News

Viral di TikTok! Mahasiswa Baru UHO Berbadan Mungil, Kenali Gangguan Dwarfisme

apahabar.com, JAKARTA – Apa yang terbesit di benak Anda ketika melihat seseorang berbadan mungil bak siswa…

mahasiswi berbadan mungil (TikTok)

apahabar.com, JAKARTA – Apa yang terbesit di benak Anda ketika melihat seseorang berbadan mungil bak siswa SD menari-nari dengan lincah? Tentu merasa gemas, bukan? Seperti itulah kiranya yang dirasakan netizen saat video milik akun TikTok @ferdyandhika_ berseliweran di media sosial.

Video yang pertama kali dipublikasikan pada Minggu (11/9/2022) itu memperlihatkan anak perempuan bertubuh mungil tengah melenggokkan tubuh dengan lincah, seraya memimpin beberapa orang di belakangnya.

Namun, ternyata sosoknya bukanlah anak kecil biasa. Perempuan berbaju putih, lengkap dengan rok dan kerudung hitam itu adalah mahasiswa baru Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari, Sulawesi Tenggara. Rina, namanya, berkuliah di Fakultas Ilmu Budaya (FIB).

Sontak, aksi sang maba yang penuh percaya diri ini menjadi sorotan netizen. Tak sedikit yang mengaku gemas dan salut dengan sosok Rina. Postur mininya itu bahkan membuat netizen bertanya-tanya, benarkah dirinya adalah mahasiswa baru.

"Hebat banget kakaknya enggak insecure, saya yang tinggi 148 cm pas kuliah masih dibilang bocil (bocah kecil) SMP," tulis akun @ygy.gabutt.

"Dia beneran maba kah???" timpal akun @musnaenijabir95.

Bertubuh Mungil karena Idap Dwarfisme?

Rina sendiri belum angkat bicara soal penyebab dirinya berpostur mini. Namun, jika menilik rekam medis orang-orang serupa, boleh jadi itu disebabkan gangguan pertumbuhan tulang yang disebut dwarfisme.

Kondisi yang demikian juga dialami oleh sederet publik figur Indonesia. Misalnya saja, Ucok Baba dan Daus Mini. Keduanya membuktikan bahwa dwarfisme bukanlah penghalang untuk menjalani hidup normal: mereka menikah, punya keturunan, bahkan sampai menjadi bintang.

Lantas, sebenarnya apa itu dwarfisme? Apakah kondisi ini bakal menurun ke anak nantinya? Untuk mengenalnya lebih lanjut, simak pembahasan berikut ini yang dirangkum dari berbagai sumber.

Dwarfisme adalah Kelainan Genetik

Dwarfisme merupakan kelainan yang menyebabkan penderitanya berperawakan kerdil karena faktor genetik atau medis. Kelainan ini membuat tinggi penderitanya berada di bawah rata-rata orang normal, yakni tak lebih dari 147 cm.

Kondisi kekerdilan ini seringkali berawal dari mutasi genetik. Seperti halnya, dwarfisme yang disebabkan achondroplasia, di mana berawal dari mutasi gen FGFR3. Protein itu berperan penting dalam proses perubahan tulang rawan menjadi tulang keras.

Tak cuma mutasi gen, dwarfisme juga bisa disebabkan kurangnya hormon pertumbuhan yang dihasilkan kelenjar pituitari dalam otak. Jika kelenjar ini tidak mampu memproduksi hormon yang cukup, anak berisiko mengalami gangguan pertumbuhan dan pubertas yang tertunda.

Mengingat dua hal tersebut, para peneliti mengungkapkan sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang menderita dwarfisme. Di antaranya, memiliki orang tua dengan kondisi serupa, mengalami kekurangan hormon dalam tubuh, serta menderita malnutrisi atau kekurangan gizi.

Dwarfisme Proporsional vs Disproporsional, Apa Bedanya?

Pada sebagian besar kasus, dwarfisme disebabkan oleh perubahan atau mutasi gen yang terjadi dengan sendirinya atau karena diwariskan orang tua. Adapun berdasarkan jenisnya, dwarfisme dibedakan menjadi dua: proporsional dan disproporsional.

Pengidap dwarfisme proporsional umumnya memiliki anggota tubuh berukuran sama kecil dan proporsional dengan tingginya. Dengan kata lain, mereka sebenarnya memiliki tubuh sesuai proporsi dengan tungkai (lengan dan kaki) yang sama seperti orang biasa, hanya ukurannya lebih kecil.

Dwarfisme proporsional umumnya terjadi akibat kekurangan hormon pertumbuhan yang disebabkan masalah pada kelenjar pituitari dalam otak. Gejala kelainan jenis ini bisa terlihat sejak anak kecil hingga remaja.

Di antaranya, laju pertumbuhan lebih lambat dari anak-anak sebaya, tinggi badan berada jauh di bawah batas normal pada grafik pertumbuhan, serta perkembangan seksual yang tertunda atau tidak tampak sama sekali selama remaja.

Sedangkan, dwarfisme disproporsional ditandai dengan ukuran anggota tubuh yang tidak proporsional. Kondisi ini umumnya disebabkan achondroplasia, kelainan genetik di mana ukuran lengan dan kaki pendek, namun ukuran kepalanya tetap normal.

Selain itu, pengidap dwarfisme disproporsional juga memiliki ciri-ciri lain. Di antaranya, jari-jari lebih pendek - biasanya dengan jarak lebar antara jari tengah dan jari manis; kepala berukuran besar - tidak proporsional dengan dahi menonjol dan pangkal hidung rata; gerak siku terbatas; serta kaki dan punggung tampak makin melengkung dari waktu ke waktu.

Dwarfisme Tak Memengaruhi Intelektualitas

Meski begitu, penderita dwarfisme - baik proporsional maupun disproporsional - umumnya tidak mengalami gangguan intelektual, sehingga dapat menjalani aktivitas secara normal. Begitu pun dengan tingkat kecerdasannya.

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Wismandari Wisnu, menegaskan bahwa dwarfisme tak berpengaruh terhadap kemampuan intelektual. Kondisi ini juga tidak menyebabkan pengidapnya mengalami keterbelakangan mental.

Hal senada juga disampaikan Kepala Divisi Endokrinologi Departemen Penyakit Dalam FK UI, En Yunir. "Intelektualnya tidak berpengaruh. Asalkan anak tersebut belajar dengan benar, pasti tidak akan menjadi bodoh," paparnya, dikutip dari detikHealth, Selasa (13/9/2022).

Apabila Anda merasa buah hati atau orang terdekat mengalami gejala yang mengindikasikan dwarfisme, segeralah periksa ke dokter. Kalau hasil pemeriksaan menyatakan mereka benar mengidap dwarfisme, dokter akan menyarankan sejumlah alternatif pengobatan.

Pengobatan tersebut bisa berupa terapi hormon, operasi tulang, ataupun operasi pemanjangan kaki. Semakin cepat dikonsultasikan ke doker, semakin rendah pula buah hati Anda terjangkit komplikasi. (Nurisma)

Tags
News