Polemik TV Analog

Suntik Mati TV Analog, Cerita Warga Pelosok: Kita Duluan

Penghentian siaran TV analog di Indonesia membuat sebagian masyarakat yang belum siap kebingungan, tetapi tidak dengan masyarakat NTT

Ilustrasi Suntik Mati TV Analog (foto: Grid)

apahabar.com, MANGGARAI BARAT - Penghentian siaran TV analog di Indonesia membuat sebagian masyarakat yang belum siap menjadi kebingungan. Namun, masyarakat di Nusa Tenggara Timur (NTT) mengaku sudah lebih siap dalam menghadapi masalah tersebut.

"Sejak awal tahun 2000an kita sudah pakai digital, itu karena analog cuma dapat TVRI dan TPI. Karena tidak ada sinyal dan pilihan lain itu makanya kita sudah digital," ujar masyarakat NTT, Steven Dida Bangu, Minggu (6/11).

Steven menjelaskan, hal itu dilakukannya karena tidak adanya pilihan lain untuk bisa menikmati siaran TV. Ia terpaksa membeli parabola berbagai merk agar dapat menikmati siaran digital. 

"Jadi rata-rata rumah di sini sudah pakai antena parabola untuk dapat siaran TV lain. Tidak ada pilihan lain, selain beli (siaran) digital," ungkapnya.

Selanjutnya, menurut Steven pengorbanannya itu sudah lebih dulu dilakukannya dahulu. Bahkan, ia mengaku membayar cukup mahal demi mendapatkan tayangan di siaran digital yang lebih variatif.

"Yah untuk hiburan keluarga memang harus merogoh kocek agak dalam, seperti layaknya hape juga demikian, dengan pembayaran secara tunai atau kredit yang tersedia sejak dulu," pungkasnya.

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyatakan televisi digital membuat masyarakat bisa mendapatkan kualitas gambar yang lebih jernih dan canggih. Alasannya, siaran lewat transmisi analog rentan terhadap gangguan yang biasanya menyebabkan gambar di televisi ada 'semutnya'.

"Kualitas gambaran kalau TV analog ada 'semutnya', kalau cuaca bagus atau gangguan. Kalau TV digital cling, betul-betul gambarnya bersih suaranya jernih dan canggih," kata Stafsus Kominfo Rosarita Niken Widiastuti dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu.