teks Proklamasi

Teks Proklamasi, Detik-detik Menegangkan Penyusunan dan Pembacaannya

Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tak dibuat dengan mudah. Ada ketegangan dan keberanian dalam setiap penyusunan kata.

Teks Proklamasi dengan tulisan tangan Soekarno. Sumber: Gramedia

apahabar.com, JAKARTA - Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang kita tahu hari ini tak dibuat dengan mudah. Ada ketegangan dan keberanian dalam setiap penyusunan kata.

Pergerakan untuk kemerdekaan dilakukan secara gerilya setelah Jepang menyerah pada Sekutu dalam Perang Dunia II. Golongan muda Indonesia langsung bergerak cepat dan mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tapi golongan senior seperti Soekarno, Mohammad Hatta dan beberapa anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memiliki pandangan yang berbeda. Perdebatan yang keras terjadi antara golongan yunior dan senior hingga menimbulkan ketegangan. Maka terjadilah "penculikan" terhadap Soekarno dan Mohammad Hatta pada 16 Agustus 1945.

Penculikan tersebut terkenal dengan Peristiwa Rengasdengklok. Para penculik meyakini, Soekarno dan Hatta harus diasingkan untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang. Anak-anak muda itu berusaha meyakinkan Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa campur tangan Jepang dengan memastikan bahwa Jepang telah menyerah dan saat itu terjadi kekosongan kekuasaan.

Baca Juga: M Yusuf Ronodipuro, Si Penyebar Kabar Kemerdekaan Indonesia

Mereka meyakinkan Soekarno dan Hatta bahwa apapun yang terjadi mereka siap berperang melawan Jepang. Setelah melalui perdebatan panjang, Soekarno akhirnya setuju untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Tegangnya Suasana Penyusunan Teks Proklamasi

Kembali ke Jakarta, para pemuda dan kelompok senior segera bergerak merumuskan naskah teks proklamasi. Penyusunan naskah Proklamasi tersebut dilakukan di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat.

Perumusan teks proklamasi segera disusun dengan menggunakan tulisan tangan Soekarno. Hasil rumusan yang ditulis Soekarno kemudian disusun kembali. Dibantu oleh Mohammad Hatta dan Achmad Subardjo, naskah tersebut disusun kembali.

Dalam berbagai buku sejarah disebutkan, Achmad Subardjo menyumbang kalimat utama pada Teks Proklamasi, dan Mohammad Hatta menyumbang kalimat terakhir di Teks Proklamasi. Atas usul Sukarni, Soekarno dan Hatta menandatangani teks tersebut atas nama bangsa Indonesia.

Naskah tersebut lalu diberikan pada Sayuti Melik untuk diketik ulang dengan beberapa perubahan yang disepakati bersama. Teks proklamasi berisi dua kalimat singkat yang menyatakan bahwa Indonesia telah merdeka dari segala bentuk penjajahan.

Di sudut rumah, Fatmawati menyimak rencana kemerdekaan Indonesia tapi tak ada bendera yang bisa dikibarkan. Istri Soekarno itu lalu bergerak menjahit kain berwarna merah dan putih untuk menjadi bendera. Dalam kondisi hamil tua, Fatmawati melakukannya dengan sepenuh hati.

Baca Juga: Fatmawati, Menjahit Sang Saka Merah Putih dengan Derai Air Mata

Pembacaan Proklamasi

Keesokan harinya pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, Soekarno dan Moh. Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur No.56, Jakarta Pusat.

Tempat ini dipilih karena dekat dengan rumah Laksamana Maeda dan mudah dijangkau oleh para pemimpin pergerakan kemerdekaan Indonesia. Tempat ini juga punya halaman yang luas untuk mengundang sejumlah orang untuk menyaksikan pembacaan teks proklamasi.

Pembacaan teks proklamasi dihadiri oleh sekitar 500 orang dari berbagai kalangan. Ada pemuda, pekerja, perempuan, militer, dan wartawan.

Detik-detik menegangkan dimulai ketika B.M. Diah mengumumkan bahwa Soekarno akan membacakan teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. Soekarno lalu membacakan teks proklamasi dengan suaranya yang lantang, namun tegas. Selesai membacakan teks proklamasi Soekarno lalu berpidato tanpa teks. Ia menggugah semangat rakyat Indonesia untuk terus mempertahankan kemerdekaan.

Setelah itu, bendera Merah Putih yang telah dijahit oleh Fatmawati dikibarkan. Latief Hendraningrat dan Soehoed menjadi pasangan pertama yang mengibarkan bendera Merah Putih. Lagu Indonesia Raya berkumandang, seluruh yang hadir menyanyikannya. Acara pembacaan teks proklamasi ditutup dengan sambutan dari Soewirjo, Wakil Wali Kota Jakarta saat itu, dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Baca Juga: Kisah Sayuti Melik, Pengetik Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Bendera pertama sejak itu menjadi bendera pusaka yang selalu dikibarkan setiap perayaan detik-detik kemerdekaan. Bendera pusaka harus pensiun dan terakhir dikibarkan di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968 pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Bendera pusaka dipensiunkan karena warnanya sudah memudar dan rapuh. Bendera tersebut disimpan di Museum Nasional.