Hot Borneo

Urgensi Pembentukan Sentra HKI pada Perguruan Tinggi di Kalsel

apahabar.com, BANJARBARU – Sejumlah perguruan tinggi (PT) di Kalimantan Selatan dilaporkan belum memiliki Sentra Hak Kekayaan…

Promosi dan Diseminasi Kekayaan Intelektual 2022 di Grand Dafam Q Hotel Banjarbaru, Selasa (8/3). Foto-apahabar/Riki

apahabar.com, BANJARBARU – Sejumlah perguruan tinggi (PT) di Kalimantan Selatan dilaporkan belum memiliki Sentra Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Padahal keberadaan HKI penting sebagai kerangka kerja dan kinerja PT itu sendiri.

"Contohnya standar akreditasi," kata Ketua Sentra HKI dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Umi Baroroh Lili Utami, dalam kegiatan promosi dan diseminasi kekayaan intelektual 2022, Selasa (8/3).

Kegiatan yang dihelat di Grand Dafam Q Hotel Banjarbaru itu digagas Kantor Wilayah Kemenkumham Kalsel. Mereka mengangkat tajuk "Optimalisasi Perlindungan Karya Literasi di Perguruan Tinggi melalui POP HC (Persetujuan Otomatis Pencatatan Hak Cipta).

Umi menyampaikan pengelolaan HKI di PT dapat menjadi strategi dalam kerangka peningkatan kualitas riset dan daya saing dalam hal caturdharma perguruan tinggi. Contohnya dokumen riset yang dapat diimplementasikan ke dalam industri (kasus formula kiranti).

Kemudian, HKI dapat menjadi strategi dalam rangka pemenuhan strategi KI/HKI di Perguruan Tinggi. Seperti proses pengurusan HKI yang lebih sederhana, cepat dan efektif.

Pengelolaan HKI di perguruan tinggi dapat menjadi strategi dalam rangka pengembangan sistem informasi/dokumentasi yang berkaitan dengan aktivitas riset dan pengembangan di perguruan tinggi. Contohnya database riset.

HKI juga dapat menjadi strategi dalam rangka memberikan pelayanan promosi dan komersialisasi atas aset-aset perguruan tinggi dari hasil kegiatan riset dan pengembangan, penciptaan enterpreneur baru, dan dapat menjadi strategi dalam rangka peningkatan income generate/fund raising perguruan tinggi. Misalnya pembagian royalti.

Terakhir, pengelolaan HKI di PT dapat menjadi strategi dalam rangka melakukan advokasi dan mediasi atas pelanggaran HKI yang dimiliki oleh perguruan tinggi.

"Contohnya seperti pemenuhan hak- hak kreator dan inventor," kata Umi.

Di sisi lain, ia menyebut pembentukan Sentra HKI sebenarnya punya dasar hukum. Di Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitan, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, misalnya.

Perguruan tinggi dan lembaga penelitian pengembangan diwajibkan untuk mengusahakan penyebaran informasi hasil- hasil kegiatan penelitian dan pengembangan serta kekayaan intelektual yang dimiliki selama tidak mengurangi kepentingan perlindungan kekayaan intelektual.

Pasal 20 ayat (1) dan (2) UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Paten;

(1) Pemegang Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia.

(2) Membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang transfer teknologi, penyerapan investasi dan/ atau penyediaan lapangan kerja

Serta Pasal 13 ayat (3) UU Nomor18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Isinya, dalam meningkatkan pengelolaan kekayaan intelektual, perguruan tinggi dan lembaga penelitian pengembangan wajib mengusahkan pembentukan sentra HKI sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya.

"Mungkin belum banyak yang tahu soal keberadaan dasar hukumnya ini," ujarnya.

Sementara itu, Plt Kakanwil Kemenkumham Kalsel, Heni Susila Wardoyo menjelaskan kekayaan intelektual berperan dalam memberikan perlindungan hukum atas kepemilikan karya intelektual, baik bersifat komunal maupun personal yang merupakan basis pengembangan ekonomi kreatif.

Menurutnya, Kalsel harus mampu mengambil langkah-langkah yang tepat untuk dapat mengantisipasi segala perubahan dan perkembangan serta kecenderungan global sehingga tujuan nasional dapat tercapai.

"2022 merupakan tahunya hak cipta. Para kreator hak cipta dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan sumbangsih luar biasa bagi ekonomi nasional," ujarnya.

Selain itu, Heni berkata DJKI meningkatkan layanan dengan memperkenalkan sistem POP HC. Dalam sistem ini, semua permohonan dengan persyaratan yang lengkap akan otomatis dicatatkan di DJKI.

"Dengan adanya POP HC ini, diharapkan masyarakat semakin bersemangat dalam mencatatkan karya ciptanya ke DJKI," harapnya.

POP HC merupakan sistem yang diciptakan untuk mempercepat proses persetujuan hak cipta dari sebelumnya memakan waktu kurang lebih satu hari (one day services) menjadi hanya hitungan menit.

Sistem ini dirilis oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI( bersamaan dengan pencanangan 2022 sebagai Tahun Hak Cipta.

Seiring dengan perkembangan teknologi ponsel, sistem ini mendapat pengembangan yang luar biasa karena permohonan pencatatan hak cipta bisa dilakukan melalui aplikasi berbasis android. Yang mana pemohon dapat melakukan permohonan melalui ponsel.

Ia juga mengajak masyarakat Banua agar dapat berlomba melahirkan banyak karya kreatif yang bermanfaat.

Promosi dan Diseminasi menghadirkan dua pembicara. Selain Umi Baroroh Lili Utami, ada juga Kepala Seksi Administrasi Permohonan Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri DJKI, Aulia Andriani Giartono.