Target Zero Emission 2060, Pengamat: Terkendala Investor dan Teknologi

Pemerintah memasang target net zero emission (NZE) atau netral karbon sampai tahun 2060 atau lebih cepat.

PLTU Kalselteng 2 di Tanah Laut. Foto-PT PLN

apahabar.com, JAKARTA - Pemerintah memasang target net zero emission (NZE) atau netral karbon pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melakukan sejumah langkah mengurangi penggunaan energi fosil batu bara secara bertahap, khususnya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Tahun 2030 ditargetkan sekitar 5,52 Gigawatt (GW) hingga 9,2 GW PLTU dihentikan. Lalu, akan dinaikkan secara bertahap hingga hingga tahun 2060 atau tidak ada lagi PLTU yang beroperasi.

Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai target pemerintah tersebut sangat realistis karena Indonesia memiliki resource energi terbarukan yang melimpah.

Hanya saja, perlu digaris bawahi, Indonesia tidak memiliki teknologi yang mumpuni untuk mengolah sumber energi terbarukan seperti angin, tenaga surya, gelombang air laut, dll.

"Saya pikir realistis dan bisa dicapai, kendala utamanya kita tidak punya punya teknologi untuk mengolah sumber energi terbarukan," ujar Fahmy Radhi, saat dihubungi apahabar.com, Rabu (17/5).

Baca Juga: Celios Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Soal Pensiun Dini PLTU Batu Bara

Untuk mengatasi keterbatasan teknologi, diperlukan investor yang mampu mengolah sumber energi terbarukan, sehingga hal itu bisa dioptimalkan. Dari situ, pemerintah melalui BUMN, yakni PLN bisa melakukan transfer teknologi dengan perusahaan yang berinvestasi di sektor tersebut.

"Jadi lebih pada dasarnya perlu investor untuk investasi ke energi terbarukan," ujarnya.

Untuk bisa menarik investor, pemerintah perlu menjabarkan secara rinci roadmap yang akan dicapai dari berbagai sisi ekonomi. Sehingga hal itu bisa memberi daya tarik tersendiri bagi investor untuk berinvestasi di sektor energi terbarukan.

"Yang utama pemerintah membuat roadmap suatu perencanaan tadi, dan saya kira bisa menarik investor," ujarnya.

Baca Juga: RUU EBET, Aktivis: DPR Harus Hentikan Solusi Palsu Energi Baru

Transformasi energi fosil batu bara ke energi terbarukan, menurut Fahmy, pasti akan memberikan dampak terhadap pelaku industri pertambangan batu bara. Di mana, cadangan batu bara di Indonesia diperkirakan masih ada hingga tahun 2060 atau lebih.

Oleh sebab itu, perlu inovasi teknologi yang mampu mengubah batu bara menjadi energi ramah lingkungan, agar cadangan batu bara bisa terserap.

"Para pengusaha batu bara harus melakukan inovasi untuk mengubah batu bara menjadi energi ramah lingkungan. Misalnya yang dilakukan oleh Bukit asam Pertamina melalui gasifikasi yaitu mengubah batu bara menjadi gas," ujar Fahmy.

Untuk itu, kata Fahmy, pilihan yang tersisa hanyalah beralih ke energi terbarukan. "Maka, mau tidak mau harus mengembangkan batu bara menjadi energi yang bersih," pungkasnya.