Kalsel

Tak Mengaku Salah, Pemprov Kalsel Minta PTUN Tolak Gugatan Korban Banjir

apahabar.com, BANJARMASIN – Meski sempat tertunda, kuasa dari Gubernur Kalsel akhirnya menyampaikan eksepsi atau sanggahannya terkait…

Warga menggendong anaknya melintasi banjir di Desa Kampung Melayu, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Jumat (15/1/). Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor menyatakan peningkatan status siaga darurat menjadi tanggap darurat, keputusan itu diambil mengingat musibah banjir yang terjadi semakin meluas di beberapa daerah di Provinsi Kalimantan Selatan. Foto-Antara/Bayu Pratama

apahabar.com, BANJARMASIN – Meski sempat tertunda, kuasa dari Gubernur Kalsel akhirnya menyampaikan eksepsi atau sanggahannya terkait gugatan 53 korban banjir yang saat ini bergulir di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin.

Dalam eksepsinya, Biro Hukum Setdaprov Kalsel selaku kuasa gubernur (tergugat) yang disampaikan melalui e-court PTUN Banjarmasin kemarin, Rabu (7/7), meminta agar majelis hakim menolak gugatan penggugat seluruhnya.

Sejumlah alasan pun disampaikan. Tergugat menilai tiga objek sengketa seperti tak adanya peringatan dini, lambatnya penanganan, dan tak adanya peraturan gubernur (Pergub) yang dinyatakan penggugat sebagai tindak melawan hukum oleh pemerintah tidak jelas alias kabur.

Dijelaskan dalam eksepsi tersebut tergugat menyatakan bahwa Pemprov telah memerintahkan kepada bupati dan wali kota untuk menyampaikan informasi peringatan dini.

Itu disampaikan melalui surat Plt Gubernur Kalsel Nomor: 364/1272/PK-BPBD/2020, perihal antisipasi bencana alam tertanggal 16 Oktober 2020.

“Peringatan dini itu macam-macam nggak hanya alat EWS. Malah lebih awal sebelum air naik BMKG sudah tau curah hujan bakal tinggi, jadi kalau itu diinformasikan kan termasuk peringatan dini,” ujar Kepala Bagian Kepala Bagian Hukum Biro Hukum Setdaprov Kalsel, Bambang Eko Mintharjo, saat dihubungi apahabar.com.

Tergugat juga menepis jika dikatakan lambat dalam hal penanganan. Sebab penetapan tanggap darurat banjir telah dikeluarkan pada 14 Januari 2021 yang kemudian diperpanjang sebanyak tiga kali hingga 24 Februari 2021.

Serta adanya keputusan untuk membentuk posko selama diberlakukannya tanggap darurat. Dan adanya kesiapsiagaan hingga upaya pemulihan pun telah dilakukan.

“Kami sudah melakukan baik antisipasi maupun setelah bencana. Bukan kami tak ada antisipasi untuk itu, jadi kalau dibilang lalai nggak benar,” bantah Bambang.

Kemudian soal tak adanya peraturan gubernur sebagai turunan Perda Nomor 12 tahun 2011 Jo Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kalsel yang kemudian dianggap suatu kelalaian dan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah juga dibantah.

Dalam eksepsinya tergugat menyatakan dalam antisipasi bencana banjir pihaknya beracuan kepada sejumlah peraturan. Seperti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Lalu Perda Pemprov Kalsel Nomor 12 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2017.

Pergub Kalsel Nomor 050 tahun 2013 tentang Prosedur Tetap Operasi tindakan Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Banjir di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan. Dan Pergub Kalsel Nomor 0166 Tahun 2017 tentang Tugas, Fungsi dan Koordinasi Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam Rangka Penanggulangan Bencana.

“Maka sangat beralasan berdasarkan fakta hukum posita dan petitum tidak jelas,” pungkasnya.

Melihat hal itu, maka tergugat meminta majelis hakim untuk menolak gugatan termasuk untuk membayar kerugian material 53 warga sebesar Rp. 890.235.000 dan kerugian Immateriil sebesar Rp. 1.349.000.000.000.

Menanggapi hal itu, Koordinator Tim Advokasi Korban Banjir Kalsel, Muhamad Pajri selaku kuasa dari 53 warga memberikan gambaran umum terkait tanggapan atau replik atas eksepsi yang telah disampaikan tersebut.

Pajri bilang pihaknya telah mempelajari isi eksepsi yang telah disampaikan pihak tergugat. Dan menyatakan bahwa soal tak adanya informasi peringatan dini tak dibantah secara tegas.

“Sehingga kami berpandangan tergugat mengakui hal tersebut. karena kita memiliki fakta Pascabanjir alat deteksi bencana baru dipasang sesuai dalil gugatan,” ucapnya.

Kemudian objek sengketa kedua juga tidak dibantah secara langsung oleh Tergugat, tindakan Tergugat lambat penanggulangan banjir pada saat status tanggap darurat.

“Padahal jelas kita juga memiliki fakta yang Tergugat lambat, nanti kita buktikan,” imbuhnya.

Lalu untuk objek ketiga Tergugat tidak membuat Pergub. memang fakta. Dan itu bisa dilihat di Perda Nomor 12 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan bencana dan Perubahannya Perda 6 Tahun 2017 jelas terjadi kekosongan Hukum.

“Pasal 72-nya dihapus untuk amanat membuat Pergub,” terangnya.

Lebih lanjut dikatakan Pajri, terkait adanya Pergub 051 tahun 2013 dan Pergub 166 Tahun 2017 tidak mengatur secara komprehensif terkait Penanggulangan bencana banjir dari perencanaan, rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, prinsip kebijakan dan strategi, manajemen penyelenggaraan, proses penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana.

“Seharusnya ketikaa ada Perda perubahan di 2017, Pergubnya juga dibuat kembali agar bisa dijalankan. Lebih lanjut nanti kita jabarkan pada Replik secara detail bantahan penggugat,” pungkasnya.

Gugatan Korban Banjir, Pj Gubernur Kalsel: Pemerintah Akan Membela Diri!