Ternyata Inilah Alasan Transportasi Umum Belum Masuk Pilihan Utama di Indonesia

Transportasi umum belum menjadi pilihan utama sehingga kemacetan berkelanjutan mendera kota-kota besar di Indonesia, termasuk DKI Jakarta.

Transportasi umum masih belum menjadi pilihan utama. Foto: Grandyos Zafna

apahabar.com, JAKARTA -Transportasi umum belum menjadi pilihan utama sehingga kemacetan berkelanjutan mendera kota-kota besar di Indonesia, termasuk DKI Jakarta.

Menanggapi hal itu, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, menjelaskan kemacetan tidak terlepas dari peran warga Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) yang beraktivitas menggunakan kendaraan pribadi.

"Meskipun sudah tersedia KRL Commuter Line dan tidak lama lagi (rencana Juli 2023) akan beroperasi LRT Jabodebek, juga belum mampu mengurangi kemacetan di Jakarta," ungkap Djoko, Jumat (24/2).

Rencananya mulai Juli 2023, sudah beroperasi LRT Jabodebek dengan 17 stasiun sepanjang 44,43 km.

Dengan dibangunnya LRT diharapkan bisa menerapkan integrasi tarif seperti yang sudah dilakukan pada layanan transportasi umum di Kota Jakarta.

"Layanan transportasi umum di Jakarta sudah jauh lebih baik dan sudah sejajar dengan layanan transportasi di banyak kota metropolitan di dunia. Namun tidak dibarengi pada wilayah pendukungnya, yakni Bodetabek," tukasnya.

Ia mengungkapkan bahwa pembenahan transportasi umum hanya di dua kota, yaitu Trans Pakuan di Kota Bogor dan Trans Ayo di Kota Tangerang.

"Akses transportasi umum selain dua kota tersebut masih jauh tertinggal, bahkan tidak ada upaya pemda setempat untuk membenahinya," sebutnya.

Baca Juga: Lebaran 2023, Kemenhub Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

Menurutnya, anggaran rutin tahunan bantuan dari Pemprov DKI Jakarta yang diberikan kepada pemkab/pemkot di Bodetabek seharusnya bisa difokuskan untuk membenahi transportasi umum di masing-masing wilayah.

"Jadi tidak ada lagi alasan fiskal, tinggal sejauh mana komitmen kepala daerah di Bodetabek untuk sungguh-sungguh mau membenahi transportasi umum di wilayahnya," bebernya.

Kurangnya kesungguhan dari kepala daerah itu, tercermin dari jawaban salah satu Pemda di Bodetabek yang pernah menolak bantuan BPTJ untuk pembenahan transportasi umum.

Alasan tersebut adalah Pemda lebih mementingkan bantuan untuk pembangunan infrastruktur jalan baru yang dianggap dapat mengatasi kemacetan selama ini.

"Padahal, jika melihat pembangunan jaringan jalan tol yang masif di Jakarta, penambahan kapasitas jalan tidak bisa mengatasi kemacetan. Justru makin menambah populasi kendaraan yang dimiliki," tegasnya.

Kendala

Seperti diketahui, layanan transportasi umum di Bodetabek masih sangat buruk. Hampir 99 persen lebih kawasan perumahan di Bodetabek tidak terlayani akses transportasi umum.

Sementara untuk Kota Jakarta, cakupan layanan transportasi umum sudah mencapai 92 persen dari luas wilayahnya. Hingga jalan-jalan kecil di perkampungan Kota Jakarta dilewati layanan angkot Jaklingko.

"Tinggal masyarakatnya maukah menggunakan angkutan umum atau masih tetap nyaman dengan sepeda motor," imbuh Djoko.

Ia mengatakan sepeda motor menjadi kendala terbesar di Indonesia untuk memindahkan pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum.

Selain itu, membatasi wilayah operasional sepeda motor juga dirasa perlu dilakukan.

Pajak dan asuransi yang tinggi seharusnya sudah mulai dipikirkan untuk pemilik sepeda motor di kawasan perkotaan. Apalagi, tingkat risiko kecelakaan sepeda motor lebih tinggi ketimbang mobil.

"Diperlukan kepala daerah di Bodetabek yang peduli keberadaan layanan transportasi umum. Layanan transportasi umum hadir mendekat di setiap kawasan perumahan dan pemukiman warga," jelasnya.

Jika berhasil maka warga Bodetabek akan mengeluarkan total ongkos transportasi tidak lebih 10 persen dari penghasilan bulanannya, sesuai standar dari Bank Dunia.

"Keberadaan transportasi umum akan membantu menurunkan angka inflasi," tutupnya.