Relax

Viral di TikTok, Kenali Gejala ‘Spinal Muscular Atrophy’ yang Diderita 1 dari 10 Ribu Bayi di Indonesia

apahabar.com, JAKARTA – Belakangan ini, media sosial tengah digemparkan dengan curahan hati seorang mahasiswa Universitas Ahmad…

apahabar.com, JAKARTA – Belakangan ini, media sosial tengah digemparkan dengan curahan hati seorang mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Dalam video yang mulanya beredar di TikTok, mahasiswa itu menangis sembari menceritakan kehidupan kuliahnya usai terjangkit spinal muscular atrophy (SMA).

Melansir laman WebMD, orang yang mengidap SMA berarti mengalami kerusakan pada sel saraf otak dan sumsum tulang belakang. Kerusakan ini membuat otak berhenti mengirimkan pesan yang mengontrol gerak otot.

Sementara itu, Dokter Spesialis Anak sekaligus dosen FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM), Dian Kesumapramudya Nurputra, mendefinisikan SMA sebagai penyakit otot. Kelainan ini, kata dia, disebabkan oleh adanya defisiensi atau kekurangan protein Survival of Motor Neuron (SMN), yang berfungsi mengontrol otot.

“Kejadiannya cukup banyak. Di Indonesia itu (terjadi) pada 1 di antara 6.000 bayi yang lahir hidup, hingga 1 dari 10.000 bayi itu menderita SMA, walaupun gejalanya muncul saat bayi lahir atau nanti pada saat dewasa,” bebernya, dikutip dari laman UGM, Rabu (7/9).

Empat Tipe Penyakit SMA

Dian menjelaskan bahwa penyakit SMA terbagi menjadi empat tipe. Tipe 1 merupakan yang paling berat, sedangkan tipe 4 adalah yang paling ringan.

Tipe 1 yang bernama Werdnig-Hoffman disease umumnya muncul pada bayi usia di bawah enam bulan. Pengidap tipe ini tidak akan pernah bisa duduk maupun menegakkan kepala. Sebab, jumlah protein SMN-nya sangat rendah.

Tipe 2 boleh dibilang lebih ringan ketimbang tipe pertama. Jenis yang paling banyak ditemukan di Indonesia ini muncul pada usia 6-18 bulan.

Anak-anak yang mengidap SMA tipe 2 ini bisa duduk, meskipun tidak sempurna. Namun, mereka tidak akan pernah bisa berdiri, kecuali menjalani terapi.

Lebih lanjut, Dian memaparkan, tipe 3 umumnya muncul pada anak di atas usia 18 bulan. Mereka cenderung masih bisa beraktivitas seperti biasa: duduk, berdiri, serta berjalan. Namun, penderita tipe 3 ini akan merasa lemah, bahkan terkadang membutuhkan alat bantu gerak.

Adapun tipe 4 adalah yang paling ringan. SMA tipe ini biasanya tidak muncul di usia anak-anak, melainkan di usia dewasa. Penderita mampu beraktivitas seperti biasa, namun hanya merasa lemah.

Sebenarnya Masih Ada Tipe 0

Dian menjelaskan, sebenarnya masih ada satu tipe SMA lain, yakni Tipe 0. Namun, jenis ini sangat jarang terjadi.

“Sebenarnya ada SMA tipe 0, tapi (pengidap) tipe ini biasanya sudah meninggal di dalam kandungan atau begitu lahir langsung meninggal,” tuturnya.

Tipe 0 berkembang saat janin. Ketika berada dalam kandungan, janin tidak banyak bergerak dan lahir dengan masalah sendi, otot lemah, sampai berkaitan dengan pernapasan. Karena kesulitan bernapas itulah, bayi tak bisa bertahan hidup lebih lama.

Kalau Anda merasa buah hati sedang mengalami gejala demikian, segeralah periksa ke dokter. (Nurisma)