Umbul Jumprit

Umbul Jumprit, Kisah Mitologi di Hulu Sungai Progo Kaki Gunung Sindoro

Umbul Jumprit, mata air bersejarah di hulu sungai Progo, kaki gunung Sindoro. Menyimpan kisah mitologi dalam Serat Centini.

Umbul Jumprit (Apahabar.com/Arimbihp)

apahabar.com, Temanggung - Umbul Jumprit, mata air bersejarah di hulu sungai Progo, kaki gunung Sindoro.  Menyimpan kisah mitologi dalam Serat Centini.

Hamparan tanaman tembakau hijau menyambut para pengunjung yang datang ke Kabupaten Temanggung di lereng Gunung Sindoro. Selama perjalanan, para pengunjung juga bisa merasakan hawa sejuk dan aroma wangi kopi yang diseduh di warung-warung.

Selain pemandangan alam yang indah, lereng Gunung Sindoro juga menyimpan banyak peninggalan sejarah. Salah satunya Umbul Jumprit yang terletak di Desa Tegalrejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Bangunan bersejarah yang berada 26 kilometer di sebelah barat laut Kota Temanggung itu secara geografis merupakan hulu dari Sungai Progo.

Umbul Jumprit terletak di ketinggian 2.100 meter dpl sehingga mata air ini tetap dingin meski saat siang hari.

Menurut penelusuran apahabar.com, untuk mencapai Umbul Jumprit, para pengunjung harus melewati beberapa tikungan yang lumayan tajam dan berkelok.

Setibanya di lokasi tersebut, pengunjung juga akan disambut ratusan monyet yang berada di sekitar patirtan, pintu masuk dan makam Ki Jumprit.

Menurut sejarawan Universitas Sebelas Maret (UNS), Rendra Agusta, Umbul Jumprit pernah disebut dalam Serat Centhini.

"Nama Jumprit ini muncul pada Serat Centhini saat membahas perjalanan Cebolang ketika tiba di Gunung Sindoro," kata Rendra, Rabu (1/8).

Menurut Rendra, dalam pengembaraannya Cebolang bertemu dengan seorang pejabat berpangkat kentol atau demang yang menceritakan sosok Ki Jumprit.

"Di situ disebut, Ki Jumprit tadinya adalah seseorang yang sedang menderita sakit, badannya lemas hingga tak berdaya," ujar Rendra menuturkan.

Kemudian, lanjut Rendra, dalam kesakitannya, Jumprit mendapat wangsit untuk melakukan Tapa Saka Tunggal.

Sebagai informasi, Tapa Saka Tunggal  adalah bertapa dengan cara berdiri menggunakan satu kaki di tempat tertentu.

"Dalam pertapaannya, Jumprit mendapat bisikan, jika dirinya ingin sembuh dan sehat lagi, maka harus mencari Sirah Progo (Kepala atau Hulu Sungai Progo)," tuturnya.

Rendra mengatakan, dari bisikan tersebut, Jumprit lantas mencari letak Hulu Sungai Progo yang dimaksud hingga menemukan mata air di kaki gunung Sindoro.

"Setibanya di mata air tersebut, Jumprit menceburkan diri dan ternyata benar, badannya sehat serta bugar kembali, penyakitnya hilang," kata Rendra.

Lebih lanjut, Rendra menceritakan, atas kesembuhan tersebut, Jumprit kemudian melakukan tasyakuran di dekat mata air itu.

"Sampai ia akhirnya memutuskan tinggal, bertani dan merawat mata air tersebut," ucapnya.

Cerita tentang kesembuhan Jumprit pun akhirnya tersebar luas, hingga banyak masyarakat yang datang untuk berbagai kepentingan.

"Jumprit pun akhirnya kondang sebagai tetua hingga wafat di tempat tersebut, untuk mengenangnya, mata air itu diberi nama Umbul Jumprit," kata Rendra.

Kera di Umbul Jumprit

Banyaknya kera juga tak lepas dari cerita tentang Ki Jumprit yang bertapa di mata air untuk mencari kesembuhan.

Rendra mengatakan, selama bertapa, tinggal hingga wafat, Ki Jumprit memiliki peliharaan kera bernama Kyai Dipa.

Tak hanya itu, Rendra menuturkan, kera tersebut akhirnya dianggap sebagai penghantar orang-orang yang mau mendapatkan berkah atau ilmu di Umbul Jumprit.

"Ki Dipa ini yang meneruskan menjaga Umbul Jumprit bersama ribuan kera yang lain hingga tempat tersebut menyerupai kerajaan kera," tutur Rendra.

Sebagai informasi tambahan, Rendra mengatakan, pada Serat Centhini juga disebut bahwa Ki Dipa adalah titisan Sugriwa dalam cerita Ramayana.