News

Tarif Kontainer Pelabuhan Palaran Samarinda: Naik Sepihak, KPPU Warning ALFI

apahabar.com, SAMARINDA – 5 April lalu, secarik surat edaran penyesuaian tarif angkutan kontainer di Samarinda beredar….

Ilustrasi peti kemas. Foto – Kabardewata.com

apahabar.com, SAMARINDA – 5 April lalu, secarik surat edaran penyesuaian tarif angkutan kontainer di Samarinda beredar. Besaran kenaikan hingga 40 persen dituding melabrak aturan.

Belakangan diketahui surat tersebut dikeluarkan oleh Dewan Perwakilan Wilayah Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia Kalimantan Timur (DPW ALFI Kaltim). Belakangan, penyesuaian tarif ini mengundang atensi Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU). \

“Ya, sedang kami teliti,” ujar Kepala KPPU Kanwil V Manaek Pasaribu, Senin (11/7).

Pada surat edaran tersebut, DPW ALFI Kaltim telah menaikkan tarif angkutan kontainer di Samarinda sebesar 40%. Semua pengusaha Jasa Pengusahaan Transportasi (JPT) yang menjadi anggota ALFI dan aktif beroperasi di Pelabuhan Peti Kemas Palaran wajib mengikuti surat edaran tersebut.

Bersandar informasi awal, alasan dinaikkannya tarif angkutan kontainer oleh DPW ALFI adalah bentuk kompensasi akibat peralihan penggunaan BBM Bio Solar (Subsidi) ke BBM Dexlite (Non-Subsidi).

Diskusi KPPU Kanwil V dengan ALFI. Foto: Istimewa

Peralihan penggunaan BBM tersebut lantaran untuk mendapatkan BBM solar bersubsidi, armada pengangkutan perusahaan JPT harus menunggu 3 sampai 4 hari mengantre di SPBU sehingga berpotensi barang-barang pelanggan akan terlambat diterima.

Padahal terdapat sekitar 70 persen muatan kontainer di Pelabuhan Palaran adalah muatan berupa consumer goods atau barang konsumsi harian, seperti gula, sembako, dan lain-lain.

“Muatan consumer goods tersebut diharapkan sebisa mungkin sampai ke tangan logistic owner/distributor/agen untuk di didistribusikan ke masyarakat," kata Manaek.

Sejauh ini, KPPU telah memanggil beberapa stakeholders guna pengumpulan data dan informasi terkait. Sebab, dari kenaikan ini ada potensi pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999.

Penentuan tarif antara Pelaku Usaha JPT dengan masing-masing pelanggan seharusnya terbentuk berdasarkan kesepakatan antarkedua pihak. Dengan mengacu pada mekanisme pasar.

ALFI merupakan asosiasi bagi pelaku usaha yang salah satunya di bidang Jasa Pengurusan Transportasi dan Logistik tidak memiliki kewenangan baik dalam bentuk mandatori regulasi maupun aturan internal organisasi untuk menentukan tarif.

“Penentuan tarif jasa oleh asosiasi berpotensi melanggar pasal terkait penetapan harga,” ujarnya.

Diketahui KPPU sudah pernah memutus perkara yang sama melalui Putusan KPPU Nomor 06/KPPU-I/2013 yang telah berkekuatan tetap (inkracht van gewijsde) melalui Putusan Mahkamah Agung.

Dalam perkara tersebut terbukti pelanggaran terhadap UU Nomor 5/1999 terkait Penetapan Tarif Angkutan Kontainer Ukuran 20 feet, 40 feet, dan 2×20 feet oleh Para Anggota JPT di 12 Rute dari dan menuju Pelabuhan Belawan Tahun 2011 dan 2012.

Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Nomor 5/1999 adalah norma bersifat perse rule yaitu bahwa larangan dalam ketentuan tersebut secara hukum telah dilanggar oleh para pelaku usaha jika terbukti para pelaku usaha telah membuat kesepakatan mengenai harga akhir barang dalam pasar bersangkutan.

Dampak dari kesepakatan harga tersebut terhadap konsumen bukan merupakan unsur pelanggaran sehingga tidak harus dibuktikan.

"Sesuai dengan fakta persidangan terbukti bahwa para Anggota ALFI membuat kesepakatan atas harga yang berlaku bagi konsumen (harga akhir) jasa kontainer dari dan ke Pelabuhan Belawan tahun 2011 dan 2012, dengan kata lain telah membuat kesepakatan harga (kartel harga) sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999," jelasnya.

Selanjutnya KPPU Kanwil V juga akan memanggil para pihak terkait lainnya. Pemanggilan masih guna meminta keterangan untuk mengambil tindakan lebih lanjut.