Sidang Teddy Minahasa

Tak Akui Perbuatannya, Pakar Bilang Hukuman Dody Patut Diperberat

Hukuman terhadap mantan Kapolres Bukit Tinggi Dody Prawiranegara layak diperberat

Terdakwa kasus peredaran narkoba AKBP Dody Prawiranegara mengalami asam kambung sesaat saat akan melajani sidang vonis atas kasusnya di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu 10 Mei 2023, Foto : Apahabar.com (Andrew Tito)

apahabar.com, JAKARTA - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel berpendapat hukuman terhadap mantan Kapolres Bukit Tinggi Dody Prawiranegara (DP). Terdakwa kasus peredaran sabu mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa, layak diperberat.

Reza mengatakan putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang menjatuhkan pidana penjara selama 17 tahun serta denda Rp2 miliar.

"Alih-alih sependapat dengan hakim, saya justru menangkap kesan kuat bahwa DP tidak mengakui perbuatannya. Karena dia tidak mengakui perbuatannya, maka hukuman terhadap DP patut diperberat," kata Reza dalam keterangan resminya, Jakarta, Kamis (11/5).

Baca Juga: Dody Prawiranegara Sempat Keluhkan Asam Lambung Jelang Sidang Vonis

Reza menilai putusan hakim terlalu didasarkan pada pengakuan, bukan pembuktian. Padahal, pengakuan berpotensi besar mengganggu pengungkapan kebenaran dan menghambat proses persidangan.

Ia pun berharap kerja pengadilan tinggi lebih berlandas pada pembuktian jika JPU atau DP mengajukan banding.

"Saya beda tafsiran terkait dengan 'mengakui perbuatannya' sebagai hal yang disebut hakim meringankan DP," ujarnya.

Baca Juga: Jaksa ke Dody: Polisi Mestinya Berantas, Bukan Ikut Edarkan Narkoba

Menurut Reza, selama persidangan, DP menyebut dirinya diperintah Teddy Minahasa dan takut untuk menolaknya.

Di sisi itu, Reza belum yakin dengan pengakuan yang disampaikan Dody Prawiranegara. Alasannya, pertama jumlah sabu yang ia punya menunjukkan bahwa sabu di Jakarta bukan merupakan sabu yang ditukar dengan tawas yang berasal dari Bukittinggi.

Jika sabu ditukar dengan tawas, tidak jelas lokasi keberadaan tawasnya, tidak tersedia informasi bahwa sabu di Jakarta dan sabu di Bukittinggi adalah identik.

Baca Juga: Penjelasan Saksi Ahli Digital Forensik Soal Perintah Teddy Minahasa ke AKBP Dody

Secara matematik, lanjut dia, lima kg sabu di Jakarta bukan berasal dari Bukittinggi, tidak diperlukan penukaran dengan tawas untuk memperoleh lima kg sabu tersebut.

Yang kedua, kata dia, Dody Prawiranegara dua kali mengaku menolak perintah Teddy Minahasa, tapi tidak ada risiko buruk yang dia alami.

"Jadi, ketakutan yang DP sebut itu tampaknya mengada-ada," katanya

Reza menyebut, bahasa psikologi forensik, superior order defence yang diangkat Dody Prawiranegara terpatahkan. Dan karena ia menolak, maka putus keterkaitannya dengan instruksi Teddy Minahasa (sekiranya instruksi itu dianggap ada).

Baca Juga: Cerita AKBP Dody Ungkap Kelakuan Teddy: Beri Bonus Sabu ke Anak Buah

Ketiga, Dody Prawiranegara terindikasi punya kepentingan untuk memperoleh uang guna mendongkrak karirnya di Polri. Dan keterlibatannya dalam peredaran narkoba merupakan caranya untuk memperoleh uang itu.

Lalu yang keempat, pertimbangan hakim bahwa Dody Prawidanegara tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan bukan karena keputusan atau sikapnya sendiri.

"Tapi karena dia (Dody Prawiranegara) terlanjur diringkus Polda Metro Jaya. Andai dia tidak ditangkap polisi, mungkin dia akan menikmati hasil kejahatan," ungkap Reza. Seperti dinukil antara.

Baca Juga: Teddy Minahasa Ajak Ayah AKBP Dody Kongkalikong di Persidangan



Reza menambahkan, dalam kasus ini Polda Metro Jaya tidak menyampaikan ke publik apakah Dody Prawiranegara juga menjalani tes urin dan bagaimana hasilnya, positif atau negatif.