Bentrok Seruyan

Tragedi Seruyan, Sangkalan Polda Kalteng Dibantah Walhi!

Klaim Polda Kalteng bahwa warga melakukan penjarahan, pembakaran hingga perusakan saat bentrokan maut di Bangkal Seruyan dibantah oleh Walhi

Polisi menuding sekelompok warga melakukan perusakan, pembakaran, dan penjarahan menyusul tak digubrisnya tuntutan mereka atas hak pengelolaan sawit rakyat.

apahabar.com, JAKARTA - Polda Kalteng menyangkal bentrokan 7 Oktober di Seruyan dipicu aksi warga merusak, menjarah, membakar rumah karyawan PT Hamparan Massawit Bangun Persada (HMPB). Belakangan sangkalan itu dibantah oleh Walhi Kalteng. 

"Semua fakta lapangan dari hasil invesigasi kami menemukan kondisi sebaliknya, dari yang selama ini dinarasikan oleh aparat," jelas Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, Selasa (17/10).

Baca Juga: Kapolda Kalteng Dicopot Buntut Tragedi Seruyan, Kapolres Jadi Polantas

Bayu meminta polisi jangan membolak-balikan fakta lapangan. Menurutnya, massa aksi hanya merespons aparat keamanan di lapangan yang melepaskan gas air mata dan tembakan senjata api.

"Itu atas respons dari apa yang dilakukan aparat terkait intimidasi dan tindakan represif yang mereka alami," jelasnya.

Baca Juga: Polda Kalteng Bantah Siksa Puluhan Warga Seruyan!

Bentrok di lapangan, sambung Bayu, merupakan luapan dari kemarahan warga. Alih-alih merespons tuntutan hak pengelolaan kebun rakyat atau plasma sawit mereka, perusahaan justru mengerahkan personel keamanan.

"Aparat keamanan bukannya melindungi dan mengayomi masyarakat malah sebaliknya," jelasnya.

Ujungnya, hasil temuan investigasi koalisi masyarakat sipil, warga Bangkal-lah yang menjadi korban pelanggaran HAM dan paling terdampak konflik agraria ini. 

"Jika aparat keamanan berpihak pada rakyat maka hal hal tersebut tidak akan terjadi dan berdampak buruk pada semua pihak," jelasnya.

Bentrokan berlangsung 7 Oktober di Desa Bangkal Seruyan ketika aparat dengan brutal menembaki warga dengan peluru tajam dan gas air mata. Sedianya demo selama 23 hari tersebut hanyalah upaya warga menuntut hak mengelola kebun rakyat atau plasma yang sudah dijanjikan PT Hamparan Masawit.

Seorang pedemo bernama Gijik tumbang dengan proyektil yang bersarang di dadanya. Sedang dua lainnya luka berat dan harus dievakuasi ke Banjarmasin. Penyelidikan kasus terus bergulir. Polisi belum dapat menemukan tersangka penembakan. 

Baca Juga: Tragedi Seruyan Kalteng Terus Berlarut, Mabes: Tanya Polda Kalteng

Di tengah penyelidikan kasus penembakan itu, Polda Kalteng berfokus mengusut kasus penjarahan, pembakaran, hingga perusakan rumah karyawan PT HMBP. 

Versi polisi, rangkaian peristiwa pembakaran, penjarahan dan perusakan dimulai ketika massa aksi memboikot PT HMBP mencoba menerobos dengan mobil.

Sekumpulan massa aksi itu, kata polisi, melakukan pengadangan dengan menggunakan senjata tajam, ketapel, mandau, egrek, tombak dan bom molotov.

Baca Juga: IPW: Perintah Tembak di Seruyan Bukan dari Kapolda Kalteng

“Sudah ada panggilan sebagai saksi berkaitan dengan tersangka perusakan, pembakaran dan penjarahan. Beberapa saksi dari masyarakat juga dipanggil. Karena karyawan juga sebagai masyarakat di pabrik,” kata Kabid Humas Polda Kalteng, Kombes Pol Erlan Munaji kepada apahabar.com, Selasa (17/10).

Proses evakuasi korban penembakan di Seruyan karena kesalahan prosedur. Foto dok. apahabar.com

Peristiwa perusakan, pembakaran dan penjarahan yang diklaim polisi dilakukan warga Seruyan diduga terjadi saat gelaran aksi di updeling 10. Sebanyak 1.300 karyawan PT HMPB terpaka mengungsi dibuatnya.

Baca Juga: Hasil Investigasi: Warga Seruyan Ditembaki Gas Air Mata dan Peluru!

“Itu saya belum dapat info kalau soal ini. Kalau info yang kami kroscek itu justru masyarakat di updeling 10 itu yang rumahnya dijarah semua. Ada koperasi dibakar, rumah guru, perumahan staf dan koperasi dibakar oleh rombongan oknum masyarakat yang melakukan aksi,” jelasnya.

Erlan juga kembali menepis ada temuan penggeledahan demonstran tanpa surat perintah dan larangan mendapatkan pendampingan hukum bagi 20 warga yang ditangkap. Termasuk soal 20 warga Seruyan yang diduga menjadi korban pemukulan dengan gagang atau popor senapan, menampar, dan penyiksaan.

Lantas, Erlan meminta Tim Advokasi Solidaritas untuk Masyarakat Adat melapor ke Propam Polri jika mengantongi informasi aparat melakukan penyiksaan dan kesalahan prosedur.