Green Hydrogen

Temui METI, Menperin Bahas Peluang Kerja Sama 'Green Hydrogen'

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu Menteri METI Jepang Yasutoshi Nishimura membahas peluang kerja sama pengembangan green hydrogen.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berjabat tangan dengan Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang Yasutoshi Nishimura usai melakukan pertemuan di Tokyo, Jepang, Senin (5/6/2023). Foto: Kementerian Perindustrian

apahabar.com, JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita bertemu dengan Menteri Perekonomian, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang Yasutoshi Nishimura untuk membahas peluang kerja sama pengembangan green hydrogen dalam bentuk knowledge sharing dan deployment of clean technology transfer.

Menperin menyampaikan, saat ini Indonesia masih menghadapi tantangan dalam pengembangan teknologi energi bersih dan rendah karbon agar lebih terjangkau dan mudah diakses. Oleh karena itu, ia mengharapkan Pemerintah Jepang dan sektor swasta dapat mendukung rencana tersebut.

“Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan produksi energi terbarukan dan green hydrogen. Untuk itu, perlu kolaborasi antara investor, lembaga keuangan, industri dan pembuat kebijakan untuk menyediakan skema pembiayaan yang inovatif dalam mempercepat proses transisi energi,” katanya dalam keterangan di Jakarta, Senin (5/6).

Peluang kerja sama itu, menurut Menperin, didukung oleh kondisi Indonesia yang memiliki sumber daya energi terbarukan yang besar, sedangkan Jepang terkenal dengan keahliannya dalam solusi energi bersih.

Baca Juga: Olahan Cabai Rawit Hiyung, Kemenperin Dampingi IKM Diversifikasi Produk

Kepada Menteri Nishimura, Menperin menyampaikan bahwa Indonesia sedang memajukan transisi energi dengan prioritas utama mengembangkan industri hilir, khususnya industri electric vehicle (EV).

“Seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo, industri EV berperan penting dalam rantai pasokan global, khususnya untuk memperkuat industri hilir,” papar Menperin.

Lebih lanjut, dari sisi investasi, Menperin Agus memastikan bahwa Pemerintah Indonesia terus mengusahakan tersedianya lingkungan yang ramah bisnis. Selain itu, pemerintah juga mengambil langkah-langkah untuk merampingkan prosedur administrasi untuk meningkatkan efisiensi dan menarik investasi, menciptakan mekanisme untuk memudahkan investasi, termasuk menjaga ketersediaan bahan baku.

Oleh sebab itu, Menperin mendorong Pemerintah Jepang serta perusahaan-perusahaan Jepang untuk mendukung bantuan pembangunan yang diperlukan oleh masing-masing Negara ASEAN, termasuk Indonesia.

Baca Juga: Impor KRL Bekas, Kemenperin Tetap Tak Beri Rekomendasi

“Kami ingin merangkul para investor dari Jepang, terutama di bidang inovasi dan transformasi teknologi dari basis manufaktur ASEAN dalam jangka panjang,” ucapnya.

Selanjutnya, untuk menarik investasi di bidang kendaraan listrik atau EV, Kemenperin berupaya mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu hingga hilir. Langkah strategis ini diharapkan mampu menarik perusahaan otomotif asal Jepang untuk menjadikan Indonesia sebagai hub produsen kendaraan listrik di kawasan yang berdaya saing global.

Kemenperin telah menetapkan 20 persen penggunaan kendaraan berbasis baterai listrik pada tahun 2025, sejalan dengan upaya industri otomotif yang terus melakukan efisiensi untuk jenis teknologi Internal Combustion Engine (ICE), Hybrid, dan Plug-in Hybrid.

Menanggapi tawaran tersebut, Menteri Nishimura menyebut Indonesia merupakan mitra terpenting Jepang dalam Asian Zero Emission Community (AZEC).

Baca Juga: Perkuat Ekosistem Industri 4.0, Kemenperin Evaluasi PIDI 4.0

Dalam hal upaya ini, Jepang telah memprakarsai transisi energi melalui Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global (PGII) yang juga dipimpin oleh Amerika Serikat, inisiasi untuk Kemitraan Transisi Energi yang Adil (JETP) yang memobilisasi 20 miliar dolar AS untuk pembiayaan publik dan swasta bagi Indonesia dan AZEC, serta Indonesia Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact yang berhasil meluncurkan 698 juta dolar AS.

Kemitraan ini ditargetkan mendukung percepatan pencapaian target Net Zero Emission Indonesia pada tahun 2060.