Tolak Kenaikan Upah Minimum 10 Persen, Buruh Kalsel Rencanakan Aksi

Kaum buruh di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) berencana menggelar aksi ke Pemprov Kalsel dan DPRD Kalsel.

Ratusan buruh menggelar unjuk rasa tolak kenaikan BBM dan desak UMP Kalsel naik di gedung DPRD Kalsel, Rabu (21/9).

apahabar.com, BANJARMASIN - Kaum buruh di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) berencana menggelar aksi ke Pemprov Kalsel dan DPRD Kalsel.

Buruh menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 10 persen. Padahal, buruh sudah memperjuangkan UMP naik sekitar 13 persen tahun 2023.

"Ya kalau tidak sesuai, turun lagi kita aksi," ujar Ketua DPW FSPMI Kalsel, Yoeyoen Indharto.

Menurutnya dalam tiga tahun belakangan ini dampak kenaikan pengupahan hampir tidak ada terasa. Contohnya tahun 2022, kenaikan upah minimum Kalsel cuma 1,01 persen.

Dari sanalah, baginya bahwa kenaikan upah minimum tidak sebanding dengan efek domina kenaikan sejumlah barang dan kebutuhan lainnya.

Dari kenaikan harga BBM, pelayanan kesehatan, TDL, pendidikan, transportasi hingga biaya hidup yang tinggal disetiap daerah.

“Apalagi pemerintah tidak bisa menahan laju kenaikan harga bahan pokok, kecuali tidak naik upah tapi harga bahan pokok bisa tidak naik juga,” ucapnya.

Yoeyoen menjelaskan bahwa permintaan kenaikan upah minimum 13 persen sangat kecil bagi tingkat Provinsi Kalsel. Baginya kenaikan tersebut untuk membantu masyarakat menghadapi inflasi dan resesi global tahun 2023.

"Kalau naik 4 persen saja, sama aja tidak naik upah. Nilainya aja yang naik, tetapi nilai rupiahnya malah berkurang," tegasnya.

Ia mengatakan bahwa kenaikan upah minimum biasanya menggunakan rumus upah batas atas dan bawah.

Hal tersebut sesuai Kementerian Tenaga Kerja dalam memutuskan kenaikan upah 2023 menggunakan rumusan PP 36 Th 2021 & Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja No 11 Tahun 2020.

"Beberapa daerah yang sudah masuk dalam kategori upah batas atas, maka tidak ada kenaikan upah," pungkasnya.