detik.com.

Video yang viral itu merupakan unggahan Instagram Story seorang pria. Bersama rekannya, dia memantau kamera CCTV di Starbucks dan meminta kamera di-zoom menyorot bagian payudara seorang pelanggan perempuan. Di video itu, terdengar pula mereka tertawa.

Video tersebut telah menimbulkan reaksi netizen. Netizen, terutama kaum perempuan, merasa khawatir dan geram terhadap perilaku pelaku.

Lantas, bagaimana dari sudut pandang psikolog atas kasus ini? Psikolog Zoya Amirin mengatakan bahwa kasus oknum karyawan Starbucks yang mengintip payudara pengunjung melalui CCTV menjadi bukti bahwa pelecehan seksual ada dimana-mana.

“Kasus intip CCTV bukti pelecehan seksual ada dimana-mana,” kata Zoya Amirin dikutip apahabar.com dari Antara, Jumat.

Menurut dia, hal tersebut tentu membuat resah banyak pihak terutama kaum wanita yang paling banyak menjadi korban dari kasus pelecehan seksual.

“Itu kebetulan aja ada yang kepoin aja. Kan kita enggak tahu orang pervert (mesum) itu di mana,” kata Zoya.

Ditambah menurut dia sekarang ini belum ada payung hukum yang mampu melindungi korban pelecehan seksual.

Apalagi setelah Komisi VII DPR memilih untuk menarik Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2020.

“Pelecehan seksualnya semakin besar apalagi baru-baru ini RUU PKS ditarik dari Prolegnas. Nah yang kayak gini bagaimana ada kekuatan hukumnya,” ujar Zoya.

“Perjuangan kita harus setengah-setengah karena kita hanya bisa membantu korban, tapi pemerintah tidak bisa menyediakan payung hukum. Kayak gini susah banget ditindak. Mau bilang tidak melukai bagaimana. Ini jelas melukai secara psikologis dan membuat kerugian,” terang wanita 44 tahun itu.

Zoya pun menyayangkan sikap anggota DPR yang tidak kunjung mengesahkan RUU PKS di saat korban pelecehan seksual semakin banyak di Indonesia.

“Coba kalau misalnya ada salah satu keluarga dia (anggota DPR) kena baru dia mau bertindak. Kalau kayak gini seperti enggak punya empati,” kata Zoya menegaskan.

Sebelumnya Dalam Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM bersama Panitia Perancang Undang-Undang DPD RI dalam rangka evaluasi dan usulan perubahan Prolegnas RUU Prioritas 2020, 16 RUU disepakati untuk dikeluarkan, termasuk RUU PKS.

Banyak pihak yang menganggap RUU PKS sangat dibutuhkan untuk melindungi HAM dari tindakan kekerasan dan merendahkan martabat kemanusiaan yang hingga saat ini belum diatur dalam undang-undang yang ada.

Ada pun hak-hak korban hanya diatur dengan undang-undang tertentu, seperti UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Perlindungan Anak dan UU Perlindungan Saksi dan Korban yang spesifik hanya untuk korban dalam tindak pidana yang diatur

Sementara ketentuan dasar yang khusus menjamin pemenuhan hak untuk semua korban kekerasan seksual yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum ada.(dtk/ant)

Editor: Ahmad Zainal Muttaqin