Perdagangan Karbon PLTU

Turunkan Emisi GRK, Cirebon Power Dukung Kebijakan Perdagangan Karbon

Cirebon Power mendukung kebijakan pemerintah yang telah meluncurkan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik.

Pembangkit Cirebon Power Unit I. Foto: ANTARA/HO-Cirebon Power

apahabar.com, JAKARTA - Cirebon Power mendukung kebijakan pemerintah yang telah meluncurkan perdagangan karbon subsektor pembangkit tenaga listrik. Hal itu sebagai upaya menjaga lingkungan dan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Wakil Direktur Utama Cirebon Power Joseph Pangalila menuturkan berlakunya mekanisme perdagangan karbon bakal menjadi dorongan bagi pembangkit listrik untuk semakin berupaya menekan emisi.

"Bahwa kita harus menjaga lingkungan dengan lebih baik lagi dan kita juga harus terus memerhatikan emisi gas rumah kaca dan berusaha selalu untuk menurunkannya," kata Joseph dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (22/2).

Hal itu disampaikan Joseph saat menerima Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) di sela acara peluncuran "Perdagangan Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik" di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta.

Baca Juga: Capai Net Zero Emission, ESDM Perdagangkan Karbon PLTU Tahun Ini

Ia mengatakan pembangkit Cirebon Power Unit I maupun Unit II terbukti mampu menekan emisi karena menggunakan teknologi ramah lingkungan super critical boiler dan ultra super critical. Keunggulan teknologi itu, sekaligus bentuk komitmen perusahaan menjaga agar emisi pembangkit tetap di bawah ambang batas.

"Saat ini, PTBAE-PU yang kita terima surplus, artinya tingkat emisi di bawah batas yang diberikan pemerintah, ini yang akan kita pertahankan terus untuk kita pakai ke depan," ujarnya.

Perdagangan karbon ialah mekanisme berbasis pasar untuk mengurangi emisi GRK melalui jual beli unit karbon. Kementerian ESDM telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.

Regulasi tersebut akan menjadi acuan nilai ekonomi karbon, termasuk kegiatan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik. Menteri ESDM Arifin Tasrif meyakini perdagangan karbon akan menarik peran serta pelaku usaha untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca.

Baca Juga: Dorong Industri Pasar Modal, OJK Siapkan Bursa Karbon dan Pengaturan Aset Digital

"Nilai ekonomi karbon ini merupakan mekanisme pasar yang memberikan beban atas emisi yang dihasilkan kepada penghasil emisi sehingga dapat dikatakan nilai ekonomi karbon dapat memberikan insentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca," terang Arifin.

Di sela peluncuran perdagangan karbon tersebut, Arifin menyerahkan dokumen PTBAE-PU 2023 kepada PT Cirebon Electric Power, PT PLN Indonesia Power, PT PLN Nusantara Power, PT Shenhua Guohua Pembangkitan Jawa Bali, dan PT DSSP Power Sumsel.

Pada 2023, Kementerian ESDM menetapkan PTBAE-PU kepada 99 unit PLTU dengan total kapasitas terpasang 33.569 megawatt (MW). PLTU itu milik 42 perusahaan yang akan menjadi peserta perdagangan karbon.

Baca Juga: Jababeka Siapkan Peta Jalan Dekarbonisasi untuk Capai Nol Emisi

Arifin mengatakan kebijakan perdagangan karbon dapat meningkatkan efisiensi energi, mengurangi ketergantungan pada energi karbon, mengurangi ketergantungan pada energi impor, dan bisa jadi sumber pendapatan bagi perusahaan maupun pemerintah.

"Merujuk laporan World Bank pada 2022 pendapatan global dari carbon pricing  meningkat hampir 60 persen dibandingkan 2021. Meningkatnya pendapatan carbon pricing dapat mendukung ekonomi berkelanjutan, membiayai reformasi fiskal atau membantu pemerintah dalam menyangga gejolak ekonomi global," pungkasnya.