Nasional

Tekan Covid-19, Epidemiolog Serukan Lockdown Sebulan

apahabar.com, JAKARTA – Untuk menekan penyebaran Covid-19, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengimbau kepada Pemerintah…

Oleh Syarif
Ilustrasi lockdown. Foto-Shutterstock

apahabar.com, JAKARTA - Untuk menekan penyebaran Covid-19, Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman mengimbau kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan lockdown selama satu bulan.

Menurutnya, waktu satu bulan itu diambil dari masa lamanya inkubasi seseorang yang terjangkit virus SARS-CoV-2 tersebut.

“Jadi Lockdown yang harus dilakukan PSBB itu minimal 1 kali masa inkubasi terpanjang, terlama, jadi inkubasi masalahanya ada dua minggu sampai tiga minggu saya melihat berbagai masa inkubasi ini setidaknya PSBB kalau di luar Lockdown sesuai regulasi minimal 1 bulan,” kata Dicky, kutip MNC Media, Jumat (29/1).

Oleh sebab itu, Dicky kurang sepakat apabila Lockdown hanya dilakukan ketika hari libur atau Weekend. Pasalnya, virus corona tidak mengenal libur atau tidak.

“Bukan weekend. Kalau weekend liburan. Masalahnya saya tak bilang weekend liburan virusnya tak ikut liburan dia tetap menularkan,” ujar Dicky.

Sekadar diketahui, kasus positif Covid-19 di Tanah Air per hari ini, Kamis (28/1/2021) bertambah 13.695 kasus. Sehingga akumulasi positif Covid-19 saat ini lebih dari 1 juta kasus atau sebanyak 1.037.993.

Selain itu, juga dilaporkan kasus yang sembuh dari Covid-19 pada hari ini tercatat bertambah 10.792 orang. Sehingga total sebanyak 842.122 orang sembuh. Atau jika dipresentasikan sebanyak 81,1% telah sembuh dari terkonfirmasi positif Covid-19.

Sementara jumlah yang meninggal kembali bertambah 476 orang. Sehingga meninggal menjadi 29.331 orang. Dimana saat ini persentase kematian akibat Covid-19 sebesar 2,8%.

Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI), Andre Rahadian mendukung langkah pembatasan WNA masuk ke Indonesia mitigasi penanganan Covid-19.

Menurutnya, hal ini diperlukan untuk meminimalisir potensi masuknya mutasi virus Covid-19 yang telah terdeteksi di Inggris, Afrika Selatan, dan sejumlah negara di Asia.

Andre mengapresiasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan pembatasan masuk Warga Negara Asing (WNA) dan Warga Negara Indonesia (WNI) yang datang dari luar negeri. Hanya saja pelaksanaannya harus dilakukan dengan konsisten agar berdampak pada penurunan penyebaran virus.

"Pemerintah sudah melakukan mitigasi dengan PSBB Jawa-Bali untuk mengurangi pergerakan penduduk. Sudah melakukan pelarangan WNA untuk datang ke indonesia kecuali memenuhi persyaratan. Semoga ini bisa mencegah masuknya mutasi virus Covid-19 yang disebut lebih berbahaya," ungkap Andre.

Selain pembatasan pergerakan penduduk dalam dan luar negeri, Andre juga mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan kesiapan vaksinasi Covid-19. Tidak hanya terkait distribusi maupun teknis pemberian, namun pemerintah harus sigap akan implikasi mutasi virus terhadap vaksin yang telah ada.

"Ada lima vaksin yang disetujui, yang sudah mulai dari Sinovac. Kita belum dapat informasi apakah vaksin ini bekerja untuk varian baru," ucapnya.

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE mengungkap, kemunculan terjadinya mutasi yang membentuk varian baru lumrah terjadi. Adanya kemungkinan mutasi yang baru muncul dan bermasalah terhadap kerja vaksin menjadi tugas bagi industri vaksin global.

"Vaksin harus siap untuk disesuaikan berdasarkan kondisi mutan SARS CoV-2 agar kinerja vaksin masih efektif dalam mengenali SARS CoV-2," tutur dia.
Lebih lanjut, dr. Tjandra juga menyatakan, munculnya mutasi SARS CoV-2 varian D614 sebenarnya sudah lama, tepatnya sejak Februari 2020.
"Menariknya Pemerintah Inggris melaporkan kemunculan mutasi D614 di Inggris kepada WHO dalam kerangka International Health Regulation yang mengatur kemungkinan penularan penyakit antar negara. Selain di Inggris, mutasi SARS CoV-2 juga terjadi di Afrika Selatan," imbuh dia.

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Alergi-Imunologi Indonesia Dr. dr. Iris Rengganis, Sp.PDKAI meyakinkan, varian baru SARS CoV-2 dari Inggris tidak memengaruhi kerja vaksin yang sudah beredar saat ini. Namun, varian baru dari Afrika Selatan masih dalam pantauan dampaknya terhadap kerja vaksin yang sudah ada saat ini.

Dia menyebut, mutasi tetap akan terjadi pada virus. Ada yang bersifat kecil-kecilan dan ada pula yang bersifat besar-besaran. Misalnya, pada virus influenza akan berubah setiap tahunnya.

Jadi, WHO akan mengumumkan kepada produsen, vaksin tipe strain virus apa saja yang akan beredar pada tahun selanjutnya. Sehingga, vaksin untuk virus influenza

Namun, dr. Iris meyakinkan mutasi varian B117 di Inggris tidak mempengaruhi efektivitas vaksin atau netralisasi vaksin karena mutasi hanya bersifat sebagian saja pada permukaan virus (spike virus). Berbeda dengan penemuan mutasi SARS CoV-2 yang ditemukan di Afrika.

"Yang jadi masalah B1351 di Afrika Selatan menunjukkan dualitas. Kalau kadar netralisasinya tinggi itu baik, namun jika rendah tidak berhasil untuk dinetralisasi. Bisa jadi vaksin menjadi tidak efektif," paparnya.