Kalsel

Tunggakan Pajak PT KPP Rp1,8 M, UPPD Samsat Rantau: Bebani Neraca Kami

apahabar.com, RANTAU – PT Kalimantan Prima Persada (KPP) di Tapin, Kalsel menunggak Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)…

Kepala UPPD Samsat Rantau, R.M Sunarto Surya Jaya. Foto-Dok apahabar.com

apahabar.com, RANTAU – PT Kalimantan Prima Persada (KPP) di Tapin, Kalsel menunggak Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) alat berat senilai Rp1,8 miliar.

Akibat dari tunggakan PKB alat berat PT KPP tersebut membebani neraca UPPD Samsat Rantau.

Kepala UPPD Samsat Rantau, R.M Sunarto Surya Jaya mengatakan triwulan ke IV pada Nopember 2020 ini target pendapatan PKB baru mencapai 86,99 persen sedangkan Bea Balik Nama dan Kendaraan Bermotor (BBN-KB) 69,62 persen.

Rp1,8 miliar utang PT KPP menjadi salah satu penyebab tidak tercapainya target pendapatan PKB dan BBN-KB sebesar 9,7 miliar pada triwulan IV ini.

“Membebani neraca kami. Upaya upaya yang kami lakukan selain dengan surat tagihan juga mendatangi kantor KPP di Jakarta dengan membawa surat dokumen yang sah dan surat permintaan Bupati Tapin kepada PT KPP untuk membayar PKB alat beratnya,” ujarnya baru tadi.

Surya mengatakan, tagihan itu tercatat sebagai piutang di Samsat Rantau dan hanya bisa diselesaikan ketika perusahan membayar apa yang menjadi kewajibannya.

Diceritakan Surya mereka sudah menangih tunggakan itu sampai ke kantor PT KPP di Jakarta.

“Dalam penagihan Samsat Rantau itu didukung oleh Pemerintah Provinsi Kalsel dan Pemerintah Kabupaten Tapin serta dukungan juga dari DPRD Provinsi Kalsel dan DPRD Kabupaten Tapin,” ujarnya.

Tindakan selanjutnya dari UPPD Samsat Rantau akan terus menagih tunggakan Rp1,8 miliar itu sampai waktu yang belum ditentukan.

“Akan tetap kita tagih. Karena itu adalah tugas kami, terlebih hasil pembayaran PKB alat beratnya itu untuk pembangunan di daerah,” ujarnya.

Lebih lanjut, Corporate Social Responsibility (CSR) PT KPP Kalsel belum merespon saat dihubungi media ini.

Dikatakan Surya, PT KPP tidak bayar PKB itu sejak 2016 sampai Oktober 2020 lalu.

“PKB itu untuk 72 alat berat PT KPP yang mana sesuai dengan ketentuannya, alat berat itu termasuk objek PKB,” ujarnya. Selasa, (1/12) kepada awak media di ruangannya.

Anehnya, cuma PT KPP yang tidak membayarkan PKB itu. Untuk PT Antang Gunung Meratus (AGM), PT Binuang Mitra Bersama (BMB), PT Batu Gunung Mulia (BGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT) lancar membayar PKB itu ke UPPD Rantau.

“Selain dari 5 PT itu. Perusahaan tambang lainnya sewa alat berat jadi pemilik alat yang membayar PKB-nya,” ujar Surya.

Sampai saat ini, apahabar.com masih berupaya menghubungi pihak PT KPP untuk mengkonfirmasi terkait hal ini.

Begitu pun dengan UPPD Samsat Rantau masih berupaya untuk menagih piutang PKB alat berat itu. Dikatakan Surya sampai detik ini pihak PT. KPP masih belum menghubunginya perihal piutang itu.

Diwartakan sebelumnya pada Selasa, (1/12) lalu. Kesulitan untuk menagih, UPPD Rantau meminta Bupati Tapin, HM Arifin Arpan menyikapi tunggakan oleh PT KPP sebanyak Rp 1,8 miliar itu.

Bupati Tapin pun mengeluarkan surat nomor 970/47/BPPRP/III/2020 perihal PKB alat berat yang ditujukan untuk Pimpinan PT KPP.

Surat Bupati Tapin itu keluar berdasarkan dengan surat Kepala UPPD Rantau nomor 973/020-PKB/UPPD. RTU/2020 tanggal 29 Januari 2020 perihal Permohonan Permintaan Dukungan Penagihan PKB Alat Berat dan Notulen Rapat Pembahasan Mengenai Pajak Kendaraan Bermotor Alat Berat dan Alat Besar Pasca Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 15/PUU-XV/2017.

Berdasarkan surat itu Bupati Tapin mendukung UPPD Rantau untuk menagih PKB alat berat dan menghimbau PT KPP untuk memenuhi kewajibannya.

Dalam surat itu jelas, PKB alat berat dan besar itu merupakan hasil pendapatan daerah (PAD) untuk pembangunan di Kabupaten Tapin.

“Hasil pajak itu untuk Provinsi 30 persen dan daerah Kabupaten Tapin 70 persen,” ujar Surya.

Surat Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.15/PUU-XV/2017 tentang revisi Undang-Undang (UU) No. 28/2009 akan berlaku mulai Oktober 2020. Berdasarkan surat keputusan tersebut alat berat tidak lagi dikategorikan sebagai kendaraan sehingga tidak dikenakan pajak.

Dijelaskan Surya, dengan adanya kekosongan hukum tentang alat berat itu maka dari 2016 sampai Oktober 2020 pihak perusahaan wajib untuk membayarkan PKB alat berat itu. Dasar hukumnya sesuai dengan sebelum berubahnya UU RI No. 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.

“2015 mereka terakhir membayar, 2016 sampai Oktober 2020 tidak membayarkan. Dalam kurun waktu 3 mereka mempunyai hutang PKB alat berat,” ujarnya.

Ketua DPRD Tapin, H Yamani menyayangkan perusahan sekelas PT. KPP menunggak pajak.

“Perusahaan tambang besar seperti PT. KPP kalau memang ada kewajiban-kewajiban yang belum terpenuhi dengan Pemkab Tapin dan Provinsi Kalsel, jika keputusan MK sudah inkrah, maka tidak ada alasan lagi untuk tidak membayar apa yang menjadi kewajiban,” ujar H Yamani melalui pesan WhatsApp kepada apahabar.com.