Pemkab Barito Kuala

Terus Menekan Stunting, SKPD Batola Berbagi Tugas

apahabar.com, MARABAHAN – Sadar penekanan stunting tidak bisa dilakukan satu atau dua instansi, Pemkab Barito Kuala…

Wakil Bupati Barito Kuala, H Rahmadian Noor, memandu pertemuan lintas sektoral menekan stunting di Bumi Selidah. Foto-Humpro Setda Batola

apahabar.com, MARABAHAN – Sadar penekanan stunting tidak bisa dilakukan satu atau dua instansi, Pemkab Barito Kuala mendudukkan banyak instansi terkait di Aula Selidah, Selasa (26/11).

Tidak sekadar duduk-duduk minum kopi, melainkan merumuskan langkah bersama untuk konvergensi percepatan pencegahan dan penanganan keterlambatan tumbuh kembang balita ini.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh balita dilihat dari standar WHO-MGRS akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang atau infeksi berulang. Situasi ini terjadi karena 1.000 hari pertama kehidupan yang tidak dikawal dengan baik.

Tidak hanya fisik, stunting juga menghambat perkembangan otak. Imbasnya kesehatan dan produktivitas mereka sesudah dewasa juga terganggu.

Dipandu Wakil Bupati, H Rahmadian Noor, pertemuan lintas sektoral ini juga menghadirkan Prof Dr Sumarni SKM MSi dari Universitas Airlangga Surabaya.

“Setelah pertemuan lintas sektoral ini, semua harus sepakat dan paham bahwa stunting harus diselesaikan banyak pihak, bukan hanya Dinas Kesehatan,” tegas Rahmadi.

Batola sendiri menduduki peringkat keempat balita stunting di Kalimantan Selatan. Sesuai input data per November 2019, Batola memiliki persentase 21,8 atau di atas prevalensi 20 persen.

Dari 3.708 balita di Batola, tercatat 1.073 di antaranya berpostur sangat pendek dan 2.635 dinyatakan pendek.

Sementara di atas Batola, terdapat Hulu Sungai Utara yang menempati peringkat teratas dengan 31,1 persen, Balangan 26,5 persen, dan Banjar 26,2 persen.

Dilihat dari per kecamatan, Mandastana dan Tabukan menempati posisi teratas dengan 33,1 persen. Sedangkan daerah terendah adalah Belawang dengan 2,0 persen.

Sebenarnya stunting bukan tidak bisa ditekan. Cara yang dapat ditempuh adalah pemenuhan gizi ibu hamil dan pemberian ASI ekslusif di usia 0 hingga 6 bulan. Metode lain yang dapat mencegah stunting adalah pemenuhan gizi dari Makanan Pendamping (MP) ASI.

“Memang sekarang intervensi spesifik stunting lebih banyak dikerjakan bidang kesehatan. Salah satunya mengatasi penyebab langsung kurang gizi dan penyakit,” sahut dr Azizah Sriwidari.

“Sebaliknya kalau dilakukan bersama-sama, intervensi stunting bisa bersifat jangka panjang, karena mengatasi penyebab tidak langsung supaya pangan berkecukupan dan infeksi,” imbuhnya.

Penanganan stunting menjadi krusial, karena bersifat investasi human capital, “Dari studi analisis yang dilakukan James Heckman dalam The Economic of Human Potential, penanganan stunting layak diutamakan,” beber Zulkipli Yadi Noor, Kepala Bappelitbang Batola.

“Dari 1 dolar yang digunakan untuk investasi mengurangi stunting dalam tiga tahun pertama kelahiran bayi, diperkirakan mampu mengembalikan 18 dolar,” imbuhnya.

Pertemuan itu lantas menghasilkan beberapa putusan, terutama pembagian tugas masing-masing SKPD.

Selain Dinas Kesehatan, penugasan juga diemban antara lain Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, termasuk BPJS Kesehatan dan Kementerian Agama.

Juga terdapat tugas untuk Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan yang di antaranya wajib mengawasi pelaksanaan SNI fortifikasi produk pangan, hingga mendorong penggunaan bahan tambahan makanan alami.

Sedangkan tugas Dinas Perumahan dan Permukiman antara lain pemasangan instalasi sambungan rumah, serta fasilitas penyediaan air bersih dan sanitasi dasar.

Baca Juga: Disokong Investor Kanada, IPB Tambah Sekolah Peternakan Rakyat di Batola

Baca Juga: Marabahan Juara Festival Habsy Batola

Reporter: Bastian Alkaf
Editor: Syarif