Tepis Isu Mafia Tanah, Warga Kolam Kiri Batola Lakukan Klarifikasi

Terkait isu praktik mafia tanah yang cukup lama beredar, puluhan warga Desa Kolam Kiri, Kecamatan Wanaraya, Barito Kuala (Batola) melakukan klarifikasi

Warga Kolam Kiri di Kecamatan Wanaraya mengklarifikasi histori tanah-tanah restan yang sudah ditempati, Kamis (9/2).

apahabar.com, MARABAHAN - Terkait isu praktik mafia tanah yang cukup lama beredar, puluhan warga Desa Kolam Kiri, Kecamatan Wanaraya, Barito Kuala (Batola) melakukan klarifikasi, Kamis (9/2).

Sebelumnya santer beredar bahwa sejumlah warga transmigrasi memperoleh tanah restan melalui jual beli kepada aparat desa.

Disaksikan Sekretaris Camat, Koramil dan Polsek setempat, serta perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN), klarifikasi dilakukan lewat perunutan historis tanah, sampai akhirnya ditempati warga.

"Klarifikasi ini dilakukan, menyusul isu praktik mafia tanah di Kolam Kiri. Sekarang warga yang menempati tanah restan sudah mengklarifikasi tanpa terkecuali," papar Untung Khodori, Kepala Desa Kolam Kiri.

"Hasilnya semuanya dinyatakan clean and clear. Historis tanah mulai Ray 1 sampai 12 sudah diperjelas. Tak seorang yang menempati tanah milik negara atau daerah, maupun fasum," tegasnya.

Diketahui tanah restan merupakan tanah sisa pembagian lahan di dalam Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah.

Berdasarkan undang-undang dan peraturan terkait, tanah restan yang belum dimanfaatkan transmigran dapat diberikan gratis kepada warga pemecahan Kepala Keluarga (KK) peserta transmigrasi.

"Sebagian warga sudah menempati tanah restan sejak awal menjadi transmigran. Sebagian lain pembagian pecahan KK transmigran. Beberapa di antaranya juga telah bersertifikat," tegas Untung.

Sementara salah seorang warga Kolam Kiri, Sudjono, juga memastikan tanah restan yang dimiliki bukan berasal dari hasil jual beli dengan aparat desa setempat.

"Saya menempati tanah restan sejak 1983, bukan hasil jual beli. Saya memiliki bukti penunjukan penggunaan tanah dari Kepala Proyek Transmigrasi," papar Sudjono.

"Dalam masa awal transmigrasi, semula setiap pekarangan mendapat 1 hektar. Namun yang tersedia cuma tiga perempat, sehingga diberikan tanah restan untuk mencukupi 1 hektar," imbuhnya.

Ketika dikonformasi terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Batola Eben Neser Silalahi, melalui Kasi Intel M Hamidun Noor menjelaskan baru sebatas menerima informasi terkait mafia tanah di Kolam Kiri.

"Pernah ada yang melaporkan informasi tersebut, tetapi belum disertai alat bukti. Seandainya dokumen sudah diperoleh, kami akan mempelajari kemungkinan perbuatan yang melawan hukum," tukas Hamidun.

"Sekaligus kami juga memberikan waktu untuk memperbaiki administrasi sesuai dengan aturan, mengingat pemidanaan merupakan upaya akhir," pungkasnya.