Kalsel

Teka-Teki Operasi Senyap Densus 88 di Sungai Tabuk, Tenggat Waktu Tersisa Hitungan Hari

apahabar.com, BANJARMASIN – 18 hari sudah kabar penangkapan A (24) oleh Densus 88. Sampai kini keberadaan…

Densus 88 tengah masif melakukan perburuan terhadap anggota JAD, organisasi yang dicap pemerintah sebagai jaringan teroris paling aktif saat ini. Foto: Ist

apahabar.com, BANJARMASIN – 18 hari sudah kabar penangkapan A (24) oleh Densus 88. Sampai kini keberadaan pemuda yang terindikasi terpapar paham Jamaah Ansharut Daulah (JAD) ini belum diketahui pasti.

Pasca-penangkapan A, Lurah Hudan Azzuhry belum mendapat kabar apapun terkait kelanjutan kasus tersebut. Sama halnya dengan Ketua RT 12 B H Ghozali.

"Terakhir saya sempat dimintai keterangan ke kantor Polsek Banjarmasin Tengah bersama satu teman saya. Harinya saya lupa, kalau tidak salah Rabu atau Selasa," ungkapnya, kepada apahabar.com, akhir pekan kemarin.

Saat kedatangan anggota yang disebut-sebut Densus 88, subuh itu, Ghozali tidak melihat langsung penangkapan A. Kebetulan jarak rumah Ghozali dan TKP sekitar 500 meter.

"Kami tidak melihat penangkapannya. Kejadiannya antara jam 05.00 atau 05.30, sementara saya dipanggil jam 7 pagi, diminta pendampingan untuk penggeledahan," ucapnya.

"Sesudah itu tidak ada kabar lagi, kami sebagai masyarakat biasa yang kebetulan sebagai RT ya sudah, kada [tidak] terlalu mempermasalahkan," sambungnya lagi.

Bagaimana pertanyaan polisi kala itu? Menurutnya, hanya pertanyaan biasa.

"Bujur [benar] lah ini orangnya dengan nama ini. Bujur kataku. Pian [kamu] pernah lah batagur (tegur sapa). Kami tidak pernah tegur sapa, kebetulan dia itu 15 hari di sini. Itu pun tidak melapor," kata ketua RT mencontohkan pertanyaan polisi.

Pihak keluarga A pun, kata Ghozali, langsung meninggalkan rumah pasca-penangkapan. Dirinya pun makin tidak tahu lagi kelanjutan kasus tersebut.

"Sudah tidak ada lagi di sini, entah pindah ke mana tidak tahu juga," tutur RT.

Sebagai pengingat, A ditangkap anggota kepolisian Densus 88 di kediaman kakak iparnya, Kelurahan Sungai Lulut, RT 12 B, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalsel, Minggu 27 Februari.

Polda Kalsel menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke Mabes Polri. Densus 88 sendiri belum berbicara banyak mengenai penangkapan A.

Berulang lagi dihubungi, Kabag Bantuan Operasi Densus 88, Kombes Pol Aswin Siregar akhirnya merespons konfirmasi yang coba terus dilakukan apahabar.com sejak penangkapan A.

Kendati begitu, belum ada kepastian apapun yang diberikan oleh Densus 88. “Mohon waktu saya cek ke penyidik ya,” singkat Aswin, Selasa tadi malam (15/3). Hingga pagi ini, belum ada konfirmasi lanjutan dari Aswin.

Waktu 21 Hari

Densus 88 Gelar Operasi Senyap di Sungai Lulut, Pemuda Diamankan

Secara yuridis, akademikus Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam (STIHSA) Banjarmasin Wahyu menjelaskan tindak pidana terorisme berbeda penanganannya dengan pidana lainnya. “Karena masuk dalam extraordinary crime atau kejahatan yang luar biasa," kata Wahyu kepada apahabar.com.

Hal tersebut mengacu UU Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Wahyu memaparkan pada Pasal 28 ayat 1, penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindakan pidana terorisme berdasarkan bukti penerimaan yang cukup untuk waktu paling lama 14 hari. Pun cukup bermodal informasi intelijen.

Apabila 14 hari belum cukup, kata dia, penyidik dapat mengajukan permohonan perpanjangan penangkapan untuk jangka waktu paling lama 7 hari kepada ketua pengadilan negeri di wilayah hukum tempat kedudukan penyidik, sesuai bunyi Pasal 28 ayat 2.

Dalam kurun waktu 21 hari tersebut penyidik tentu harus menetapkan status terduga teroris menjadi tersangka. Dan meningkatkannya ke proses penyidikan. Tapi apabila tidak ditemukannya bukti permulaan yang cukup, maka terduga teroris harus dibebaskan.

"Hal ini tentunya untuk melindungi hak asasi manusia daripada terduga teroris. Apabila penyidik melanggar ketentuan yang diatur dalam undang-undang tersebut, maka dapat diancam pidana," sambungnya lagi.

Lebih jauh, kata Wahyu, masalah substansi materi dan tata cara penyidikan adalah hak prerogatif penyidik Densus 88. Sehingga tidak bisa serta merta disampaikan ke publik.

Penyidik tentu saja harus sangat berhati-hati dalam melaksanakan pemeriksaan, karena proses ini nantinya yang menentukan apakah dapat dilanjutkan atau tidak, dan ditingkatkan atau tidak status terduga teroris A menjadi tersangka.

"Namun, pihak kepolisian dapat menginformasikan perkembangan kasus dan kondisi daripada si terperiksa," ucapnya.

Wahyu berharap pihak kepolisian tidak melakukan kesalahan dalam penangkapan dan pengungkapan kasus ini, yang kemudian dibebaskan karena tidak ada bukti atau akibat informasi yang salah dari intelijen.

"Apabila memang terjadi salah tangkap, maka rehabilitasi harus diberikan kepada terduga teroris yang mengalami tindakan salah tangkap ini. Kita juga mengharapkan adanya keterbukaan informasi terkait perkembangan kasus tersebut, guna meningkatkan citra penegak hukum terkhusus kepolisian di mata publik yang memang humanis dan informatif dalam penanganan suatu perkara," pungkasnya.

Terindikasi JAD

Pemuda yang Ditangkap Densus 88 di Sungai Tabuk Terindikasi JAD

Sebuah foto yang diunggah A ke Facebook diduga kuat menjadi alasan Densus 88 menggelar operasi senyap di Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:

"Ya, informasinya gara-gara foto lama di media sosial itu," ujar E kepada apahabar.com, baru tadi. Kali terakhir, E masih dibuat bertanya-tanya mengenai keberadaan adik iparnya itu.

Lantas siapakah sosok dalam foto yang bersama A tersebut? Pihak keluarga belum mengetahui. Selama ini, A hanya numpang menginap di rumah E. A sehari-hari bekerja menemani E berjualan ponsel.

Kemarin dia ditangkap saat tertidur usai salat subuh," ujar

A dikenal sebagai sosok pendiam. Sangat jarang melakukan interaksi. Sekalipun dengan keluarga sendiri. A biasa keluar hanya untuk melakukan ibadah berjemaah di masjid.

"Kalau ke rumah sini biasanya datang, makan, tidur. Sangat jarang interaksi bahkan cerita kesehariannya di luar," ungkap E.

Hanya saja, yang E tahu A memang ikut bergabung dalam salah satu organisasi. "Organisasinya tidak terdaftar pemerintah," ujar E.

A diamankan beserta sejumlah barang. Seperti celana, baju loreng-loreng lengkap dengan embel-embel identitas salah satu organisasi, kacamata, hingga buku rekening.

Dalam setahun terakhir, sudah 2 kali tim antiteror menggelar operasi khusus di Bumi Lambung Mangkurat. Sebelum A, Densus menangkap seorang pemuda berinisial NR (22), warga Kuin, Banjarmasin, Desember 2021.

Apakah penangkapan A dan NR saling berkaitan? Berbeda dengan A, Densus sendiri sudah mengonfirmasi jika NR diduga kuat terafilisasi dengan Jamaah Ansharut Daulah.

NR diduga berperan dalam rencana pembelian senjata. Dan sejumlah persiapan-persiapan pelatihan fisik JAD di Sampit, Kalteng. Mahasiswa semester akhir ini disebut-sebut tergabung dalam grup salah satu media sosial bersama anggota jaringan JAD lainnya.

Melihat perkembangan sel teroris yang paling aktif saat ini, Al-Chaidar, aktivis salah satu faksi Darul Islam sekaligus pengamat terorisme, menduga kuat A terafilisasi JAD.

"Ya, sepertinya [terkait] JAD," ujar dosen Antropologi, Universitas Malikusssaleh, Aceh ini.

Apa kiranya faktor yang membuat JAD masih terus berkembang? JAD, kata Chaidar, bukanlah organisasi sembarangan. Sel terorisnya tak pernah tidur, sekalipun pemerintah telah melarangnya pada 2018. Dan sang pemimpin, Aman Abdurahman telah divonis mati.

JAD, kata Chaidar, kini sudah berkembang di 20 provinsi Indonesia. Termasuk Kalsel dan Kalteng. Jika Jemaah Islamiah (JI) menarget orang asing, JAD lebih menyasar sipil dan polisi. Perbedaan lainnya, rekrutmen JAD lebih longgar ketimbang JI.

"Siapa saja bisa jadi JAD asal mau Jihad. Mereka yang berpendidikan rendah sekalipun," ujar Chaidar.

Lantas, mengapa Kalsel? Apa potensi yang dilihat JAD?

Kalsel, menurut Chaidar, bisa saja menjadi basis JAD yang cukup besar selama JAD bisa merekrut massa yang tidak berwawasan agama. Lewat pengajian tersembunyi satu per satu, misalnya. Atau pengajian eksklusif yang paling banyak hanya melibatkan satu keluarga.

Sekali lagi, menurut Chaidar, JAD adalah organisasi klandestin yang memanfaatkan orang orang yang kurang berilmu pengetahuan agama sehingga mudah dijanjikan surga dengan cara cara khawarij.

"Kalsel adalah wilayah yang selama ini belum digarap. Tapi, ini hanya wilayah rekrutmen sementara saja. Bukan yang utama. Agak sulit membuat jadi seperti Marawi [Zona konflik di Filipina] karena Kalsel adalah wilayah dengan tingkat pendidikan yang rata rata tinggi dan tercerahkan," ujar Chaidar.

Peta Sebaran JAD

Pamit Terakhir Pesilat Banjarmasin yang Ditangkap Densus 88

Peta migrasi kelompok JAD berawal pada 1998 ketika sejumlah kombatan menyeberang dari Malaysia menuju Jawa, Maluku, Sumatera hingga Nusa Tenggara Barat.

Malaysia yang hanya berbatasan laut dengan Nunukan di Kalimantan Utara tepatnya Sabah menjadi rute pilihan para militan Indonesia memasuki Filipina Selatan yang kerap dijadikan kamp pelatihan militer para kombatan ISIS.

Dua tahun berselang, lanjut Chaidar, pola migrasi JAD berkembang ke Maluku kemudian Poso hingga Papua. Baru 10 tahun kemudian sel-sel jaringan JAD mulai tumbuh di Aceh hingga Kalimantan Timur, Sumut, Sumbar dan Banteng.

Dari Kaltim inilah kemungkinan besar paham JAD berkembang hingga Kalimantan Selatan. Medio November 2016 silam Densus 88 pernah menangkap seorang tokoh JAD bernama Juhanda alias JO. Ia adalah pelempar bom molotov ke Gereja Oikumene di Samarinda.

"Biasanya mereka berkembang melalui daerah-daerah sekitarnya seperti Balikpapan dan Pontianak," ujar Chaidar.

Tak hanya Kaltim, Al-Chaidar juga menyebut kemungkinan rute lain kelompok JAD masuk ke Kalsel.

"Kalsel dan Kalteng adalah daerah baru yang merupakan wilayah persebaran dari JAD, dan ini masuknya melalui daerah-daerah sekitarnya atau dari Jawa dan Sumatera," ujar aktivis Darul Islam ini.

Sebagai antisipasi, Chaidar meminta para orang tua memperkuat jalinan keakraban dengan semua anggota keluarga guna menangkal paham JAD.

"Perlu saling sayang dan saling peduli satu sama lain agar tidak "diculik" oleh organisasi khawarij yang suka mengkafirkan sesama muslim dan juga suka mem-bidah-kan hal-hal kecil dan tradisi yang bukan masalah akidah," pungkas Chaidar.

Dilengkapi oleh Syaiful Riki